Jochi
Jochi (Mongolia:ᠵᠦᠴᠢ; juga ditulis sebagai Jüchi; ca 1182 – ca 1225)[1] adalah seorang pangeran pada masa Kekaisaran Mongol awal. Hidupnya ditandai dengan kontroversi mengenai kelahirannya dan berpuncak pada pengasingannya dari keluarganya. Walaupun begitu, ia adalah seorang panglima militer terkemuka dan leluhur dari keluarga yang memerintah atas kekhanan Gerombolan Emas. Jochi adalah putra dari Börte, istri pertama dari pemimpin Mongol Temüjin. Selama beberapa bulan sebelum kelahiran Jochi, Börte telah menjadi tahanan dari suku Merkit, yang salah satu anggotanya kemudian menikahinya secara paksa dan memperkosanya. Meskipun terdapat keraguan yang cukup besar mengenai nasab dari Jochi, Temüjin menganggapnya sebagai putra kandung dan memperlakukannya sebagaimana seorang putra kandung. Namun, sejumlah orang Mongol, terutama putra Börte selanjutnya, Chagatai, tidak setuju. Ketegangan tersebut kemudian membuat Chagatai dan Jochi dikecualikan dari garis suksesi Kekaisaran Mongol. Setelah Temüjin mendirikan Kekaisaran Mongol pada tahun 1206 dan memakai nama Jenghis Khan, Jochi dipercaya untuk memimpin 9.000 orang prajurit dan wilayah yang luas di barat dari wilayah jantung Mongol. Jochi kemudian memimpin dan berpartisipasi dalam sejumlah kampanye untuk mengamankan dan memperluas kekuatan Mongol di wilayah tersebut. Ia juga menjadi panglima terkemuka selama invasi Kekaisaran Khwarazmia (1219–1221), dengan menduduki kota-kota dan suku-suku di utara. Selama Pengepungan Gurganj pada tahun 1221, muncul ketegangan di antara Jochi, saudara-saudaranya, dan Jenghis, yang terus berlanjut, bahkan setelah pengepungan selesai, sehingga Jochi masih diasingkan dari keluarganya saat meninggal akibat penyakit pada ca 1225. Putranya, Batu, lalu ditunjuk untuk menggantikannya. Kelahiran dan nasabIbu Jochi, Börte, lahir pada suku Onggirat, yang tinggal di sepanjang pegunungan Khingan Raya di selatan sungai Ergüne, yang kini berada di Mongolia Dalam.[2] Pada usia 10 tahun, Börte dijodohkan dengan seorang pemuda Mongol bernama Temüjin, putra dari kepala suku Mongol Yesugei.[a] Tujuh tahun kemudian (ca 1178), setelah selamat dari masa remaja yang penuh kekerasan, mereka akhirnya menikah.[4] Mereka lalu dikaruniai anak pertama, seorang putri yang diberi nama Qojin, pada tahun 1179 atau 1180.[5] Melalui aliansi dengan para pemimpin stepa terkenal, seperti temannya Jamukha dan mantan sekutu dari ayahnya Toghrul, serta dengan dukungan dari karismanya, Temüjin lalu mulai mendapat pengikut dan mendapat kekuasaan.[6] Kabar tentang kebangkitan Temüjin pun tersebar dan kemudian menarik perhatian dari suku Merkit di barat laut, yang merupakan suku dari ibu Temüjin Hö'elün, yang sebelumnya diculik oleh Yesugei, sehingga menjadikan mereka musuh bebuyutan. Suku Merkit kemudian memutuskan untuk membalas dendam kepada keturunan dari Yesugei.[7] Karena dampaknya, peristiwa-peristiwa berikut ini dianggap kontroversial, dengan sebagian besar penulis kontemporer tidak menyebutkan peristiwa-peristiwa tersebut, sementara dua sumber yang menyebutkan peristiwa-peristiwa tersebut (Sejarah Rahasia Bangsa Mongol, sebuah puisi epik pertengahan abad ke-13, dan Jami al-tawarikh karya sejarawan Persia abad ke-14 Rashid al-Din) saling bertolak belakang.[8] Penjelasan berikut ini pun mengandung penjelasan dari dua sumber tersebut yang dianggap paling masuk akal. Pada tahun 1180 atau 1181,[9] pasukan Merkit menyerbu kamp Temüjin, dan berhasil menangkap Börte.