Agama di TurkiTurki adalah salah satu dari negara mayoritas Islam yang menganut paham sekuler. Di Turki urusan Agama terpisah dengan urusan negara dan pemerintahan. Sebagian besar penduduk Turki menganut agama Islam dengan persentase sebesar 89% umat muslim dari keseluruhan penduduk Turki.[2] Sebagian besar muslim di Turki mengikuti paham sunni dan sebagian kecil lainnya dalah kaum Syi'ah yang terdiri berbagai sekte, seperti Alevi, Ja'fari, dan Alawi. Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga penelitian sosial Prancis Ipsos, agama Kristen adalah agama terbesar kedua di Turki dengan persentase sekitar 2% dari keseluruhan penduduk Turki.[3] Sebagian besar orang Kristen di Turki berasal dari denominasi gereja-gereja ritus timur. Denominasi Kristen yang terdapat di Turki saat ini antara lain adalah Gereja Apostolik Armenia, Gereja Ortodoks Siria, Gereja Ortodoks Yunani, Antiokhia Yunani, Gereja Ortodoks Bulgaria, Gereja Ortodoks Georgia, Gereja Katolik Roma, Gereja Katolik Kaldea, dan sebagian kecil lainnya adalah penganut paham protestanisme.[4][5][6] Terdapat juga orang-orang Yahudi di Turki. Kehadiran Yahudi di Turki sudah ada sejak abad ke-5 Masehi dan terdapat pula gelombang migrasi orang-orang Yahudi dari Spanyol dan Portugal ketika masa Kesultanan Utsmaniyah berkuasa di wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Turki. Sebagian besar orang Turki keturunan Yahudi telah bermigrasi ke Israel, tetapi masih terdapat populasi orang Yahudi yang bertahan tinggal Turki. Orang Yahudi di Turki diperkirakan berjumlah sekitar 17.400 sampai 18.000 jiwa.[7][8] Komposisi agama penduduk Turki adalah 89% menganut agama Islam dari berbagai denominasi. Sebagian besar muslim di Turki menganut paham sunni dengan persentase 85% dari total keseluruhan penduduk Turki, pengikut paham Islam Syi'ah berjumlah 4% dari total penduduk Turki. Kaum muslim Syi'ah di Turki terdiri dari berbagai kelompok, antara lain Alevi, Ja'fari, dan Alawi. Orang-orang yang menyatakan dirinya tidak beragama sebanyak 7%, dan persentase pemeluk agama Kristen dengan berbagai denominasi tercatat sebesar 2%, selain itu terdapat 2% pemeluk agama lainnya.[3] Turki secara resmi menyatakan diri sebagai negara yang menganut paham sekular. Hal ini tercantum dalam amendemen konstitusi negara Turki tahun 1924.[9] Reformasi di Turki yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Atatürk telah mengubah bentuk pemerintahan Turki menjadi Republik dan meresmikan pemisahan urusan agama dan urusan negara. Walaupun begitu, di Turki terdapat pendidikan agama di tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah milik pemerintah meskipun mata pelajaran yang diajarkan hanya pelajaran agama Islam versi Sunni. Masuknya pelajaran agama di sekolah-sekolah di Turki memicu kontroversi mengenai komitmen Turki sebagai negara sekuler. Keinginan Turki untuk bergabung dalam organisasi Uni Eropa tehambat akibat penolakan dari negara-negara Eropa lain yang mempertanyakan komitmen Turki dalam penegakan Hak Asasi Manusia di negarnya disamping alasan tersirat lain yang meragukan apakah sebuah 'negara muslim' seperti Turki dapat begabung dan menyesuaikan diri dalam Uni Eropa.[10][11] Para politisi di Turki menyindir penolakan ini dengan menyebut Uni Eropa sebagai 'klub Kristen' yang sampai kapanpun tidak akan menerima Turki untuk bergabung sebagai bagian dari Uni Eropa.[12][13] IslamSejarah Imperium Islam dan Kesultanan UtsmaniyahIslam pertama kali hadir di semenanjung Anatolia zaman pemerintahan Khalifahaur Rasyidin yang dipimpin oleh Umar bin Khattab.