Macanbang adalah sebuah desa di Kecamatan Gondang, Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia.
Desa Macanbang juga mempunyai salah satu objek wisata sejarah Islam, yakni makam Sunan Kuning yang sering dikunjungi banyak peziarah dari berbagai daerah
Desa Macanbang terbagi menjadi 3 dukuhan yaitu,Dusun Gajah, Krajan, dan Trate.
Sejarah Desa Macanbang.
Desa Macanbang merupakan salah satu dari 20 desa yang terletak
wilayah administrasi kecamatan Gondang kabupaten Tulungagung Propinsi
Jawa Timur. Selanjutnya Desa Macanbang adalah salah satu Desa yang
memiliki Sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan Pencerminan
dari karakter dan pencirian has tertentu dari suatu Daerah. Sejarah Desa atau
daerah sering kali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara
turun menurun dari mulut ke mulut sehingga sulit untuk dibuktikan secara
fakta. Dan tidak jarang dongeng ( legenda ) tersebut dihubungkan dengan
mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Dalam hal ini Desa
Macanbang juga memiliki hal tersebut yang merupakan identitas dari desa ini
yang akan kami tuangkan dalam sebuah legenda dibawah ini
Dari berbagai sumber yang telah ditelusuri dan digali, asal usul Desa
Macanbang memiliki banyak versi cerita yang cukup berfariatif. Hal tersebut
disebabkan oleh banyaknya sumber cerita yang kemudian dipercaya dan
dijadikan pedoman sebagai keramat orang-orang yang terdahulu (Masa lalu)
di Desa ini.Dari berbagai cerita yang ada kami mengangkat salah satu cerita
yang paling banyak dipercayai orang sebagai dasar disebutnya Desa Alas
Semampir. Cerita ini melegenda dari sejak zaman dahulu hingga sekarang dan
sudah tersebar diseluruh dusun-dusun yang ada diwilayah Desa Macanbang
yaitu dusun Krajan (cembang), dusun Gajah, dusun Trate, serta desa – desa
sekitarnya bahkan menjangkau wilayah luar kota.Legenda Desa semampir
menjadi desa Macanbang ini dimulai daridimana pada saat itu di desa ini
orang-orangnya masih banyak yang percaya pada hal-hal tahayul (animisme
dan dinamisme) sehingga peradaban orang-orang belum mengenal agama
secara keseluruhan bahkan orang-orang yang hidup di Desa ini masih
mengandalkan hal-hal yang bersifat
mistis semisal untuk menjaga
kewibawaan diri, banyak orang yang dating ketempat pemujaan (punden)
untuk meminta berkah juga untuk mengalahkan lawan mereka menggunakan
kekuatan hitam (teluh, santet, tenung dan lain-lain). Selain itu apabila ada
warga masyarakat yang akan punya hajat juga membawa nasi tumpeng untuk
meminta berkah keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa ke Masjid, ke
Punden serta kirim doa berupa toyibah dan tahlil agar hajatan tersebut diberi
barokah selamat dari awal hingga akhir hajatan.Sejarah alas semampir
tercatat tahun 1800. Pada Jaman purbakala kurang lebih 475 M. Tahun 1478
sampai dengan 1550 kerajaan demak lamanya 42 tahun. Kanjeng Sunan
Ampel di Surabaya namanya Raden Rohmat. Anak Muritnya banyak sekali
yang tujuannya mengembangkan agama Islam dari alas semampir hingga
sampai ludoyo pada waktu itu ludoyo dipimpin oleh Kyai Garong yang punya
ilmu kasekten manusia jadi harimau, anak muridnya juga banyak. Suatu hari
ketika sunan Ngampel dating di ludoyo bersama kerabatnya setelah
pertemuan tukar pikiran akhirnya pembesar ludoyo dan sunan Ngampel tidak
bisa akor (bersatu) akhirnya jadi perbedaan pendapat sehingga menjadi
perang dan sunan Ngampel bersama rombongan kalah terus kembali ke
Surabaya. Setelah sampai ke Surabaya sunan Ngampel masuk sanggar
pemujaan hasilnya wangsit supaya putrinya yang bernama Siti Nurimah
dikawinkan dengan Sunan Kuning atau Muhammad Zaenal Abidin sepupu
dari Sunan Kudus yang akan bisa mengalahkan musuh dari ludoyo Blitar.
