Karaeng Mashur adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai nenek moyang komunitas Adak Todo-Pongkor di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Mashur merupakan perantau Minangkabau yang awalnya menetap di kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan.[1]
Ia dan rombongan pengikutnya pindah ke pulau Flores bagian barat (Manggarai) setelah kekalahan kerajaan Gowa dari Belanda pada pertengahan abad ke-17. Perjanjian Bongaya antara kerajaan Gowa dan Belanda pada tahun 1667 yang sangat merugikan kerajaan Gowa ini telah menyebabkan migrasi besar-besaran orang-orang Gowa ke berbagai penjuru di Nusantara, termasuk orang-orang dari Minangkabau dan Melayu yang sebelumnya mendapatkan hak istimewa sebagai birokrat kerajaan, pedagang, dan ulama di kerajaan besar dibagian timur Nusantara itu.
Ditempat yang baru, Mashur dan rombongannya memperkenalkan alat dari besi dan api, serta sistem pertanian dan perladangan, memintal benang, dan mendirikan rumah besar pada masyarakat setempat yang disebut 'orang Kuleng', yang kala itu masih belum mengenal peradaban tersebut. Ia kemudian dijadikan pemimpin oleh masyarakat asli karena jasa-jasa dan kelebihannya. Melalui pernikahan dengan warga asli, keturunan Karaeng Mashur dan rombongannya kemudian hari menjadi cikal bakal dari komunitas Adak Todo-Pongkor.[1]
Referensi
- ^ a b "Bermimpi Menjadi Sejahtera". Harian Kompas, 9 dan 11 Februari 2015, hal. 14.
Bacaan lanjutan
- "Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi". Dami N. Toda, Nusa Indah, 1999, ISBN-10: 9794291420, ISBN-13: 978-9794291429.
Pranala luar