Mimi Mariani Lusli adalah seorang penyandang tunanetra yang memiliki dua gelar master dari Universitas Indonesia dan Universitas Leeds.[1] Perempuan kelahiran 17 Desember 1962 ini memiliki keprihatinan terhadap tunanetra atau anak berkebutuhan khusus.[2] Oleh karena itu, Mimi berinisiatif mendirikan sebuah tempat konseling penyandang cacat yang diberi nama Mimi Institute.[2] Lembaga yang didirikan oleh Mimi pada Desember tahun 2009 tersebut bertujuan untuk membiasakan isu kecacatan, agar lingkungan lebih ramah terhadap anak berkebutuhan khusus.[2]
Awal Kebutaan Mimi Mariani Lusli
Pada saat Mimi sedang menempuh pendidikan kelas empat di SD Candranaya, Jakarta Barat, prestasi Mimi terus mengalami penurunan akibat penglihatannya yang tak sempurna.[2][3] Pandangannya mulai kabur saat Mimi duduk di kelas lima sekolah dasar.[2] Keadaan ini membuat Mimi harus berhenti sekolah karena kondisinya semakin sulit untuk memahami pelajaran.[3] Ketika itu keluarga Mimi mulai mengupayakan kesembuhan bagi sang anak, mulai dari dokter mata dan dokter saraf hingga pengobatan alternatif.[2][3] Selama proses itu berjalan, Mimi akhirnya bersekolah di Sekolah Tunagrahita Bakti Luhur, Malang, Jawa Timur.[2] Semakin hari impian Mimi akan kesembuhan malah kian terasa jauh, kondisi matanya menjadi semakin buruk.[3] Ketika Mimi merayakan ulang tahun ke 17, Mimi sangat ingin kembali bersekolah.[3] Tetapi pada saat itu pula, dokter mendiagnosis bahwa Mimi mengalami kebutaan total dan tidak bisa diobati.[3] Penyakit genetis retinis pigmentosa merupakan penyakit degenerasi retina yang menjadi penyebab kebutaan Mimi.[4] Karena penyakit itu mengenai saraf dan genetis, sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif.[4]
Pendidikan
Setelah lulus dari Sekolah Tunagrahita Bakti Luhur Malang, Mimi merasakan sendiri bagaimana sulitnya mencari sekolah lagi bagi tunanetra.[2] Ia kemudian melanjutkan pendidikan setara Sekolah Menengah Pertama di Malang pada tahun 1982.[2] Pada tahun 1982 hingga 1985, ia menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru Santa Maria.[2] Mimi baru memperoleh gelar sarjana empat tahun kemudian pada tahun 1989 di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta.[2] Tidak puas hanya lulus sarjana, Mimi berhasil meneruskan dan menyelesaikan kuliah pasca sarjana di Fakultas Ilmu Adminstrasi, Universitas Indonesia (1995-1997).[5][6] Pada tahun 2003, Mimi berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Leeds, Inggris.[5] Tidak cukup sampai disitu, pada tahun 2010 Mimi memperoleh beasiswa untuk studi S3 di Faculty of Earth and Life Scienes, Universitas Amsterdam, Belanda.[6] Ia memilih topik disertasi tentang stigma, khususnya yang berkaitan dengan kusta dengan lokasi penelitian di Cirebon.[7]
Karier
Karena kecintaannya terhadap dunia pendidikan, Mimi pun memutuskan untuk berkarier sebagai pengajar dan dosen.[4] Mimi pernah menjadi guru di SMA Santa Ursula dan BHK Kristoforus Grogol.[4] Kemudian menjadi dosen di Universitas Atma Jaya sejak tahun 1994 hingga 2003.[4] Selain itu, Mimi juga aktif di berbagai organisasi seperti menjadi anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), salah satu pendiri Mitra Netra, pendiri sekaligus ketua pertama Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HPWCI), LSM Tunanetra Leticia (paduan suara penyandang disabilitas di Gereja Katedhral Jakarta) dan pendiri Mimi Institute.[4][7]
Mimi Institute
Mimi mendirikan Mimi Institute dengan visi memberdayakan para penyandang cacat dalam rangka untuk meningkatkan semangat juang dan kemandirian dalam membantu diri mereka saat berinteraksi dengan masyarakat.[7] Sedangkan misi dari Mimi Institute adalah memberikan kegiatan pendidikan (informasi, pengetahuan dan keterampilan) kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan lebih baik tentang kecacatan, memiliki sikap positif dan jauh lebih ramah saat berinteraksi dengan orang-orang penyandang cacat.[6][7]
Karya
Mimi menulis beberapa buku karyanya yang berkaitan dengan disabilitas, yakni Bagaimana Cara Menulis dan Membaca Braille, Tips Cara Berkomunikasi dengan Tunanetra, dan Helping Children With Sight Lost.[6] Ia juga menjadi editor otobiografi buku karya Chandra Gunawan berjudul Berkarya dalam Gelap dan Sunyi.[6] Mimi juga pernah mempresentasikan dua proyek di mancanegara, diantaranya adalah "The Itinerant in Inclusice School" yang diselenggarakan oleh Handicap International di London, Inggris tahun 2007 dan proyek "Infrastruktur dan Aksesibilitas sebagai Bagian dari Inklusivitas” pada pertemuan antarnegara di kawasan Asia Pasifik yang diselenggarakan oleh The Rehabilitation International, di New Delhi, India pada tahun 2010.[6]
Penghargaan
Tahun 2008, Mimi terpilih sebagai partisipan pada ''Women International Leadership and Disability'' yang diadakan Mobility International Amerika Serikat.[6] Tahun 2009, ia diundang untuk menghadiri Konferensi Asia Pacific Disability Research yang diselenggarakan Universitas New South Wales, Sydney, Australia.
Referensi