Museum La Galigo![]() ![]() Museum La Galigo adalah sebuah museum provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak di Jl. Ujung Pandang No. 1. Museum ini didirikan pada tanggal 1 Mei 1970. Pada 24 Februari 1974 Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. I.B. Mantra meresmikan gedung No. 5 dengan luas 2.211 m² sebagai ruang pameran tetap dan ruang pembinaan. Museum ini berada di Fort Rotterdam, Kota Makassar.[1] Pemberian nama La Galigo pada museum ini didasari pada suatu pemikiran dan pertimbangan atas makna yang terkandung di dalamnya. Cerita yang terkandung dalam naskah La Galigo tidak hanya dikenal di daerah Bugis, tetapi juga di Makassar, Toraja, Selayar, Massenrempulu, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. I La Galigo juga dianggap sebagai warisan dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan, sehingga I La Galigo dijadikan sebagai nama sebuah museum.[2] Sejarah Singkat Museum La GaligoKeberadaan sebuah museum di Sulawesi Selatan berawal pada tahun 1938 dengan didirikannya “Celebes Museum” oleh pemerintah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda) di kota Makassar sebagai ibu kota Gouvernement Celebes en Onderhorigheden (Pemerintah Sulawesi dan Taklukannya). Museum pada waktu itu menempati bangunan dalam kompleks Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) yakni bekas kediaman Gubernur Belanda Admiral C.J Speelman (gedung D), koleksi yang dipamerkan antara lain keramik, piring, emas, dester tradisional Sulawesi Selatan dan beberapa mata uang. Menjelang kedatangan Jepang di kota Makassar, Selebes Museum telah menempati 3 gedung (gedung D, I, dan M) koleksi yang dipamerkan bertambah antara lain, peralatan permainan rakyat, peralatan rumah tangga seperti peralatan dapur tradisional, peralatan kesenian seperti kecapi, ganrang bulo, puik-puik, dan sebagainya.[1] Pada masa pendudukan Jepang Museum Selebes terhenti sampai pembuburan Negara Indonesia Timur (NIT) dan selanjutnya pada tahun 1966 oleh kalangan Budayawan merintis kembali pendirian museum dan dinyatakan berdiri secara resmi pada tanggal 1 Mei 1970 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan No 182/V/1970 dengan nama “Museum La Galigo”. Pada tanggal 24 Februari 1974 Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 093/0/1979 museum ini resmi menjadi “Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selatan” dan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bidang kebudayaan, khususnya bidang Permuseuman. Selanjutnya di era Otonomi Daerah Museum La Galigo berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 166 tahun 2001, tanggal 28 Juni 2001 berubah nama menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya pada tahun 2009 Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan diatur berdasarkan peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 40 tahun 2009, tanggal 18 Februari 2009 sampai sekarang.[1] Sejarah La GaligoI La Galigo sendiri merupakan nama seorang putera dari pernikahan Sawerigading Opunna Ware dengan puteri We Cudai Daeng ri Sompa. Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan menjadi Raja di Kerajaan Luwu pada abad ke-14. Nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis Bahasa Bugis, yang dikenal dengan nama Naskah I La Galigo. Fungsi naskah I La Galigo dalam masyarakat Sulawesi Selatan adalah:
FasilitasFasilitas di museum La Galigo meliputi parkir, signage, kantin, sarana tempat duduk di ruang pameran, toilet, ruang auditorium, ruang pameran (tetap dan tidak tetap), ruang penjualan tiket, pos jaga, mini souvenir shop, ruang audiovisual, dan perpustakaan. Selain itu Museum La Galigo memiliki ruang penyimpanan, ruang laboratorium, dan ruang administrasi.[2] Koleksi![]() Museum ini memiliki koleksi sebanyak 4999 buah. Koleksi pada museum ini seperti koleksi objek prasejarah, numismatik, keramik asing, sejarah, dan naskah. Pada Museum ini juga terdapat koleksi etnografi yaitu berbagai jenis objek hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup, serta benda lain yang dibuat dan digunakan oleh 4 suku asli Sulawesi Selatan yaitu Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Museum tersebut juga memiliki objek-objek benda yang berasal dari peninggalan kerajaan-kerajaan lokal dan objek bersejarah, seperti senjata yang digunakan pada saat revolusi kemerdekaan.[1] Pembagian 10 jenis koleksi berdasarkan pedoman klasifikasi koleksi museum umum negeri provinsi (1995), yaitu:
Museum La Galigo memiliki lima koleksi masterpiece, yaitu: perahu pinisi, salokoa, phallus, lontara meong palo’e, dan songko pamiring ulaweng.[2] Tiket MasukMuseum La Galigo berada didalam area Benteng Fort Rotterdam. Untuk masuk kedalam musuem ini kalian cukup membayar tiket masuk sebesar Rp. 5000. Referensi
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia