Pada dekade 1950-an, Tung adalah pejabat tinggi di Cần Lao, sebuah alat politik rahasia yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan keluarga Ngô dengan cara memalak pengusaha kaya. Pada tahun 1960, Tung dipromosikan langsung ke pangkat kolonel dan dijadikan komandan pasukan khusus. Pada saat memimpin pasukan elit Vietnam Selatan tersebut, Tung paling dikenal karena melakukan penindasan kepada para pembangkang, bukannya melawan para pemberontakViet Cong. Serangan paling terkenalnya adalah penyerbuan ke pagoda Xá Lợi pada tanggal 21 Agustus 1963, yang mengakibatkan ratusan orang tewas atau hilang.
Pasca penyerbuan ke pagoda, Amerika Serikat berhenti mendanai pasukan Tung, karena pasukan tersebut dipakai sebagai alat politik, bukannya sebagai alat untuk melawan komunis. Bersama Diệm dan Nhu, Tung lalu dibunuh pada kudeta November 1963. Nhu dan Tung sebelumnya telah menyiapkan kudeta dan kontra-kudeta palsu untuk mendemonstrasikan kekuatan rezim Nhu. Namun, keduanya tidak menyadari bahwa Jenderal Tôn Thất Đính, yang merencanakan operasi palsu tersebut, terlibat dalam rencana kudeta yang sebenarnya. Đính berhasil mengecoh Tung agar mengirim pasukannya ke wilayah pedesaan, sehingga meninggalkan rezim Nhu di Saigon tanpa perlindungan pasukan khusus. Hal tersebut pun membuat rezim Nhu dapat digulingkan dengan mudah.
Karier awal
Tung lahir pada tanggal 13 Juni 1919 di Vietnam bagian tengah, yang saat itu merupakan protektoratAnnam di Indochina Prancis. Mantan pelayan keluarga Ngô ini adalah seorang penganut Katolik Roma yang taat,[1] bertubuh pendek, berkacamata. Tung memiliki latar belakang militer di bidang keamanan dan kontra-intelijen. Tung awalnya ditugaskan oleh Prancis sebagai perwira keamanan di Vietnam Selatan. Ia lalu bekerja untuk Diệm sebagai letnan di badan keamanan militer di Vietnam Tengah. Sebagai pejabat tinggi di Cần Lao yang dipimpin oleh Nhu,[2] sebuah alat politik Katolik rahasia yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan keluarga Ngô. Tung mengumpulkan dana untuk Cần Lao dengan cara memalak para pengusaha kaya.[3] Tung terutama dikenal oleh koleganya sebagai orang yang sangat loyal kepada Diệm.[2] Pada tahun 1960, ia dipromosikan langsung ke pangkat kolonel dan ditugaskan untuk memimpin pasukan khusus.[3]Central Intelligence Agency (CIA) menganggap Tung sebagai orang paling berkuasa ketiga di Vietnam Selatan, di bawah Diệm dan Nhu, sehingga dengan demikian, ia juga dianggap sebagai perwira militer paling berkuasa di Vietnam Selatan.[4]
Tung pernah dilatih oleh CIA di Amerika Serikat.[5] Sebagai seorang loyalis Diệm, ia memimpin sebuah pasukan beranggotakan 1.840 orang,[6] yang beroperasi di bawah perintah Nhu, bukannya di bawah perintah panglima tentara.[7] Tung tidak melakukan operasi untuk melawan para pemberontak komunis Việt Cộng, tetapi ia menggunakan pasukannya di Saigon untuk menindas para pembangkang rezim Diệm.[8] Serangan paling terkenal Tung terjadi pada krisis Buddha tahun 1963. Pada saat itu, mayoritas penganut Buddha menggelar unjuk rasa massal untuk melawan kebijakan pro-Katolik dari rezim Diệm.[9]
