Mitologi kota yang tenggelam merupakan salah satu tema banjir besar dalam cerita rakyat Tiongkok. Tema ini memiliki beberapa ciri spesifik: satu atau dua orang yang selamat, patung yang menangis darah, dan kota yang tenggelam beserta seluruh penduduknya. Orang yang selamat biasanya diceritakan memiliki kebaikan sehingga dewa-dewa bersedia menolongnya, bisa seorang ibu tua, anak yang berbakti, dan sebagainya. Patung yang menangis darah biasa berupa patung singa batu (terkadang penyu). Mitologi ini sering kali dicampuradukkan dengan mitologi mengenai banjir besar yang memusnahkan hampir seluruh umat manusia sehingga wilayah yang tenggelam menjadi lebih luas, tidak hanya satu kota melainkan seluruh dunia.[1]
Catatan Pencarian Makluk Supernatural (Hanzi: 搜神記; Pinyin: Sōushénjì) merupakan suatu kompilasi cerita abad ke-4 Masehi yang disusun oleh Gan Bao pada masa Dinasti Jin Timur. Literatur ini memuat dua versi kisah mengenai tenggelamnya sebuah kota pada bab 13 dan 20. Kisah Bab 20 mengisahkan seorang wanita tua yang baik hati memperoleh ramalan bahwa kota yang ia tinggali akan tenggelam jika mata patung kura-kura di kotanya berubah menjadi merah. Setiap hari ia memeriksa mata patung kura-kura tersebut hingga seorang anak nakal mengecat mata patung itu dengan warna merah. Wanita tua itu, dengan bantuan seekor naga, keluar dari kota, sesaat sebelum kotanya tenggelam menjadi danau.[1]
Versi Buddhis
Versi modern menyebut BodhisatwaKsitigarbha menyamar menjadi pengemis untuk mencari orang yang masih percaya kepada Buddha dan para dewa. Ia menemukan seorang wanita tua yang sedang berdoa dan bersedia memberikan setengah nasi persembahannya kepada si pengemis. Bodhisatwa memberitahunya bahwa kota tempat tinggalnya akan tenggelam saat mata patung singa berubah menjadi merah, yang diteruskan si wanita tua kepada seluruh penduduk. Namun, para penduduk menertawainya dan diam-diam mengecat mata patung singa di kota mereka menjadi merah. Saat wanita tua itu melihat mata singa menjadi merah, ia berusaha memperingatkan para penduduk tapi mereka menertawainya. Wanita tua tersebut naik sendirian ke atas bukit hingga ke puncaknya dan menoleh, melihat bahwa kotanya telah tenggelam. Ia menangis dengan sedih.[2]
Nanyang (1982)
Legenda dari Nanyang, Henan menyebut sepasang kakak beradik yang sering bermain dengan patung singa besi di depan sebuah kuil. Suatu hari, seorang biksu menyarankan agar mereka memberi makan patung singa tersebut dengan bakpao kukus setiap hari dan memperhatikan matanya: jika menjadi merah, keduanya harus masuk ke dalam perus singa. Suatu hari si kakak melihat mata singa itu menjadi merah sehingga ia dan adik laki-lakinya buru-buru masuk ke perut singa. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan angin bertiup kencang. Setelah langit kembali cerah, keduanya melihat bahwa "langit telah runtuh" dan semua manusia tewas. Kedua mencari orang lain yang selamat sambil membawa bakpao yang ada di dalam perut patung singa hingga akhirnya bertemu seorang wanita tua di puncak gunung, keduanya bertanya apa yang harus mereka lakukan untuk selanjutnya. Wanita tua itu memberi nasihat agar keduanya menggelindingkan sepasang batu gerinda dari puncak gunung: jika kedua batu itu saling bertumpuk setelah sampai di kaki gunung, keduanya harus menikah untuk mengisi ulang dunia. Ternyata sepasang batu tersebut saling menumpuk dan mereka memiliki lima orang putra dan lima orang putri. Masing-masing putra dan putri mereka juga saling berpasangan dan akhirnya dunia kembali dipenuhi oleh manusia.[1]
Delapan Dewa
Komik "The Eight Immortals Cross the Sea" karya Chan Kok Sing[3] mengisahkan Kaisar Giok bermaksud menenggelamkan sebuah kota yang penduduknya bertabiat buruk. Delapan Dewa berusaha mencegah karena mereka percaya masih ada orang baik di antara para penduduk dan tidak adil jika orang-orang baik tersebut juga dihukum. Maka Li Tie Guai dan Han Xiang Zi turun sambil menyamar sebagai dua pengemis. Para penduduk mencemooh mereka, bahkan seorang wanita melemparkan kue yang sudah digunakan untuk mengelap kotoran bayinya kepada mereka. Keesokan harinya mereka menyamar sebagai penjual minyak yang menjual minyak dua botol dengan harga yang lebih murah daripada harga minyak satu botol. Para penduduk berbondong-bondong membeli minyak dua botol dengan berpikir bahwa kedua penjual minyak tersebut bodoh. Seorang gadis kembali kepada mereka untuk membayar dua botol minyak dengan harga yang pantas, atas perintah kakeknya. Li Tie Guai dan Han Xiang Zi merasa puas kemudian kembali ke langit untuk melaporkan penemuan mereka. Keduanya kemudian turun kembali untuk memberi tahu si kakek bahwa kota mereka akan ditenggelamkan oleh Kaisar Giok saat patung singa di kotanya menangis darah. Kakek tersebut bergegas memberi tahu seluruh kota dan setiap hari mengecek patung tersebut, tetapi ia ditertawakan dan dianggap gila. Suatu hari, penduduk desa mengecat mata patung singa dengan darah babi, si kakek terkejut dan kembali memperingatkan penduduk yang lagi-lagi menertawakannya. Ia buru-buru membawa cucunya ke tempat tinggi dan keduanya melihat kota mereka diguyur hujan badai hingga tenggelam.
Kultur
Gùshi shíshī yǎn hóng 紅眼石獅故事 ("Kisah Mata Shishi menjadi Merah") merupakan judul sebuah drama tarian oleh "New Tang Dynasty Performing Arts Center" (koreografi oleh Tia Zhang) untuk merayakan Tahun Baru Imlek2006, menampilkan seorang wanita tua yang baik hati dan Dewi Kwan Im.[4][5]
^Dafa is Great (24 september 2014). "When the Lion's Eyes Turn Red [ HD ]". Youtube. Diakses tanggal 15 November 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)