[14] Pada abad ke-11 Kekhalifaan Abbasiyah bersama Kesultanan Seljuk melakukan ekspansi wilayah timur anatolia. Peristiwa paling penting dari penaklukan Imperium Islam atas Turki adalah ketika peristiwa Kejatuhan Konstantinopel pada tahun 1453 yang dipimpin oleh Muhammad Al-fatih. Setelah jatuhnya Konstatinopel ke pemerintahan muslim lalu pusat pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah dipindahkan ke kota ini.[15] Dominasi bangsa Turki dan Islam meluas hingga wilayah Eropa Tenggara, Asia Barat, kawasan Kaukasus, Afrika Utara, dan wilayah Tanduk Afrika. Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan dunia Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan Utsmaniyah harus berakhir ketika pasca Perang Dunia I. Pembubarannya berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta pembentukan negara-negara baru di kawasan Balkan dan Timur Tengah.[16] Kekalahan Blok Sentral (termasuk Kesultanan Utsmaniyah bersama sekutunya) di Perang Dunia I mengakibatkan jatuhnya ibu kota Konstantinopel ke tangan tentara-tentara Blok Sekutu lalu diikuti dengan pendudukan izmir. Buruknya situasi politik dan ekonomi di Kesultanan Utsmaniyah saat itu memicu terjadinya Perang Kemerdekaan Turki (tahun 1919 - 1922 Masehi). Perang Kemerdekaan Turki ini dimenangkan oleh pihak Gerakan Nasional Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Atatürk dan hal ini menandakan berakhirnya Kesultanan Utsmaniyah. Kesultanan dibubarkan tanggal 1 November 1922, dan Sultan Utsmaniyah terkahir, Mehmed VI (berkuasa tahun 1918 – 1922 Masehi), meninggalkan negaranya pada tanggal 17 November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.[17] DemografiIslam adalah agama yang paling dominan di Turki. Sebagian besar penduduk Turki menganut agama Islam. Menurut laporan survei tahun 2007 diketahui mayoritas muslim di Turki adalah penganut paham ahlusunah waljamaah dengan persentase 78,2% dari keseluruhan jumlah muslim di Turki. Di antara penganut paham ahlusunah waljamaah tersebut 72% diantaranya mengikuti mazhab Hanafi dan sisanya 6,2% mengikuti Mazhab Syafi'i. Penganut ajaran Islam Syi'ah di Turki berjumlah sekitar 19,8% dari total populasi muslim di Turki. Umat muslim Syi'ah di Turki terbagi menjadi beberapa denominasi, diantaranya adalah kaum Alevi, Ja'fari, dan Alawi.[18] Umat muslim Syi'ah di Turki sebagian besar terdiri dari pengikut sekte Alevi dengan persentase 73,23% dari total penganut Islam syi'ah di Turki atau sebesar 14,5% dari total populasi muslim keseluruhan di Turki. Pengikut sekte syi'ah lainnya seperti Ja'fari menyusun sebesar 20,2% dari populasi muslim syi'ah di Turki atau sebesar 4% dari keseluruhan populasi muslim di Turki. Sebagian kecil sekte lain dari pengikut Islam syi'ah di Turki adalah Alawi dengan total persentase sebesar 6,57% dari populasi muslim syi'ah di Turki atau sebesar 1,3% dari keseluruhan populasi muslim di Turki. Minoritas lain dari demografi muslim di Turki adalah penganut paham Quranisme yang menolak kebenaran hadis dan literatur Islam lain kecuali hanya Alquran. Penganut ajaran Quranisme berkisar 1% dari keseluruhan muslim Turki. Kaum muslim tanpa denominasi tertentu memiliki persentase sebesar 1% dari keseluruhan populasi muslim di Turki.[19] Tradisi Tasawwuf atau Sufisme cukup populer di Turki. Berbagai tarekat (macam aliran dalam sufisme) berkembang di Turki. Sufisme bukanlah semacam sektea atau denominasi dalam agama Islam melainkan adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun jiwa dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.[20][21] Salah satu tokoh Sufisme Jalaluddin Rumi mengembangkan ajaran sufi di kota Konya di Semenanjung Anatolia, sekrang masuk wilayah kedaulatan negara Turki. Kota Konya juga dikenal sebagai pusat sufisme di dunia, di kota Konya pulalah tarian sufi pertama kali diciptakan.