Akhirnya Sunan Kuning diambil menantu Sunan Ngampel, Sunan
Kuning diberitahu bahwa mertuanya musuh ludoyo yang bernama Kyai
Garong dan seluruh kerabatnya. Selanjutnya Sunan Kuning bersama 4 orang
kerabatnya mohon pamit yang bertujuan untuk mengalahkan musuhnya
mereka terus berangkat ke ludoyo Blitar. Sesampainya Sunan Kuning
bersama 4 kerabatnya berbicara tentang ilmu ilmiyah dan rogoiyah pri
kawiyanan. Terus ludoyo atau Kyai Garong beserta kerabatnya dinyatakan
kalah. Semuanya sudah menurut apa yang diperintahkan Sunan Kuning dan
semuanya masuk agama Islam.Pada suatu hari Sunan Kuning dan 4
kerabatnya beserta Kyai Garong dan semua kerabatnya meninjau ke
Surabaya. Dalam perjalanan selama 2 hari 2 malam melalui hutan besar dan
lebat, dihutan tadi istirahat semua,pakaian dan barang – barang bawaan
diletakkan ( disampirkan ) dipohon besar,selanjutnya tempat ini di namakan
alas semampir. Waktu istirahat Garong beserta kerabatnya usul karena dia
punya kesenian Langen Bekso Aran Miosuman. Sebetulnya oleh Sunan
Kuning tidak diijinkan, tapi lama – lama diijinkan juga. Waktu itu pembesar
ludoyosudah punya niat jahat, sudah menyediakan minuman keras yang
sudah dicampur racun supaya diminum oleh gustinya.Semuanya minum,
termasuk kanjeng sunan semuanya merasakan pusing – pusing tidak tahu
kalau minuman yang diminum bercampur racun. Sunan Kuning serta
kerabatnya langsung mabuk, terus Kyai Garong bersembunyi. Semua kerabat
Sunan Kuning mengerumuni, kanjeng sunan Kuning merasa kena tip uterus
pesan kepada kerabat – kerabatnya, kalau saya meninggal dunia supaya
dimakamkan disini, dihormati yang baik. Makamku dipasang Song-song
Cungkup. Kalau besok jadi pedesaan orang yang punya hajat tidak boleh
menggunakan minuman keras dan badek tape, Tidak boleh membawa
minuman didepanku membawa badek ketan, Tidak boleh orang membasuh
dikolamku, maka dari itu makamku supaya dibeteng. Selanjutnya 4 sahabat
disuruh lapor ke Kudus, Ngampel langsung ke Surabaya yang menjaga
makam Kyai Mercobo yang jadi harimau Merah ( Macanbang ) dan kyai
Sarkani yang jadi Naga Gawang dari Lodoyo.Lain hari ada orang yang dating
dari Mataram yang bernama Juru Marimi sengaja mencari makamnya gusti
Sunan Kuning. Sampai disana terkejut ternyata makam tersebut ada yang jaga
yaitu 2 ekor Harimau Merah ( Macan Abang ) dan Rogo Gedhe dan ternyata
harimau tersebut bisa tutur kata layaknya manusia, akhirnya tempat tersebut
dinamakan Desa Macanbang.
Sejarah pemerintahan desa Macanbang itu tercatat mulai tahun 1840,
pada waktu itu Negara kita masih dijajah Belanda dan di Macanbang
dipimpin oleh kepala desa (lurah) yang membawai tiga pedukuhan yaitu
- Dusun Krajan ( Cembang ) Dusun Gajah, Dusun Trate. Dusun – dusun
tersebut diatas masing – masing dipimpin oleh Kamituwo uceng yang dibantu
oleh seorang bayan yang bertugas sebagai penghubung dan membantu semua
kegiatan yang ada di Desa.Selain Kamituwo dan bayan di desa juga ada
mudin yang bertugas untuk pembinaan agama, mencatat kelahiran dan
kematian, serta nikah, cerai dan rujuk untuk mengurusi pengairan pertanian
dipimpin seorang Jogotirto atau Bendung, sedangkan untuk mengurusi
keamanan dari bencana alam diurusi oleh Jogo Boyo