Liège–Bastogne–Liège, sering kali disebut La Doyenne ("Yang Tertua"),[1][2][3] adalah satu dari lima 'Monumen' di kalender balap sepeda professional Eropa.[4] Balapan ini diadakan di wilayah Ardennes di Belgia, dari Liège menuju Bastogne dan kembali.
Liège–Bastogne–Liège dimulai pada tahun 1892 untuk mempublikasikan koran L'Expresse[5] Karena koran tersebut dipublikasikan dalam bahasa Prancis, rutenya bertahan di wilayah Selatan, separuh wilayah Berbahasa Prancis di Belgia. Balapan ini setara dengan balapan di wilayah Utara yang berbahasa Belanda, Tour of Flanders.
Balapan pertama diadakan bagi para amatir, dari Spa menuju Bastogne dan kembali.[2] Balapan ini dimenangkan oleh Leon Houa, yang juga memenangkan balapan pertama bagi professional pada tahun 1894. Titik putarnya adalah stasiun kereta api di Bastogne, dipilih karena tempat ini nyaman bagi para penyelenggara.[5]
Tiga puluh tiga pembalap mengikuti balapan pertama, yang diselenggarakan oleh persatuan bersepeda Liège dan Pesant Club Liègois. Hanya 17 pembalap yang finish, seluruhnya dari Belgia. Houa, yang berasal dari Liège, memenangkan balapan dengan jarak 22, setelah 11 jam bersepeda. Orang kedua, Léon Lhoest, datang 22 menit setelahnya, dan yang ketiga, Louis Rasquinet, setelah 44 menit.[6] Pembalap masih tetap berdatangan hingga lima jam berikutnya.
Houa menang lagi pada tahun berikutnya, pada waktu ini dengan harak setengah jam. Da memenangkan balapan lagi pada tahun 1894, dengan jarak tujuh menit. Balapan 1894 diadakan untuk para professional, dan kecepatannya meningkat dari 233 km/h (145 mph) menjadi 25 km/h (16 mph). Pemenang dari Tour de France pertama, Maurice Garin, finish di posisi keempat. Balapan kemudian tidak diadakan selama 14 tahun, dan setelah itu hanya dibuka bagi pembalap amatir dan semi professional.
Pada tahun 1909, pemenangnya, Eugène Charlier, didiskualifikasi, karena dia mengganti sepeda. Pemenangnya kemudian menjadi Victor Fastre.[6] Dua pembalap berbagi kemenangan pada balapan tahun 1957. Germain Derijcke merupakan yang petama mencapai garis finish, tetapi karena ia melintasi perlintasan kereta api yang tertutup, pembalap posisi kedua, Frans Schoubben, juga mendapat posisi pertama. Derijcke tidak didiskualifikasi, karena dia memenangkan balapan dengan jarak tiga menit; juri merasa dia tidak mendapat waktu sebanyak itu dengan menyeberangi jalur perlintasan kereta api yang tertutup.[7][8]
Hingga tahun 1991 balapan berakhir di pusat kota Liege, dengan jalur datar menjelang finish. Dari tahun 1992 garis finish dipindahkan ke pinggiran kota Ans, pada bagian utara dari kota. Côte de Saint Nicolas ditambahkan pada kilometer terakhir, bersama dengan tanjakan terakhir di garis finish di Ans.
Tingkat kesulitan
Majalah Britania Cycling Weekly berkata: "Dalam hubungannya dengan fisik, ini mungkin adalah klasik terberat: tanjakannya panjang, sebagian besar cukup terjal, dan mereka harus melewatinya beberapa kali di kilometer-kilometer terakhir.[2]
Moreno Argentin berkata:
Pembalap yang menjadi pemenang di Liège kami sebut fondisti - laki-laki dengan stamina yang sangat baik. [Tanjakan] La Redoute sangat mirip dengan Mur de Huy dalam bentuknya namun harus ditaklukkan dalam kecepatan tinggi, dari depan peloton. Tingkat kemiringannya sekitar 14 hingga 15 persen. dan harus dilewati setelah 220 atau 230 kilometer, jadi kamu tidak harus jadi jenius untuk memikirkan seberapa berat hal tersebut. Saya ingat bahwa kami harus naik menggunakan rasio gigi terbesar 39 x 21 - ini tidak seterjal Mur de Huy. Banyak pembalap yang salah berpikir bahwa harus menyerang di bagian terberat, tetapi sebenarnya anda akan dapat lebih mengalahkan mereka di bagan yang sedikit lebih ringan dibandingkan bagian tersebut.
Liège adalah balap eliminasi, di mana hampir tidak mungkin kelompok pecahan dapat memperoleh peluang menang dan menentukan balapan sebelum 100 km [62 mil] terakhir. Anda harus jadi kuat dan pada saat yang sama cerdas dan berhitung. — dalam hal ini inilah ter lengkap dalam kemampuan bersepeda.[9]
Cuaca
Balapan sangat dipengaruhi dengan cuaca keras. Pada tahun 1919, 1957 dan 1980 salju turun. Pada tahun 1980 salju jatuh sejak awal balapan, membuat komentator menyebutnya sebagai 'Neige-Bastogne-Neige' (Salju-Bastogne-Salju') . Bernard Hinault menyerang dalam sisa 80 km (50 mi) dan menyentuh garis finish dengan jarak hampir 10 menit.
Balap 1980
Angin dingin yang bertiup di seluruh Belgia membawa butiran salju dan kemudian hujan lebat pada saat balapan dimulai. Sebuah ulasan di majalan Britania, Procycling pada tahun 2000, menjelaskan balapan yang sulit tersebut:
Pembalap bekerja keras, dengan tangan menyapu muka untuk mempertahankan pandangan ke jalan. Balapan ini dikenal karena kumpulan jaket plastik dan kulit. Penonton berdiri dengan kacamata salju seperti kelompok manusia salju, berwajah merak kedinginan. Dalam beberapa jam, sejumlah tim hanya menyisakan satu orang. Mereka mengudurkan diri bersama-sama dalam julah besar, seperti Gibi Baronchelli dan Giuseppe Saronni, Lucien Van Impe dan Jean-René Bernaudeau.[8]
Bernard Hinault, sang pemenang, satu dari sedikit yang berhasil finish. Dibutuhkan tiga minggu bagi dia agar dua jari kanannya dapat berfungsi normal kembali.[8]
Rute
Balapan mengikuti sebuah jalur sepanjang 95 km (59 mi) dari Liège menuju Bastogne, dan jalur berliku sepanjang 163 km (101 mi) kembali menuju Liège. Paruh kedua memiliki tanjakan paling banyak, seperti Stockeu, Haute-Levée, La Redoute, dan Saint-Nicolas sebelum berakhir di pinggiran kota di utara Liège bernama Ans. Banyaknya bukit memberikan banyak kesempatan untuk melakukan serangan, dan balapan sering dimenangkan oleh pembalap agresif seperti Michele Bartoli dan Paolo Bettini.
^Nama "monumen" tidak memiliki signifikansi resmi; ini sering digunakan oleh harian Prancis, L'Équipe, untuk menjelaskan balapan yang waktu penyelenggaraannya tidak pernah berubah di kalender balap namun istilah ini menjadi semakin populer karena komentator terutama di AS