[22] Agama lainKristenAgama Kristen telah hadir jauh lebih dulu daripada agama Islam yang menjadi agama sebagian besar penduduk Turki saat ini. Agama Kristen memiliki sejarah panjang di wilayah Asia Kecil dan dataran tinggi Armenia yang kini masuk kedalam wilayah kekuasaan negara Turki. Turki menjadi tempat lahirnya beberapa orang suci dan salah satu dari dua belas murid Yesus. Tokoh-tokoh Kristen tersebut antara lain adalah Paulus dari Tarsus, Santo Timotius, Santo Nikolas dari Myra, Santo Polikarpus., dan masih banyak lainnya.[23][24] Jumlah orang Kristen di Turki mengalami penurunan yang sangat signifikan pada rentang tahun 1914 hingga 1927. Tercatat jumlah penganut agama Kristen pada tahun 1914 adalah 19% dari total penduduk Turki dan menyusut tajam menjadi hanya 2,5% saja pada tahun 1927.[5] Hal ini terjadi karena perubahan struktur demografi Turki akibat dampak Perang Dunia Pertama. Gelombang emigrasi orang-orang Kristen yang tinggal Turki; seperti orang Asiria, orang Yunani, orang Armenia dan lain-lain; ke luar meninggalkan Turki ke negara lain (sebagian besar ke benua Eropa dan benua Amerika). Saat ini tercatat ada sekitar 160.000 atau 0,2% penganut agama Kristen dengan berbagai denominasi menetap di Turki. Mayoritas denominasi Kristen di Turki adalah gereja-gereja ritus timur. Di antara denominasi Kristen tersebut terdapat sekitar 80.000 jemaat Gereja Ortodoks Oriental, 35.000 orang pengikut Gereja Katolik Roma, sekitar 18.000 orang menjadi jemaat Gereja Antiokhia Yunani, 5.000 orang jemaat Gereja Ortodoks Yunani, dan 8.000 orang lainnya adalah penganut ajaran protestanisme (berbagai denominasi protestan).[4][5][6] Terdapat pula sebagian kecil orang Turki yang menganut agama Kristen Ortodoks, kebanyakan dari mereka bergabung menjadi jemaat Gereja Ortodoks Yunani ataupun Gereja Ortodoks Siria. Orang-orang Turki yang menganut agama Kristen ini banyak terdapat di kota Istanbul dan Kota İzmir, Orang Turki Kristen sering kali salah dianggap sebagai orang Yunani. Sebagian dari mereka memang memiliki latar belakang keturunan Yunani, tetapi secara etnis mereka adalah termasuk kedalam golongan orang Turki. Populasi orang Kristen Turki ini terbentuk sejak zaman Kesultanan Utsmaniyah, mereka berasal dari orang-orang Turki asli yang menolak untuk masuk Islam.[25] Tercatat ada 236 buah gereja yang aktif melakukan pelayanan di seluruh wilayah negara Turki.[26] YudaismeBangsa Yahudi hadir di Turki sudah ada paling tidak sejak abad ke-5 Masehi. Terdapat pula gelombang migrasi orang-orang Yahudi dari kawasan Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) ketika masa Kesultanan Utsmaniyah berkuasa di wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Turki. Sebagian besar orang Turki keturunan Yahudi telah bermigrasi ke Israel dan Amerika Serikat, tetapi masih terdapat populasi orang Yahudi yang bertahan tinggal Turki. Orang Yahudi di Turki diperkirakan berjumlah sekitar 17.400 sampai 18.000 jiwa.[7][8] Sebagian besar orang-orang Yahudi di Turki berasal dari subetnis Yahudi Sefardim dengan persentase sebesar 96% dari keseluruhan populasi Yahudi yang ada di Turki. Sebagian kecil orang Yahudi lainnya di Turki berasal dari subetnis Yahudi Ashkenazi.[27] Mayoritas orang-orang Yahudi menetap di kota Istanbul. Terdapat juga komunitas orang Yahudi di kota İzmir dengan total sekitar 2.300 jiwa dan terdapat sekitar seratus orang Yahudi di Kota Ankara, Bursa, dan Adana. Sebagian orang Yahudi mencari nafkah dibidang indsutri, insinyur, kerajianan seni, dan berdagang. Terdapat 100 orang keturunan Yahudi dari sekte Yahudi Karait menetap di Turki, tetapi kebanyakan dari orang Yahudi Karait ini tidak ikut berintegrasi dengan kelompok Yahudi lainnya.