Maria Darmaningsih


Maria Darmaningsih (lahir 24 Maret 1956) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa koreografi tari yang dipentaskan di berbagai panggung pertunjukan, baik dalam negeri maupun mancanegara. Maria Darmaningsih merupakan salah satu akademikus di Institut Kesenian Jakarta. Atas prestasi dan pengabdiannya, dia menerima penghargaan dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia sebagai Penyelenggara Festival Terbaik di Indonesia, bersama dengan Nungki Kusumastuti dan Ina Suryadewi (2014).[1][2]

Maria adalah salah satu penyintas covid-19 [3]

Latar belakang

Maria Darmaningsih mengawali kariernya sebagai seniman saat rumah tinggalnya di Bandung menjadi ajang pelatihan seni-budaya. Di rumah tua itulah berbagai ragam kesenian dari mulai seni tari, seni rupa, musik gamelan, piano, dan teater menyemarakan suasana sehari-hari. Berangkat dari rumah seni itulah Maria Darmaningsih menjelajahi berbagai kota besar di Indonesia hingga mancanegara untuk urusan pertunjukan kesenian. Berawal dari sebuah arloji mewah hadiah dari Prof. Prijono, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia zaman pemerintahan Bung Karno. Arloji ini dijual dan digunakan membeli seperangkat gamelan. Karena ibundanya tahu persis ia sangat menggandrungi kesenian khususnya tari. Tetapi juga dua saudara kandungnya yang waktu itu masih berumur belasan tahun pun menggemari kesenian. Di antaranya anak-anaknya ada yang suka menari, musik, menyanyi, drama, seni rupa, menabuh gamelan, main piano dan lain-lain. Setelah mereka meningkat remaja dan keluarga tinggal di Kota Bandung bersama saudara-saudara kandungnya belajar kesenian. Beberapa mahasiswa Seni Rupa Institut Teknologi Bandung diundang untuk melatih melukis. Dan juga seniman tari asal Bali, Bulan Trisna Djelantik yang waktu kuliah di ITB diundang untuk melatih tari Bali.

Selepas SMA di Bandung, dia mendapat kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar di Queenwood School, Sydney, Australia. Di Australia, ia menampilkan beberapa nomor tari Jawa klasik, Sunda, dan Bali. Sepulang dari Australia, langsung menuju Yogyakarta untuk memperdalam ilmu kesenian khususnya tari klasik Yogyakarta pada ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) Yogyakarta. Menyelesaikan program D3 tahun 1979. Meraih Sarjana Seni jurusan Dance Etnologi pada Institut Kesenian Jakarta berkolaborasi dengan Universitas Indonesia pada tahun 1987.[4]

Sri Tanjung merupakan salah satu dari belasan karya koreografinya yang dipentaskan di Bandung tahun 1982. Sejumlah besar karya lainnya banyak dipentaskan di luar negeri antara lain The Lotus Blossom I, II dan III, Love and Life, dan Beginning and End yang digelar di Kanada. Karya berikutnya, Ruwatan, dipentaskan di Amsterdam, Belenda, Bandung, Yogyakarta, dan Makassar.[5]

Koreografi

  • Langen Kusuma Warasthra (Yogyakarta, 1979)
  • Manglung Sekar (Yogyakarta, 1980)
  • Sri Tanjung ( Bandung, 1982)
  • Tarian Anak-anak (Makassar, 1983)
  • Bedaya Dewabrata (Jakarta,1987)
  • Manggon (1995)
  • Ruwatan (Belanda, 1996)
  • Celebration of Life (Jakarta, 1998)
  • The Lotus Blossom II (Kanada, 2000)
  • The Circle of Life (Kanada, 2000)
  • Beginning and End (Kanada, 2001)
  • The Lotus Blossom II (Kanada, 2001)
  • Love and Life (Kanada, 2002)
  • The Lotus Blossom III, (Kanada, 2002)

Buku

Seni Tari (PT Gramedia Pustaka Utama 1990)

Penghargaan

  • Mendapat Penghargaan dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia sebagai Penyelenggara Festival Terbaik d Indonesia bersama dengan Nungki Kusumastuti dan Ina Suryadewi (2014)

Referensi