Mandula adalah salah satu Desa definitif yang masuk dalam wilayah Kecamatan Lembo Raya, Kabupaten Morowali Utara. Mandula dulunya hanya sebuah Dusun kecil yang masuk dalam Pemerintahan Desa Po’ona, akan tetapi dalam perkembangannya Mandula dimekarkan menjadi Desa Definitif berdasarkan Peraturan Bupati Morowali No.8 Tahun 2004.
Secara geografis Desa Mandula sangat subur untuk pertanian dan perkebunan. Hal ini dapat dilihat dari Sebagian besar masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani. Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan, Desa Mandula terletak 100-200 Mdpl sementara luas Desa Mandula adalah ± 60 Km2. Jarak Desa Mandula ke ibukota Kecamatan sekitar 13 Km, ke Ibukota Kabupaten 51 Km, dan ke ibukota provinsi Sulawesi tengah sekitar 400 Km.
Bisa dikatakan bahwa penduduk di Desa Mandula tidak ada yang merupakan penduduk asli. Desa Mandula berdiri di antara wilayah kampung Undoro (Po’ona Tua) dan Dolupo (sekarang di kenal Dolupo Karya/Lawangke) yang merupakan anak Suku Mori Ulu Uwoi. Sementara penduduk Desa Mandula pada awalnya merupakan pendatang dari berbagai Desa di sekitar Kecamatan Lembo kala itu, seperti Desa Wawopada, Uluanso, Beteleme, Kumpi, Ronta, Petumbea dan Po’ona. Selanjutnya disusul dengan kedatangan etnis Toraja yang berpindah dari Sulawesi Selatan mengadu nasib di Tanah Mori, salah satunya di Desa Mandula.
Berdasarkan Data Desa, jumlah penduduk Desa Mandula sampai dengan bulan Juni 2023 adalah 701 orang, dengan jumlah 215 Kepala Keluarga, terdiri dari 385 jiwa laki-laki dan 316 jiwa perempuan. Dengan jumlah tersebut sex rasio di Desa Mandula adalah 123, yang artinya dalam setiap 100 jiwa perempuan terdapat 123 jiwa laki-laki. Kemudian berdasarkan luas desa yang mencapai 60.00 Km2, maka kepadatan penduduk di Desa Mandula adalah 11 Jiwa/Km2.
Sebagian besar masyarakat Desa Mandula merupakan Suku Mori yang berasal dari beberapa Desa dan anak suku yang berbeda-beda, antara lain To Roda, To Mobahono, To Watu, To Molongkuni, dan sebagainya. Akan tetapi karena letak Desa Mandula berada di wilayah anak suku to Ulu Uwoi, maka Hukum Adat yang digunakan adalah Adat Ulu Uwoi. Selain Suku Mori, di Desa Mandula juga terdiri dari Suku Toraja, Bugis, Makassar dan Bali. Dengan keberagaman etnis ini juga memengaruhi keragaman Ras dan Agama di Desa Mandula.
Dulunya di daerah sekitar Desa Mandula hidup sebuah pohon Mundu (Garcinia Dulcis) yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama pohon Mandula. Pohon ini memiliki buah yang berwarna kuning keemasan jika sudah matang, dapat dikonsumsi dan terasa asam-asam segar. Daunnya juga dapat digunakan sebagai rempah untuk memberi rasa asam pada makanan.
Sekitar tahun 1930-1950an sarana transportasi masih sulit, sehingga jika orang ingin melakukan perjalanan biasanya hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Di bawah Pohon Mandula inilah biasanya orang yang berjalan kaki singgah beristirahat bahkan melepas dahaga dengan segarnya buah Mandula.
Dahulu di Desa Mandula belum ada satupun rumah, hanya hamparan padang ilalang yang luas membentang. Kemudian sekitar tahun 1983-1984 Pemerintah kala itu membangun sebuah Desa Ressettlement di wilayah Mandula yang kemudian di huni oleh masyarakat dari beberapa Desa yaitu : Wawopada, Uluanso, Beteleme, Kumpi, Ronta, Petumbea dan Po’ona. Ketika Desa Ressetlement telah terbentuk, maka muncullah beberapa calon nama yang akan disematkan. Kala itu, seorang masyarakat mengusulkan nama “Lembowatu” yang dalam bahasa setempat artinya “Dataran Berbatu”. Namun Camat kala itu Bapak Lamasigi yang sangat berpengalaman melakukan perjalanan dan kerap kali singgah beristirahat di bawah Pohon Mandula, memutuskan untuk memberi nama DESA MANDULA, sesuai dengan nama Pohon yang menjadi peneduh bagi orang-orang yang singgah beristirahat.
Akan tetapi dalam perkembangannya tidak semua masyarakat yang datang betah tinggal di Desa Ressettlement, sehingga sebagian dari mereka memutuskan untuk kembali ke Desa asalnya. Hal itulah yang menyebabkan Mandula belum bisa dimekarkan menjadi Desa definitif karena jumlah kepala keluarga yang belum mencukupi. Dari rentang tahun 1984-2004 Mandula berstatus Dusun di bawah naungan pemerintah Desa Po’ona. Hingga pada tahun 2004, Pemerintah Kabupaten Morowali melalui Peraturan Bupati No.8 Tahun 2004 menetapkan pembentukan Desa Definitif Mandula.
Dulunya Mandula hanya hamparan padang berbatu dan tandus, sehingga tidak sedikit masyarakat yang menanggap Mandula tidak memiliki potensi apa-apa. Akan tetapi kini Mandula berkembang menjadi Desa yang memiliki banyak potensi, baik pariwisata, peternakan dan pertanian. Bahkan Desa Mandula satu-satunya Desa di region Sulawesi yang memiliki padang penggembalaan seluas ±167 Hektare. Ditambah lagi beberapa tempat yang sementara dicanangkan oleh Pemerintah Desa untuk menjadi Spot Pariwisata.
Penulis yang lahir dan dibesarkan di Desa Mandula dapat menyimpulkan bahwa filosofi nama Mandula memberi harapan bahwa Desa Mandula akan seperti Pohon Mandula yang selalu menjadi tempat yang baik bagi orang-orang untuk tinggal dan melanjutkan kehidupan, Desa Mandula senantiasa akan menjadi seperti Pohon Mandula yang memberikan banyak manfaat juga menjadi penawar dahaga bagi mereka yang kehausan.
Penulis
CATRA LITRIA LINGKUA
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
Universitas Tadulako
https://witamorimorowaliutara.blogspot.com/2023/06/sekilas-tentang-desa-mandula.html