[27] Lembaga pendidikan ala Yahudi dapat ditemui di beberapa tempat di Turki. Terdapat satu sekolah Yahudi di Istanbul dan juga satu sekolah Yahudi lainnya di kota İzmir. Kursus untuk membaca dan mendalami isi kandungan Talmud dan Taurat juga terdapat di Turki. Komunitas Yahudi di Turki menjalankan sebuah media cetak berupa koran berbahasa Turki dan Ladino sebagai media informasi antara anggota komunitas. Fasilitas tempat ibadah dapat ditemui di kota-kota yang menjadi kantong populasi Yahudi di Turki. Terdapat 17 buah sinagoge di kota Istanbul dan 10 buah sinagoge di kota İzmir. Di dua kota ini juga komunitas Yahudi memproduksi makanan yang memenuhi kriteria kosher untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.[27] Hubungan antara Turki dan Israel terbilang cukup pasang surut. Pemerintah Tutki dibawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdoğan memiliki sentimen negatif terhadap Israel.[28] Namun, meskipun begitu antara Turki dan Israel terjalin sebuah hubungan diplomatik bilateral sejak tahun 1948. Pemerintah Israel diberikan sebidang tanah oleh pemerintah Turki untuk mendirikan sebuah bangunan kantor duta besar Israel untuk Turki yang berkedudukan di kota Ankara.[27] Kepercayaan Baha'iPenganut kepercayaan Baha'i adalah tergolong mikro minoritas di Turki. Terdapat sekitar 10.000 jiwa penganut kepercayaan Baha'i di Turki. Turki menyimpan sejarah panjang mengenai kepercayaan Baha'i. Pendiri agama Baha'i, Bahá'u'lláh diasingkan di kota Konstantinopel dan Adrianopel (Istanbul dan Edirne) yang pada saat itu adalah termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah. Di tempat pengasingannya ini Bahá'u'lláh banyak menuangkan pemikiran-pemikiran dan hal yang dianggap sebagai wahyu dalam bentuk tulisan.[29][30] Sampai saat ini kota Istanbul dan Edirne dianggap sebagai tempat suci bagi para penganut agama Baha'i di seluruh dunia.[30] Kaum tidak beragamaSebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, keberadaan orang tanpa agama (Ateis atau Agnostisik) terbilang sebagai hal yang tidak umum di Turki.[31][32] Memetakan dan menghitung jumlah orang yang tidak beragama di Turki bukanlah perkara yang mudah, hal ini disebabkan oleh kategori 'tidak beragama' tidak diperhitungkan dalam sensus penduduk nasional di Turki. Laporan sebuah lembaga survei tahun 2013 menunjukkan 4.500.000 penduduk Turki merupakan orang-orang yang tidak beragama. Dari lembaga survei yang sama melaporkan bahwa pada tahun 2015 jumlah orang yang mengaku tidak beragama mengalami peningkatan menjadi sekitar 5.500.000 orang atau dengan kata lain 9,4% dari keseluruhan penduduk Turki adalah kaum tidak beragama. Dari 85% orang-orang yang mengaku tidak memiliki agama tersebut adalah golongan yang terbilang muda, yaitu dibawah umur 35 tahun.[33] Karena kerap mendapatkan sentimen negatif dari sebagian besar masyarakat Turki, komunitas orang-orang tidak beragama ini umumnya berkomunikasi satu sama lain melalui media internet.[34][35][36] Di Turki terdapat sebuah organisasi bagi para kaum yang tidak mempercayai agama bernama Asosiasi Ateisme Turki (Ateizm Dernegi) yang didirikan pada tahun 2014.[37] Organisasi ini adalah lembaga ateis pertama yang ada di kawasan Timur Tengah dan Kaukasus.[36] Sekularisme di TurkiKonstitusi Republik Turki menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negaranya dan hal ini merupakan salah satu amanat uatama yang mesti dijalankan oleh pemerintah negara Turki. Namun, pada kenyataannya pemerintah Turki terkesan memaksakan beberapa larangan untuk mengekspresikan atau melaksanakan kegiatan praktis keagamaan bagi setiap warga negaranya. Contoh larangan-larangan tersebut adalah aturan yang melarang perempuan menggunakan hijab atau atribut keagamaan lainnya di tempat-tempat umum seperti kantor pemerintahan dan perguruan tinggi.