Pada tanggal 21 Agustus 1963, atas perintah dari Nhu, pasukan Tung menyerbu Pagoda Xá Lợi, candi Buddha utama di Saigon. Serangan tersebut lalu meluas ke seantero negeri, sehingga diperkirakan menyebabkan ratusan orang meninggal.[10][11] Pagoda tersebut pun rusak berat serta lebih dari 1.400 bhikkhu dan bhikkhuni ditahan.[11] Serangan tersebut terjadi setelah Nhu menjebak sekelompok jenderal dari Tentara Republik Vietnam agar setuju untuk mendeklarasikan darurat militer. Ia tahu bahwa para jenderal berencana dan berharap dapat memanfaatkan darurat militer untuk menggulingkan saudaranya, tetapi ia kemudian dapat mengalahkan mereka dengan mengirim pasukan khusus Tung ke pagoda dengan menyamar sebagai prajurit Tentara Republik Vietnam biasa.[12] Akibatnya, mayoritas penganut Buddha di Vietnam Selatan awalnya menganggap pasukan biasa lah yang menyerang pada bhikkhu, sehingga merusak kredibilitas para jenderal di kalangan masyarakat.[13][14] Pasca serangan tersebut, pejabat Amerika Serikat pun menahan bantuannya kepada pasukan khusus, kecuali jika bantuan tersebut digunakan untuk menyerang komunis, bukannya untuk menyerang para pembangkang politik atau agama.[6][15]
Pada tahun 1963, terjadi serangan keagamaan terkenal lainnya yang didalangi oleh pasukan Tung. Seekor ikan mas berukuran sangat besar ditemukan berenang di sebuah kolam kecil di dekat pusat kota Đà Nẵng. Penganut Buddha setempat lalu mulai meyakini bahwa ikan tersebut adalah reinkarnasi dari salah satu murid Buddha Gautama. Karena makin banyak orang yang berziarah ke kolam tersebut, kegelisahan kemudian timbul di kalangan kepala distrik dan para bawahaannya, yang bertanggung jawab kepada Ngô Đình Cẩn, adik dari Diệm. Para pejabat lalu meranjau kolam tersebut, tetapi ikan tersebut berhasil bertahan hidup. Mereka kemudian menembaki kolam tersebut dengan senapan mesin, tetapi ikan mas tersebut tetap dapat bertahan hidup. Untuk mengatasi ikan tersebut, mereka lalu memanggil pasukan khusus Tung. Pasukan Tung pun menggranat kolam tersebut dan akhirnya membuat ikan mas tersebut mati. Pembunuhan tersebut lalu menjadi bumerang, karena mendapat sangat banyak perhatian, dengan sejumlah surat kabar di seluruh dunia menampilkan cerita tentang ikan ajaib tersebut. Helikopter Tentara Republik Vietnam juga mulai mendarat di tempat tersebut, dan para penerjun mengisi botol mereka dengan air kolam tersebut, karena mereka mempercayainya sebagai air ajaib.[16]
Tung juga memimpin sebuah kelompok yang dijalankan oleh CIA. Kelompok tersebut beranggotakan personel Tentara Republik Vietnam yang berasal dari wilayah utara. Kelompok tersebut ditugaskan untuk menginfiltrasi Vietnam Utara dengan cara menyamar sebagai warga lokal. Tujuan dari kelompok tersebut adalah mengumpulkan intelijen serta menyabotase fasilitas komunikasi dan infrastruktur komunis. Anggota kelompok tersebut dilatih di pangkalan yang terletak di Nha Trang, Đà Nẵng, serta terkadang dilatih di lepas pantai Taiwan, Guam dan Okinawa. Sekitar delapan puluh kelompok, yang masing-masing beranggotakan enam atau tujuh orang, kemudian mulai dikerahkan pada tahun 1963. Mereka masuk ke wilayah utara dengan cara terjun parasut atau mengayuh sampan pada malam hari, tetapi hampir semuanya kemudian berhasil ditangkap atau dibunuh. Penangkapan anggota kelompok tersebut sering ditampilkan di siaran propaganda komunis. Tung pun dikritik atas manajemennya terhadap operasi tersebut.[15][17]
Atas permintaan Nhu, Tung dikabarkan juga merencanakan sebuah operasi bersamaan dengan unjuk rasa pelajar yang diorganisasi oleh pemerintah di luar Kedutaan Besar Amerika Serikat di Saigon. Dalam rencana tersebut, pasukan Tung akan membunuh duta besar Henry Cabot Lodge, Jr. dan pejabat penting lainnya. Target lain adalah pemuka agama Buddha Thích Trí Quang, yang mendapat suaka di kedutaan besar tersebut setelah menjadi target dalam penyerbuan pagoda. Menurut rencana, pasukan Tung juga akan membakar kedutaan besar tersebut.[18]