[10] Börte lalu dipaksa untuk menikahi Chilger-Bökö, adik dari suami asli Hö'elün. Sementara itu, Temüjin berhasil meyakinkan sekutunya untuk mengumpulkan pasukan guna membantunya menyelamatkan Börte.[11] Di bawah kepemimpinan dari Jamukha, pasukan tersebut lalu berkampanye melawan Merkit dan berhasil mengalahkan mereka, sehingga Börte berhasil diselamatkan dan banyak jarahan dapat diambil.[12] Börte saat itu sedang hamil besar dan akhirnya melahirkan Jochi di kamp Jamukha. Karena Chilger-Bökö telah memperkosanya, dan karena Börte telah ditahan oleh suku Merkit selama hampir sembilan bulan, nasab Jochi pun menjadi tidak pasti.[13] Ketidakpastian tersebut juga tercermin dalam namanya, yang berarti "tamu" dalam bahasa Mongolia.[14] Walaupun Temüjin selalu menganggap Jochi sebagai putra kandung dan memperlakukannya sebagaimana putra kandung, sejumlah orang Mongol, seperti adiknya Chagatai, menganggap Jochi sebagai anak haram dari Chilger-Bökö.[15] Masa dewasaPernikahan dan keluargaJochi tidak muncul lagi dalam sumber-sumber sejarah hingga tahun 1203,[16] saat Jochi telah cukup dewasa untuk menikah. Temüjin berniat untuk menjodohkannya dengan putri dari sekutunya Toghrul, tetapi karena nasab Jochi yang tidak pasti dan status Temüjin yang relatif rendah, niat tersebut pun dianggap sebagai hinaan oleh orang-orang Toghrul, sehingga akhirnya berujung pada perang antara dua pemimpin tersebut.[17] Setelah Toghrul kalah pada tahun 1204, Jochi pun dinikahkan dengan salah satu kemenakannya, Begtütmish.[18] Jochi juga menikahi sejumlah wanita lain, yakni kemenakan dari Börte, Öki; kerabatnya, Sorghan; dan sejumlah wanita lain yang kurang berpengaruh, yakni Qutlugh Khatun, Sultan Khatun, Nubqus, Shīr, Qarajin, dan Kul. Selain itu, Jochi juga memiliki gundik. Tidak diketahui wanita mana yang menjadi istri utama dari Jochi, tetapi kemungkinan besar adalah Öki atau Sorghan.[19] ![]() Putra dari Jochi yang paling berpengaruh adalah Orda Khan dan Batu Khan, yang masing-masing merupakan putra dari Sorghan dan Öki. Berke juga berpengaruh, tetapi tidak diketahui ia adalah putra dari istri yang mana. Nama dari sebelas putra lainnya juga diketahui, tetapi tidak ada yang memiliki karier yang signifikan, karena ibu mereka bukan merupakan istri utama dari Jochi.[20] Walaupun begitu, keturunan mereka tetap menggunakan garis keturunan Jochi untuk melegitimasi hak mereka untuk berkuasa, seperti Khiḍr Khan dari garis Shiban, dan Tokhtamysh yang merupakan keturunan dari putra bungsu Jochi, Tuqa-Timur.[21] Komando awalPada 1206, saat menyatukan suku-suku Mongolia, Temüjin mengadakan pertemuan besar yang disebut kurultai kala ia menyandang nama "Jenghis Khan".[22] Ia juga mulai merombak bangsa barunya, membagi bangsa tersebut di antara para anggota dinasti pemerintahannya. Sebagai putra sulung, Jochi meraih bagian terbesar—sembilan ribu prajurit bawahan, semuanya dengan keluarga dan gembala mereka sendiri; Chagatai meraih delapan ribu, dan adik-adik mereka Ögedei dan Tolui masing-masing meraih lima ribu.[23] Sebagaimana yang diharapkan untuk anak sulung, Jochi meraih wilayah yang paling jauh dari tanah air untuk ulus-nya (domain): mereka berada di Mongolia barat sepanjang Sungai Irtysh.[24] ![]() Alokasi tersebut dibuat dalam harapan agar Jochi akan mengembangkannya, dan sehingga pada 1207–08 ia berkampanye melawan dan menundukkan Hoi-yin Irgen , sekumpulan suku di tepi taiga Siberia antara sungai-sungai Angara dan Irtysh.