[38] Aturan-aturan ini dibuat dengan alasan bahwa negara Turki menganut paham sekuler sehingga merupakan kewajiban pemerintah untuk menjauhkan urusan negara dan pemerintahan terhadap urusan keagamaan. Meskipun Turki merupakan negara yang berpaham sekuler, tapi konstitusi Republik Turki juga membebaskan setiap warga negaranya untuk memilih kepercayaan, kebebasan beribadah, dan kebebasan menyebarkan informasi keagamaan, Namun, disaat yang sama konstitusi negara yang menyatakan bahwa Turki sebagai negara sekuler juga dapat mebatasi kebebasan-kebebasan beragama tersebut.[39] Sementara negara sekuler lain memiliki sekolah agama dan sistem pendidikannya sendiri, di Turki para pelajar baru dapat menerima pendidikan agama setelah memasuki usia tertentu. Pembukaan sekolah atau perguruan agama secara swasta merupakan hal yang terlarang di Turki. Di Turki, sekolah agama harus berada dibawah kendali pemerintah.[40][41] Pemerintah Turki membuat sekolah yang diperuntukkan untuk mendidik para calon imam yang akan bertugas di masjid-masjid seluruh Turki. Sekolah agama ini disebut dengan imam hatip lisesi. Sekolah ini mengajarkan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Sekolah imam hatip lisesi dibentuk untuk mencetak para imam atau pemimpin religius di lingkungan kecil masyarakat Turki. Lulusan sekolah imam hatip lisesi tidak dapat melanjutkan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan para siswa di imam hatip lisesi memang sudah diorientasikan untuk terjun ke masyarakat sebagai imam dan ulama bukan untuk menjadi insinyur, dokter, hakim, ataupun profesi yang lain.[42] Pemerintah Turki dalam mengurus urusan keagamaan penduduknya (hanya umat muslim yang berpaham ahlusunah waljamaah saja) melalui sebuah lembaga negara yang dibawahi langsung oleh Perdana Menteri. Lembaga ini disebut dengan Direktorat Kementerian Urusan Keagamaan dan dalam bahasa Turki disebut Diyanet İşleri Başkanlığı atau populer dikenal dengan Diyanet saja. Diyanet mengemban tanggung jawab atas seluruh masjid (hanya masjid Sunni) di seluruh wilayah kedaulatan Turki. Diyanet memiliki wewenang untuk mengurus operasional masjid seperti merekrut pengurus dan imam masjid sebagai pegawai negeri sipil.[43][44] Beberapa kelompok keagamaan lainnya, khususnya kaum Alevi menganggap Diyanet sebagai lembaga yang melakukan tindakan diskriminatif terhadap kelompok agama selain Islam Sunni. Namun, menurut pihak pemerintah Turki Diyanet telah melakukan perlakuan yang adil bagi setiap kelompok agama yang ada di Turki. Orang-orang Syi'ah Alevi melakukan peribadatan mereka tanpa menggunakan jasa imam yang disediakan oleh pemerintah Turki, melainkan kaum Syi'ah Alevi ini menggelar peribadatan bersama mereka di cemevi yang dipimpin oleh seorang Dedes.[45][46] Diyanet dan sekulerismeReformasi yang terjadi pada masa Kesultanan Utsmaniyah di abad ke-20 masehi telah banyak mengubah Turki dalam banyak aspek. Salah satu perubahan yang terbilang cukup signifikan adalah penerapan paham sekularisme di Turki yang digagas oleh Mustafa Kemal Atatürk. Meskipun mengaku sebagai negara sekuler, Republik Turki melonggarkan beberapa aturan yang biasanya diterapkan di negara sekuler lainnya, seperti:
