Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa untuk beracara di pengadilan. Pendampingan tersebut dilakukan atas dasar kesepakatan antara penerima kuasa yang dan pemberi kuasa yang dituangkan kedalam surat kuasa khusus. Namun hingga saat ini masih sering tersedangar oleh masyarakat. Kuasa hukum dalam profesi hukum bertugas sebagai pendampingan atau mewakili pihak berperkara di pengadilan, yang umumnya diwakili oleh advokad.[1]
Untuk dapat mewakili dalam suatu perkara di sidang-sidang pengadilan, seseorang wajib menaati syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk pemberian kuasa yang sah digunakan di pengadilan untuk mewakili kepentingan pihak yang berperkara dapat dinyatakan secara lisan oleh penggugat di hadapan Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini telah diatur dalam pasal 120 HIR, pasal 123 ayat 1 HIR, dan pasal 147ayat 1 RBG. Pasal 120 HIR menjelaskan bahwa diberikannya hak kepada penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan jika tergugat tidak bisa membaca maupun menulis. Namun, jika ketua pengadilan menerima gugatan secara lisan, ketua pengadilan wajib menuliskannya kedalam bentuk tertulis. Sementara itu dalam pasal 123 ayat 1 HIR menyebutkan bahwa penunjukan kuasa secara lisan diucapkan dengan kata-kata yang tegas untuk selanjutnya majelis hakim memerintahkan panitera untuk mencatatnya dalam berita acara sidang. akan tetapi dalam praktiknya, surat gugatan biasanya dilampiri kuasa khusus yang akan bertindak mewakili penggugat.[2]
Referensi
- ^ "Perbedaan Konsultan Hukum, Advokat, Penasihat Hukum dan Kuasa Hukum". DSLA (Daud Silalahi & Lawencon Associates). 2020-08-14. Diakses tanggal 2022-07-20.
- ^ Wicaksono, Frans Satrio (Juni 2009). Panduan Lengkap Membuat Surat-surat Kuasa. Jakarta: Visimedia. hlm. 10–11. ISBN 9790650329.