[25] Jochi menjalin aliansi pernikahan dengan suku Oirat, yang pemimpinnya Qutuqa Beki memandu bangsa Mongol ke Kirgiz Yenisei dan anggota Hoi-yin Irgen lainnya. Suku-suku tersebut kemudian mengajukan diri, dan Jochi memegang kendali atas perdagangan bahan pokok dan bulu di wilayah tersebut, serta pertambangan emasnya.[26] Ia kemudian mengerahkan pasukan Subutai untuk mengalahkan pasukan Merkit dalam pertempuran Sungai Irtysh pada akhir 1208 atau awal 1209.[27] Jochi kemudian berkampanye secara bergantian melawan Merkit dan sekutu Qangli mereka sepanjang dasawarsa berikutnya, pada akhirnya menghancurkan sisa terakhir suku tersebut pada 1217 atau 1218 bersama dengan Subutai.[28] Sejarawan Christopher Atwood berpendapat bahwa penjelasan tersebut meminimalisir peran Jochi, bahwa pada kenyataannya ia, bukan Subutai, adalah panglima utama dalam seluruh kampanye melawan Merkit dan Qangli, dan bahwa hanya untuk memerintah bekas wilayah Qangli dibenarkan oleh kesuksesan kampanye tersebut.[29] Bersama dengan saudara-saudaranya Chagatai dan Ögedei, Jochi mengkomandani sayap kanan dalam invasi tahun 1211 terhadap dinasti Jin Tiongkok. Pasukan Mongol berkirab ke selatan dari markas besar kampanye Jenghis di wilayah yang sekarang menjadi Mongolia Dalam: mula-mula mereka menyerang kota-kota di kawasan antara Hohhot dan Datong, dan kemudian mereka melewati Pegunungan Taihang di Shanxi, tempat mereka merampas dan menjarah.[30] Ia juga ikut serta dalam pertikaian Sungai Irghiz, sebuah kejadian yang penjalinan bertarung melawan pasukan Muhammad II dari Khwarazm.[31] Sejarah Rahasia mencatat dua perbincangan antara Jochi dan ayahnya tentang kampanye-kampanyenya: yang satu kala Jenghis menolak permintaan Jochi untuk membiarkan pemanah Merkit menonjol tetap hidup, dan yang lainnya kala kepulangan kemenangan Jochi dari pertempuran meraih pujian tinggi dari ayahnya.[32] Perang Khwarazmia dan suksesiPada 1218, Jenghis memutuskan untuk meluncurkan sebuah kampanye melawan Kekaisaran Khwarazmia Asia Tengah setelah rombongan dagang Mongol dibunuh oleh gubernur kota perbatasan Otrar dan dorongan diplomatik berikutnya mengalami kegagalan.[33] Menurut Sejarah Rahasia, Yesui, salah satu istri sekunder Jenghis, memintanya untuk memutuskan suksesi sebelum terlambat. Walau Jenghis nampak tak peduli soal kemungkinan pengesahan Jochi, Chagatai dengan keras menentang saudaranya menjadi khan berikutnya, dengan berteriak "Bagaimana bisa kita membiarkan diri kita sendiri diatur oleh anak haram Merkit ini?" Setelah omelan para saudaranya ditarik, Sejarah Rahasia melanjutkan, saran Ögedei sebagai kandidat kompromi didorong oleh para saudara sekaligus ayah mereka.[34] Karena sumber-sumber lainnya yang menampilkan pertemuan kurang menonjol yang terjadi usai kesudahan perang, beberapa sejarawan berpendapat bahwa catatan Sejarah Rahasia adalah "interpolasi pada masa berikutnya" dan Jochi hanya kehilangan tempatnya sebagai pewaris usai membuat kekeliruan pada kampanye Khwarazmia.[35] ![]() Pasukan Mongol, yang diperkirakan berjumlah 150.000 atau 200.000 pasukan, diturunkan ke Otrar pada akhir 1219. Meninggalkan Chagatai dan Ögedei untuk mengepung kota tersebut, Jenghis menempatkan adik mereka Tolui dan bergerak ke gurun Kyzyl Kum untuk menyerang kota Bukhara.[36] Sementara itu, Jochi dikerahkan untuk berkirab ke sungai Syr Darya menuju arah ibukota Khwarazmia Gurganj dan menundukkan seluruh kota di sepanjang rute, yang Jenghis tujukan untuk menjadi bagian dari teritorial Jochi. Kota-kota Sighnaq dan Asanas utamanya menawarkan pemberontakan keras dan penduduk mereka kemudian dijagal, sementara Jand dan Yanikant diduduki tanpa banyak ketegangan.