Urusan yang berkaitan dengan keagamaan di Turki diambil oleh oleh sebuah lembaga negara yang bernama Diyanet İşleri Başkanlığı atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Direktorat Kementerian Urusan Agama.[47] Diyanet mengemban tanggung jawab atas seluruh masjid (hanya masjid Sunni) di seluruh wilayah kedaulatan Turki. Diyanet memiliki wewenang untuk mengurus operasional masjid seperti merekrut pengurus dan imam masjid sebagai pegawai negeri sipil.[43] Diyanet İşleri Başkanlığı pertama kali dibentuk oleh Bapak Bangsa Turki, Mustafa Kemal Atatürk, melalui Majelis Agung Nasional Turki sebagai penerus Shaykh al-Islām setelah pembubaran Kesultanan Utsmaniyah.[47] Sesuai dengan ketetapan konstitusi Turki, Diyanet memikliki kewajiban untuk "menjalankan tugas terkait dengan kepercayaan, ibadah, dan etika Islam, dan mencerahkan masyarakat mengenai agama mereka, dan mengelola tempat-tempat ibadah yang suci”. Diyanet juga bertanggung jawab atas khotbah jumat yang disampaikan oleh imam setiap minggu di masjid-masjid saat berlangsungnya ibadah salat Jumat. Terdapat sekitar 85.000 masjid di dalam wilayah negara Turki dan 2.000 masjid lain di luar negeri yang beroperasi di bawah pengawasan Diyanet. Diyanet menyediakan pendidikan Al-Quran untuk anak-anak dan melatih serta merekrut para imam sebagai pegawai negeri sipil untuk bertugas di masjid-masjid dibawah pengawasan pemerintah.[48] Biaya operasional Diyanet İşleri Başkanlığı hanya diambil dari pajak dan sumbangan dari kalangan umat muslim sunni. Agama dan kepercayaan lain di Turki harus melakukan swadana untuk kebutuhan keuangan operasional kegiatan agama mereka.[49] Pemungutan pajak di Turki diberlakukan secara sama. Pajak di Turki tidak ada pembedaan berdasarkan agama yang dianut oleh penduduk. Namun, melalui Diyanet İşleri Başkanlığı hak yang diberikan tidak sama bagi masing-masing agama di Turki. Diketahui pada tahun 2012 terdapat dana sebesar 2,5 miliar dollar Amerika untuk fasilitas kegiatan keagamaan bagi kaum muslim sunni saja. Sebagai contoh muslim Syi'ah dari sekte Ja'fari (mayoritas beretnis Azerbaijan) dan muslim Syi'ah Alevi Bektashi (mayoritas beretnis Turkmen), dua kelompok keagamaan ini ikut serta dalam hal pendanaan masjid dan gaji imam-imam kaum Sunni, tetapi tempat ibadah mereka tidak diakui secara resmi oleh negara sehingga menyebabkan mereka tidak mendapatkan dana dari pemerintah untuk menjalankan operasional aktivitas keagamaan mereka. Sekte-sekte seperti Alevi-Bektashi, Bayrami-Jelveti, Halveti (Gulshani, Jerrahi, Nasuhi, Rahmani, Sunbuli, Ussaki), Hurufi-Rüfai, Malamati, Mevlevi, Nakşibendi (Halidi, Haqqani), Qadiri-Galibi and muslim Syi'ah Ja'fari[50] tidak diakui secara resmi oleh pemerintah Republik Turki.
Pada tahun 2013 tercatat lebih dari 4,6 miliar Lira Turki anggaran pembelanjaan yang dikeluarkan oleh Diyanet İşleri Başkanlığı, menempati urutan ke-16 di antara lembaga pemerintahan lain. Anggaran yang dialokasikan untuk Dinayet adalah:
Anggaran Dinayet Diyanet's budget menggambarkan:
Tingkat religiusitas penduduk TurkiMenurut survei yang dilakukan oleh Universitas Sabancı tahun 2009, sebanyak 98,3% penduduk Turki menyatakan diri sebagai muslim.[61] Sebesar 16% dari total populasi muslim tersebut termasuk kedalam golongan "sangat religius", 39% lainnya tergolong "cukup religius", dan 32% lainnya termasuk kedalam kategori "tidak religius".[61][62] Sebagian kecil lainnya sebesar 3% dari populasi Turki menyatakan diri sebagai orang yang tidak percaya terhadap agama.[62] Menurut hasil laporan Pusat Penelitian Pew tahun 2015 terkait tingkat religiusitas penduduk Turki adalah sebagai berikut:[63]
Menurut hasil laporan Gallup Poll tahun 2012 terkait tingkat religiusitas penduduk Turki adalah sebagai berikut:[64]
Menurut hasil laporan Eurobarometer tahun 2010 terkait tingkat religiusitas penduduk Turki adalah sebagai berikut:[65]
Menurut laporan survei KONDA tahun 2007 terkait tingkat religiusitas penduduk Turki adalah sebagai berikut:[66]
Lihat pulaReferensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia