Maria Sri Wulan Sumardjono (lahir 23 April 1943) adalah seorang akademisi Indonesia. Saat ini, ia menjabat sebagai guru besar hukum agraria untuk Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya, ia pernah menjadi Dekan UGM periode 1991-1997. Selain itu, ia merupakan Kepala Pusat Pengkajian Hukum Tanah (PPHT) Fakultas Hukum UGM sejak 1995. Cukup banyak posisi yang pernah dijabati oleh Maria sebagai seorang akademisi, peneliti, pejabat pembuat keputusan maupun sebagai pemakalah dalam seminar agraria. Implementasi dari kerja-kerja terkait agraria yang dijalani oleh Maria, ia mendokumentasikan semua hal tersebut dalam bentuk buku, terdapat 10 buku yang tergolong kepada buku yang telah diterbitkan maupun dalam rancangan penerbitan.
Maria memilih fokus keilmuan agraria dikarenakan sikap-sikap keadilan yang dipatenkan oleh orangtuanya sedari kecil. Perihal ini menjadi salah satu pemicu bagaimana Maria mendalami keilmuannya walaupun pada dasarnya Maria tidak memiliki dasar pengetahuan yang cukup terhadap ilmu ini. Dorongan yang kuat juga ia dapatkan dari dosen-dosen semasa kuliah, namun hal tersebut tidak menjadikan Maria sebagai sosok yang memiliki tingkat ketergantungan pada orang lain yang tinggi. Dorongan yang diberikan hanya untuk mendalami tanpa ada intervensi yang lebih dari pihak-pihak luar.
Maria dikenal sebagai sosok perempuan pekerja keras dengan disiplin yang tinggi. Seperti yang dicartat oleh Kompas, kepribadian tersebut telah terbentuk dimulai sejak Maria mulai mengikuti jenjang pendidikan karena Maria mengikuti program asrama di sekolah.[1] Namun, hal yang mendasar dari itu semua adalah pendidikan moral yang sudah didapatkan dari rumah, Maria dididik dengan cukup ketat. Sikap tersebut diimplementasikan dalam membangun kariernya sebagai seorang akademisi, peneliti maupun pejabat pembuat keputusan. Sebagai buah hasil kerja keilmuannya, Maria memperoleh penghargaan seperti Satya Lencana Kesetiaan, 25 tahun pengabdian sebagai staf pengajar UGM dan Piagam Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama sebagai Penasihat Ahli Menteri Negara Agraria pada tahun 1998.[2]
Maria yang krirtis dan berpretasi ternyata memiliki kecendrungan untuk membaca bacaan sastra, seperti buku-buku Pramoedya Ananta Toer, Karl May, dan lainnya. Hobi membaca sastra ini dibarengi dengan kebiasaan menonton film di bioskop,[1] serta hingga sekarang Maria ikut aktif menulis beberapa artikel di media massa.
Referensi