Pasca penyerbuan pagoda, Amerika Serikat mulai mengeksplorasi kemungkinan untuk mengganti Diệm. Kabel 243 lalu memberitahu Kedutaan Besar Amerika Serikat agar mencari pemimpin alternatif apabila Diệm tidak mencopot Nhu.[19] Pada bulan September, misi Krulak–Mendenhall pun dikerahkan ke Vietnam Selatan untuk menganalisis situasi domestik dan perang melawan komunis.[20] Nasehat yang kemudian dihasilkan oleh misi tersebut salah satunya adalah menghentikan pendanaan kepada pasukan khusus sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap tindakan Tung dan Nhu. Nasehat lainnya adalah menjalankan kampanye rahasia untuk menyudutkan Tung.[21] Misi Krulak–Mendenhall lalu berakhir dalam kebuntuan,[8] sehingga pemerintahan Kennedy menindaklanjutinya dengan misi McNamara–Taylor. Misi kedua pun menghasilkan penghentian pendanaan kepada pasukan khusus hingga mereka ditempatkan di bawah komando Staf Umum Bersama dan dikirim ke medan pertempuran.[7][22]
Laporan misi McNamara–Taylor menyatakan bahwa salah satu alasan untuk mengirim pasukan Tung ke medan pertempuran adalah karena mereka "adalah dukungan berkelanjutan bagi Diệm".[23] Amerika Serikat menyadari bahwa membubarkan pasukan khusus dari Saigon akan meningkatkan peluang suksesnya kudeta, sehingga mendorong tentara untuk menggulingkan presiden.[24] Diệm dan Nhu tidak gentar dengan penghentian pendanaan, dengan tetap mempertahankan Tung dan pasukannya di ibukota.[25] Dalam perbincangan pribadi dengan para pejabat Amerika Serikat, Diệm bersikeras bahwa tentara lah yang bertanggung jawab atas penyerbuan pagoda dan bahwa pasukan Tung telah berada di bawah kendali Staf Umum Bersama.[26]
Pada bulan September, Diệm dan Nhu telah mengetahui bahwa sekelompok jenderal sedang merencanakan sebuah kudeta.[27] Nhu lalu memerintahkan Tung dan Tôn Thất Đính, seorang jenderal loyalisnya yang memimpin Korps III Tentara Republik Vietnam yang mencakup wilayah Saigon[10], untuk merencanakan kudeta palsu terhadap pemerintah. Salah satu tujuan dari kudeta palsu tersebut adalah untuk mengecoh para pembangkang anti-pemerintah agar bergabung ke dalam kudeta palsu tersebut, sehingga mereka dapat diidentifikasi dan disingkirkan.[28] Tujuan lainnya adalah untuk mengadakan aksi publisitas guna memberikan kesan palsu mengenai kekuatan rezim.[27]
Dengan kode Operasi Bravo, tahap pertama dari kudeta palsu tersebut berupa sejumlah prajurit loyalis Tung akan menyamar sebagai pemberontak dan melakukan kudeta palsu. Tung kemudian akan mengumumkan pembentukan "pemerintahan revolusioner" yang beranggotakan para aktivis oposisi, sementara Diệm dan Nhu berpura-pura melarikan diri.[15][29] Selama kekacauan pada kudeta pertama, para loyalis yang menyamar akan membuat kerusuhan, dan dalam kekacauan berikutnya, mereka akan membunuh para perencana kudeta terkemuka, seperti Dương Văn Minh, Trần Văn Đôn, dan Lê Văn Kim, beserta para perwira muda yang membantu mereka. Pasukan Tung dan sejumlah orang yang memiliki hubungan rahasia dengan Nhu juga akan membunuh sejumlah tokoh yang membantu para konspirator, seperti Wakil Presiden Nguyễn Ngọc Thơ, perwira CIA Lucien Conein, yang ditugaskan di Vietnam sebagai penasehat militer, dan Duta Besar Lodge.[30] Kekacauan tersebut kemudian akan dituduhkan kepada "elemen netralis dan pro-komunis".[30] Kekacauan tersebut lalu akan disusul oleh "kudeta balasan" palsu, di mana pasukan khusus Tung, yang telah meninggalkan Saigon untuk memerangi komunis, beserta pasukan Đính, akan kembali ke Saigon dengan penuh rasa kemenangan, untuk menegaskan kembali rezim Diệm. Nhu kemudian akan memanfaatkan kekacauan tersebut untuk menangkap para pembangkang.[15][29]
