Masjid Jami Sultan Lingga berada satu kompleks dengan makam Sultan Mahmud Syah III, yang tepatnya berada di belakang atau sisi barat masjid. Masjid beserta makam telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai cagar budaya pada 2007.[4][3]
Sejarah
Masjid Jami Sultan Lingga dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah III yang memerintah Kesultanan Melayu Riau-Lingga sekitar tahun 1770-1811. Era Sultan Mahmud Syah III ditandai dengan pemindahan pusat kerajaan dari Bintan ke Lingga. Keberadaan masjid ini menandai bahwa Kerajaan Melayu Riau-Lingga pernah berpusat di Lingga, tepatnya di Desa Daik.[3]
Terdapat dua versi mengenai tahun pendirian masjid. Dari inskripsi di mimbar masjid, tertulis tanggal 12 Rabiul Awal 1212 H (atau sekitar tahun 1792) yang diasumsikan sebagai tahun pembangunan masjid. Adapun sumber lainnya menyebutkan bahwa pembangunan Masjid Jami Sultan Lingga dimulai sekitar tahun 1803.[5][3]
Masjid Jami Sultan Lingga awalnya terbuat dari kayu dan hanya menampung 40 orang. Ketika didirikan, bangunannya terbuat dari kayu. Pada 1961, pemerintah setempat merenovasi bangunan selama dua tahun dengan tetap mempertahankan bentuk asli masjid. Bangunan dirombak dan diganti dengan konstruksi beton sehingga masjid ini mendapat status sebagai masjid jami yang dapat digunakan untuk salat lima waktu, salat Jumat, dan salat Ied. Sepanjang sejarahnya, Masjid Jami Sultan Lingga tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga merupakan tempat pendidikan agama dan baca tulis Arab Melayu. Hal tersebut dapat dilihat dari peninggalan kitab-kitab lama yang masih tersimpan di Masjid Jami Sultan Lingga.[3][6][7][5]
Konstruksi
Masjid Jami Sultan Lingga berdiri di atas lahan berukuran 73 x 69 meter. Denah bangunan berukuran 12,40 x 10,45 meter. Bangunan terbagi atas beberapa ruang, yakni serambi, ruang utama, dan mihrab.[2]
Masjid Jami Sultan Lingga memakai atap asbes yang diperkuat dengan kuda-kuda. Plafonnya dari papan kayu berwarna kuning gading. Tidak seperti masjid tradisional pada umumnya, masjid ini tidak memiliki tiang utama atau soko guru. Bangunannya ditopang oleh sepuluh pilar, terdiri dari enam pilar di serambi dan empat pilar di ruang utama. Masing-masing pilar memiliki tinggi 3,72 m dan berpenampang bujur sangkar berukuran 60 x 60 cm. Pilar terdiri dari susunan batu bata dengan plesteran spesi, lumpur, dan pasir.[2]
Serambi dan ruang utama
Serambi terletak pada sisi timur berupa ruangan terbuka yang dikelilingi oleh tirai besi berukir krawangan setinggi 1 meter. Serambi berukuran 11,90 x 8,45 meter. Di bagian samping dan depan, terdapat enam tiang pilar. Pintu masuk ke bagian serambi terdapat pada sisi timur, utara, dan selatan.[3]
Akses dari serambi menuju ruang utama yang merupakan ruang salat dihubungkan lewat tiga pintu di sisi timur. Pintu utama di bagian tengah berukuran 2,62 x 1,67 meter dengan empat daun pintu, sedangkan dua pintu lainnya berukuran 2,25 x 1,5 meter dengan dua daun pintu. Ketiga pintu diukir dengan pola sulur-suluran dengan warna dominan hijau dan putih.[2][8]
Dinding masjid berupa dinding bata berlepa yang dicat berwarna kuning. Jendela pada ruang utama berjumlah delapan buah, masing-masing tiga di sisi utara dan selatan serta masing-masing satu di kiri dan kanan mihrab. Jendela-jendela tersebut berukuran 117 x 135 cm dengan daun jendela kaca berbingkai kayu.[3]
Lantai pada serambi berupa dan ruang utama berupa lantai tegel batu pualam putih yang masih asli rata-rata berukuran 45 x 45 cm.[3][2]
Mihrab
Bagian mihrab berukuran 4,18 x 0,38 meter dengan atap berbentuk kubah dari beton. Pada dinding utara dan selatan bagian mihrab, terdapat jendela yang ditutup dengan kaca, berbentuk oval dengan ukuran tinggi 1,20 meter dan garis tengah 0,90 meter. Mimbar yang terdapat di bagian mihrab merupakan mimbar yang masih asli terbuat dari kayu, berukuran 0,225 x 0,180 meter. Mimbar ini dipahat secara krawangan dengan hiasan bermotif suluran dan bunga-bungaan.[3]
Peninggalan lain
Masjid Jami Sultan Lingga memiliki peninggalan berupa bedug yang terletak pada serambi di sisi utara.[2] Pada bagian sisi kanan masjid, terdapat sebuah kolam sebagai tempat untuk berwudhu yang sekarang sudah tidak lagi terpakai. Kolam bak wudlu ini berukuran 5,70 x 3,40 meter dengan kedalaman 1,2 meter.[3][6]
Di kompleks masjid, terdapat dua unit meriam yang ditempatkan di kiri dan kanan depan masjid. Selain itu, terdapat beberapa makam di bagian belakang masjid. Makam yang utama adalah pusara Sultan Mahmud Syah III, pendiri Masjid Jami Sultan Lingga. Makam tersebut telah diberi pagar tembok.[4][7][6]