Panchen Lama terkenal dalam hal karya tulis dan perhatiannya kepada dunia. Pada 1762, ia menahbiskan Dalai Lama ke-8 menjadi biarawan di Istana Potala dan menamainya Jamphel Gyatso.[1]
Dia berteman dengan George Bogle, seorang petualang dan diplomat Skotlandia yang melakukan ekspedisi ke Tibet dan tinggal di Biara Tashi Lhunpo, Shigatse dari 1774 -1775. Dia bernegosiasi dengan Gubernur India Warren Hastings melalui Bogle. Rājā dari Bhutan menyerbu Cooch Behar (di dataran Bengal) pada 1772 dan Palden Yelde, guru Dalai Lama yang saat itu masih muda, membantu menengahi konflik tersebut dengan cara bernegosiasi.[2]
Dia juga berhubungan dan sepakat dengan Lama Changkya Hutukhtu, seorang penasihat kaisar Tiongkok dan penasihat utama urusan Tibet, mengenai spekulasi bahwa dewa perang dan pelindung dinasti Tiongkok, Guandi (Guan Yu atau sering ditulis Kuan-ti) adalah identik dengan Raja Gesar, tokoh pahlawan dalam kisah epik utama Tibet, yang dinubuatkan akan kembali ke Tibet dari Shambhala jika Tibet dan agama Buddha berada dalam kesulitan. Pihak lain percaya bahwa Guandi/Gesar adalah inkarnasi dari Panchen Lama. Palden Yeshe menulis sebuah buku setengah mistis tentang jalan menuju Shambhala bertajuk Doa Shambhala dengan latar kondisi geografis yang sesungguhnya.[3][4]
Pada 1778, Kaisar Qianlong mengundang Palden Yeshe ke Beijing untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-70. Dia pergi bersama dengan rombongan besar pada 1780 dan disambut di sepanjang jalan oleh perwakilan Tiongkok. Untuk menandai pertemuan ini, Kaisar Qianlong memerintahkan pembangunan Kuil Xumi Fushou di Resor Pegunungan Chengde mencontoh rancangan Biara Tashi Lhunpo.[5] Ketika Palden Yeshe tiba di Beijing, ia mendapat banyak hadiah berupa benda-benda berharga dan kehormatan yang biasanya diberikan kepada seorang Dalai Lama. Namun, ia terjangkit penyakit cacar dan meninggal di Beijing pada 2 November 1780.[3][6]
Saudara tiri Palden Yeshe, Mipam Chödrup Gyamtso, Shamarpa ke-10 berharap untuk dapat mewarisi benda-benda berharga yang diberikan kepada saudaranya tersebut selama menjadi tamu kaisar di Beijing setelah kematiannya. Namun, hal itu tidak kunjung terjadi sehingga ia berkonspirasi dengan Nepal yang mengirim pasukan Gurkha guna mengendalikan Shigatse pada 1788. Shamarpa tidak memenuhi kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya sehingga pasukan Gurkha kembali tiga tahun kemudian untuk mengklaim rampasan mereka, tetapi Tiongkok mengirim pasukan untuk mendukung orang-orang Tibet dan mengusir pasukan Gurkha kembali ke Nepal pada 1792.[6][7]
Makam Panchen Lama ke-5 hingga ke-9 dihancurkan selama Revolusi Kebudayaan, tetapi telah dibangun kembali oleh Panchen Lama ke-10 menjadi sebuah makam besar di Biara Tashi Lhunpo, Shigatse dan dinamakan Tashi Langyar.[8]
Referensi
^Khetsu Sangpo Rinpoche. (1982). "Life and times of the Eighth to Twelfth Dalai Lamas." The Tibet Journal. Vol. VII Nos. 1 & 2. Spring/Summer 1982, p. 47.