Desa desa di Kecamatan Lubai terdiri dari desa difinitif dan desa pemekaran. Adapun desa yang telah lama didirikan sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam antara lain: Desa Tanjung Kemala, Gunung Raja, Jiwa Baru, Pagar Gunung, Beringin dan Aur. Pranata sosial Lubai mempunyai ciri khas yang telah berlangsung sejak zaman Kesultaan Palembang Darussalam sampai saat ini.
Pranata adalah seperangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kebutuhan tertentu. Pranata termasuk kebutuhan sosial. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan sosial yang berpedoman kebudayaan. Pranata merupakan seperangkat aturan, bersifat abstrak. Menurut Horton dan Hunt (1987), pranata sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting.
Hak milik
Masyarakat Lubai sangat menjunjung tinggi hak milik: perorangan, keluarga, kekerabatan dan hak pedesaan. Hal ini dapat dimaklumi bahwa masyarakat Lubai adalah penganut agama islam yang baik. Hak milik tanah pekarang rumah, tanah peladangan, tanah perkebunan, hutan belukar, hutan rimba, balong atau tebat, dan danau; Seseorang yang mengaku hak milik orang lain, akan diangap tidak bermoral dan akan mendapat hukuman sosial dari masyarakat Lubai. Saat ini pengakuan terhadap hak milik itu mulai tidak akurat, dikarenakan sebagian pemilik lahan sudah lama merantau, maka dapat saja hak milik itu berpindah hak kepemilikinya.
Sistem Perkawinan
Masyarakat Lubai mempunyai simbol-simbol adat istidat Sistem Perkawinan, yang harus dilaksanakan. Prosesi Perkawinan Adat Lubai ada beberapa tahap yang harus dilalui seperti tahap perkenalan antara si bujang dengan si gadis, tahap betepek barang "memberikan suatu barang kepada pihak sigadis", tahap ngule "memberikan bantuan tenaga maupun bendah kepada keluarga pihak gadis", tahap memadukan rasan "utusan pihak sibujang bekunjung keluarga si gadis", tahap benghantat dudul "mengantar dodol permintaan sigadis", tahap ngantatkan jujur "mengantarkan uang permintaan si gadis" tahap akad nikah dan tahap resepsi pernikahan. Pada masa kini kebanyakan perkawinan dan pembentukan keluarga adalah atas dasar cinta romantis. Perkembangan sistem pendidikan modern dan proses informasi yang mudah didapat menyebabkan muda mudi Lubai bebas mencari jodoh sendiri. Campur tangan ibu bapa, agak minimal, kalau ada pun dalam urusan peminangan dan pelaksanaan perkawinan saja yang dilakukan mengikut ketetapan adat. Oleh karena bebas mencari jodoh sendiri, faktor-faktor seperti ikatan kekeluargaan, latar belakang keluarga, kedudukan ekonomi dan taraf sosial keluarga, dan lain-lain bukan lagi menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan jodoh.
Religi
Masyarakat Lubai sangat taat terhadap ajaran islam. Rajin menjalan perintah Allah seperti salat, berpuasa bulan Ramadhan, membayar zakat pertanian sehabis panen, menunai ibadah Haji. Menjauhi larangan Allah seperti: tidak boleh mengakui hak milik orang lain, karena dalam ajaran agama islam seseorang mengakui atau mengambil manfaat sesuatu benda milik orang lain tanpa izin merupakan perbuatan mungkar.
Sistem hukum
Masyarakat Lubai pada awal kemerdekaan ada sistem hukum Marga Lubai. Saat itu beberapa hukum adat baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dapat berjalan sebagaimana mestinya. Saat ini hukum adat lebih ditekankan pada kegiatan pernikahan. Setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan berkewajiban melaporkan kepada lembaga adat. Berdasarkan laporan tersebut, maka yang melaporkan akan melaksanakan pernikahan akan dicatat dibuku besar Adat.
Sistem kekerabatan
Masyarakat Lubai menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan pihak ayah. Dalam bahasa Lubai sistem kekerabatan pihak ayah ini disebut Guguk atau Jurai. Guguk Pengiran merupakan kaum bangsawan merupakan kelompok masyarakat kedudukannya tertinggi, guguk penghulu merupakan kaum keturunan tokoh agama islam. Di dalam sistem kekerabatan masyarakat Lubai, terdapat juga sistem kekerabatan matrilineal “kekerabatan pihak ibu” hal ini terjadi biasanya apabila di dalam keluarga tersebut tidak ada anak lelakinya.
Adapun untuk memanggil adik Ayah yang prempuan dipanggil dengan "Ibungan", adik Ibu yang prempuan dipanggil dengan "Bibi", sebutan isteri paman dipanggil Munting. Seorang menantu selain memanggil Ayah dan Ibu (bahase Lubai Bak dan Umak) kepada orang suaminya/isterinya maka terhadap paman/bibi /uak dipanggil dengan sebutan yang sama yaitu Bak atau Umak.
Sistem pendidikan
Masyarakat Lubai menggangap sistem pendidikan ini sangat penting. Pada periode zaman penjajahan Belanda pendidikan formal ini anak masyarakat biasa hanya sampai dengan pendidikan Sekolah Rakyat ”SR” dan anak seorang Depati atau adipati dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Periode awal kemerdekaan sampai dengan tahun 1980an pendidikan formal yang di ikuti oleh putera-puteri Lubai dari jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dari tahun 1990an sampai dengan saat ini, telah banyak putera-puteri Lubai belajar sampai jenjang perguruan tinggi. Untuk pendidikan non formal putera-puteri Lubai mengikuti kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh tokoh adat, seperti ketrampilan kesenian dan adat istiadat; Kegiatan diselenggarakan oleh tokoh agama untuk ketrampilan membaca Al Qur’an dan pembentukan akhlak karimah; Kegiatan diselenggarakan oleh tokoh masyarakat untuk ketrampilan pertanian Karet yang unggul. Untuk pendidikan in formal masyarakat Lubai melaksanakan sesuai dengan adat istiadat yang ada saat ini.
Bahasa
Bahasa yang dipergunakan masyarakat Lubai adalah bahasa Melayu Tengah yang akhiran e. Contoh pengucapan kata ke mana menjadi kemane, sudah menjadi sude, tua menjadi tue. Adapun kata-kata dalam bahasa Indonesia menggunakan hurup r diganti dengan hurup h. Contoh kata rumah menjadi humah, terung menjadi tehung, ular menjadi ulah dan sebagainya.