[37] Pada akhir 1220, ia bergerak ke barat daya di sepanjang pantai Laut Aral menuju Gurganj, sementara saudara-saudaranya Chagatai dan Ögedei, merebut Otrar, menggantikan posisinya.[38] Terdapat catatan kontradiksi dari pengepungan Gurganj dan Jochi ikut serta di dalamnya. Apa yang menentukan bahwa pengepungan tersebut berjalan panjang, berlangsung antara empat dan tujuh bulan, dan bahwa ini merupakan kegarangan besar: pasukan pertahanan Khwarazmia memaksa pasukan Mongol untuk melakukan perang perkotaan dari rumah ke rumah, dengan sebagian besar kota dihancurkan dengan cara pembakaran naphtha atau dibanjiri dari bendungan-bendungan yang diruntuhkan.[39] Usai kejatuhan kota tersebut, para penduduknya dibunuh atau diperbudak.[40] Penjelasan lazim dari pengepungan tersebut menuturkan bahwa Jochi dan Chagatai bertikai soal cara terbaik melakukan perjuangannya, kala Jochi menganggap bahwa kota kaya tersebut akan menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya dan berharap untuk menghancurkannya sedikit mungkin. Di sisi lain, Chagatai tak memegang anggapan semecam itu. Kala Jenghis mendengar soal pergesekan tersebut, ia memerintahkan agar Ögedei memutuskan untuk mengkomandoi saudara-saudaranya.[41] Namun, Atwood berpendapat bahwa penjelasan tersebut adalah reka cipta pada masa berikutnya yang dirancang untuk menekankan peran Ögedei sebagai khan kekaisaran dan Jochi pada kenyataannya masih memegang keutamaan sepanjang pengepungan tersebut.[42] Kematian dan peninggalan![]() Apapun penjelasan yang ada, Jochi kehilangan perasaan dari ayahnya usai pengepungan.[43] Jenghis nampak menganggap pengepungan militer destruktif berkepanjangan tersebut gagal, dan juga disorot oleh kegagalan Jochi untuk memberikannya bagian hak rampasannya.[44] Usai keajadian tersebut, Chagatai dan Ögedei berangkat ke selatan untuk bergabung dengan ayah mereka dalam rangka penindakan mereka terhadap pangeran Khwarazmia Jalal al-Din, sementara Jochi bergerak ke utara, diyakini untuk menundukkan Qangli. Beberapa sumber menduga bawah ia memberikannya waktu berburu, sebuah kegiatan yang sangat disukai olehnya. Tidak jelas jika ia pernah bertemu ayahnya lagi.[45] Meskipun Jochi mengirim sejumlah besar keledai liar dan 20.000 kuda putih kepada Jenghis sebagai hadiah pada ca 1224, hubungannya masih memburuk karena pra-pendudukan Jochi dengan wilayahnya.[46] Kala kepulangannya, Jenghis memerintahkan Jochi untuk bergabung dengannya, tetapi Jochi mengklaim ia terlalu sakit untuk melakukannya. Kala seorang penjelajah mengklaim bahwa ia tidak sakit dan sebenarnya berburu, Jenghis memutuskan untuk mengirimkannya untuk berlutut. Sebelum ia dapat melakukannya, pada 1225 atau 1227,[b] kabar datang bahwa Jochi wafat akibat sakit.[49] Satu catatan menyatakan bahwa Jochi ditawari oleh penghancuran di Gurganj bahwa ia membuat aliansi rahasia dengan Khwarazmia, dan mendapati bahwa, Jenghis memerintahkan agar Jochi diracun; catatan tersebut nampaknya adalah sebuah pemalsuan.[50] Batu dikonfirmasi sebagai penguasa wilayah ayahnya oleh Jenghis—kakaknya Orda memegang posisi rendah.[51] Keturunan Jochi bertumbuh lebih independen, kemudian berkuasa atas negara yang dikenal sebagai Gerombolan Emas.[52] Meskipun mausoleum besar di Wilayah Ulytau, Kazakhstan, secara tradisional teridentifikasi sebagai tempat peristirahatan jasad Jochi, penanggalan radiokarbon mengindikasikan bahwa bangunan tersebut dibangun pada masa berikutnya dan bahwa tempat tersebut bukanlah tempat pemakaman.[53] ReferensiCatatanKutipan
Daftar pustaka
|
Portal di Ensiklopedia Dunia