Namun, Nhu dan Tung tidak menyadari bahwa Đính menjadi bagian dari rencana kudeta yang sebenarnya. Panglima Korps III tersebut berkata kepada Tung bahwa kudeta balasan memerlukan penambahan jumlah pasukan. Ia berkata bahwa tank diperlukan "karena baju zirah itu berbahaya". Agar Tung terkecoh, Đính berkata bahwa pasukan baru juga dibutuhkan,[31] dengan berpendapat:
Jika kita menggerakkan pasukan cadangan ke kota, maka Amerika akan marah. Mereka akan mengeluh bahwa kita tidak berjuang dalam perang. Sehingga kita harus menyamarkan rencana kita dengan mengirim pasukan khusus ke luar kota. Hal tersebut akan menipu mereka.[31]
Para loyalis tidak menyadari bahwa tujuan Đính sebenarnya adalah mengepung Saigon dengan divisi pemberontaknya dan mengunci para loyalis Tung di luar kota, sehingga mereka tidak dapat mempertahankan presiden.[29] Tung dan istana lalu setuju untuk mengirim empat kelompok pasukan khusus yang bermarkas di Saigon ke luar kota pada tanggal 29 Oktober 1963.[31]
Pada tanggal 1 November 1963, Tung dipanggil oleh para penyelenggara kudeta ke markas besar Staf Umum Bersama di dekat Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt, dengan dalih rapat makan siang rutin para perwira.[32] Pada jam 13:30, Jenderal Trần Văn Đôn mengumumkan bahwa sebuah kudeta telah terjadi. Sebagian besar perwira pun bertepuk tangan sambil berdiri, tetapi tidak dengan Tung. Ia lalu dibawa pergi oleh Nguyễn Văn Nhung, pengawal Jenderal Minh. Ketika ia dibawa pergi, Tung berteriak "Ingatlah siapa yang memberi kalian bintang!"[15][32][33]
Pada tahap awal kudeta tersebut, pasukan pemberontak memaksa Tung untuk memerintahkan pasukannya agar menyerah, sehingga hanya Garda Presidensial yang tersisa untuk mempertahankan Istana Gia Long.[34][35] Pada jam 16:45, Tung ditodong senjata agar mau berbicara kepada Diệm melalui telepon dan berkata kepada Diệm bahwa ia telah memerintahkan pasukannya untuk menyerah. Minh lalu memerintahkan Nhung untuk mengeksekusi para loyalis Diệm. Tung gagal meyakinkan Diệm untuk menyerah dan berhenti memimpin para loyalisnya. Para jenderal lain hanya bersimpati sedikit kepada Tung, karena Tung sebelumnya telah menyamarkan pasukan khususnya menjadi pasukan biasa dan menyalahkan para jenderal atas penyerbuan pagoda.[36][37] Para jenderal menyadari ancaman yang dibawa oleh Tung, sehingga mereka juga mendiskusikan penyingkiran Tung pada rencana mereka,[38][39] setelah mempertimbangkan untuk melancarkan serangan kepada pasukan khusus.[40]
Pada malam hari, Tung dibawa bersama Mayor Lê Quảng Trịệu, saudara dan wakilnya,[15][33] dalam keadaan tangan diikat, dengan menggunakan mobil jip ke tepian pangkalan udara. Mereka lalu dipaksa untuk berlutut di atas dua lubang yang baru digali. Kakak beradik tersebut kemudian ditembak dan dimakamkan di lubang tersebut.[36] Kudeta tersebut pun berhasil, dan pada keesokan harinya, Diệm dan Nhu juga ditangkap dan dieksekusi.[15][41]
Jacobs, Seth (2006). Cold War Mandarin: Ngo Dinh Diem and the Origins of America's War in Vietnam, 1950–1963. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield. ISBN0-7425-4447-8.
Tucker, Spencer C. (2000). Encyclopedia of the Vietnam War: A Political, Social and Military History. Santa Barbara, California: ABC-CLIO. ISBN1-57607-040-9.