Limpa adalah kelenjar tanpa saluran (ductless) yang berhubungan erat dengan sistem sirkulasi dan berfungsi sebagai penghancur sel darah merah tua. Limpa termasuk salah satu organ sistem limfoid, selain timus, tonsil dan kelenjar limfa.[1] Sistem limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing. Sel-sel pada sistem ini dikenal dengan sel imunokompeten yaitu sel yang mampu membedakan sel tubuh dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda asing.[2] Sel imunokompeten terdiri atas:
sel utama menetap, yakni retikuloendotel dan sel plasma.[2]
Anatomi dan Fungsi
Limpa merupakan organ limfoid terbesar dan terletak di bagian depan dan dekat punggung rongga perut di antara diafragma dan lambung dibawah tulang rusuk.[3] Secara anatomis, tepi limpa yang normal berbentuk pipih. Fungsi limpa yaitu mengakumulasi limfosit dan makrofaga, degradasi eritrosit, tempat cadangan darah, dan sebagai organ pertahanan terhadap infeksi partikel asing yang masuk ke dalam darah.[2]
Limpa dibungkus oleh kapsula, yang terdiri atas dua lapisan, yaitu satu lapisan jaringan penyokong yang tebal dan satu lapisan otot halus. Perpanjangan kapsula ke dalam parenkim limpa disebut trabekula. Trabekula mengandung arteri, vena, saraf, dan pembuluh limfa.[1] Parenkim limpa disebut pulpa yang terdiri atas pulpa merah dan pulpa putih.[3] Pulpa merah berwarna merah gelap pada potongan limpa segar. Pulpa merah terdiri atas sinusoid limpa.[3] Pulpa putih tersebar dalam pulpa merah, berbentuk oval dan berwarna putih kelabu. Pulpa putih terdiri atas pariarteriolar limphoid sheats (PALS), folikel limfoid, dan zona marginal. Folikel limfoid umumnya tersusun atas sel limfosit B, makrofaga, dan sel debri [4]
Peradangan pada Limpa
Peradangan limpa disebut splenitis.[4] Patologi limpa akibat peradangan dapat bersifat akut, kronis, granulomatous, atau abses.[4] Hal ini biasanya dapat diamati di pulpa merah. Selain itu, inflamasi limpa sekunder dapat terjadi akibat tumor. Pendarahan dapat terjadi akibat paparan bahan kimia atau radiasi.[4]
Secara histologis, terdapat kesulitan untuk membedakan hemoragi, kongesti atau angiektasis dari kondisi fisiologis limpa karena organ ini memiliki banyak sel eritrosit.[4] Pada individu muda, histopatologi splenitis akibat racun yang akut yaitu adanya pusat germinal epiteloid. Selain itu, infeksi bakterigram negatif yang parah di saluran pencernaan pada hewan muda dapat menyebabkan terbentuknya fokus kolonisasi bakteri di limpa.[5] Pada hewan yang lebih tua, histopatologi splenitis yaitu adanya neutrofil pada zona mantel sinus dan penurunan jumlah sel pada sentra germinativum.[5]
Referensi
^ ab(Inggris) Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlates. London: Iowa State University Press. Hlm 215-226, 250-251
^ abc(Indonesia) Junquereira LC, Carneiro J. 1982. Histologi Dasar. Ed ke-3. Dharma A, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Basic Histology. Hlm 287-308, 323-335.
^ abc(Indonesia) Geneser F. 1994. Buku Teks Histologi Jilid 2. Gunawijaya AF, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Textbook of Histology.
^ abcde(Inggris) Ward JM, Mann PC, Morishima H, Frith CH. 1999. Thymus, Spleen, and Lymph Nodes. Di dalam: Maronpot RR, GA Boorman, BW Gaul, Editor. Pathology of the Mouse Reference and Atlas. Vienna: Cache River Press. Hlm 333-357
^ ab(Inggris) Valli VEO, Parry BW. 1993. The Hematopietic System. Di dalam: Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N, Editor. Pathology of Domestic Animals Volume 3. Ed ke-4. California: Academic Press. Hlm 234-236.