Komando Divisi IX BantengKomando Divisi IX Banteng adalah suatu komando militer yang dibentuk pada masa perang kemerdekaan (1945–1950) di Sumatra Tengah yang wilayah operasinya meliputi empat provinsi sekarang, yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau. Komando Divisi IX Banteng mempunyai pasukan yang banyak karena adanya Sekolah Pendidikan Opsir di Bukittinggi yang pendiriannya diprakarsai oleh para perwira Giyugun pada masa pendudukan Jepang, bahkan salah satu pasukannya yaitu Resimen 6 dianggap sebagai pasukan terbaik di Sumatra.[1] Pasukan-pasukan dari Divisi IX Banteng berperan penting dalam perang kemerdekaan melawan Belanda setelah usainya Perang Dunia II, dimana Belanda dan sekutu kembali masuk ke Indonesia dan melakukan agresi yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947 dan Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Penciutan Komando Divisi IX BantengSetelah masa perang kemerdekaan, diawal tahun 50-an, pasukan-pasukan dari Divisi IX Banteng banyak yang dikirim ke daerah-daerah lain, seperti ke Aceh, Maluku, Jawa Barat, Pontianak, dan daerah lain yang sedang bergolak, namun setelah selesai bertugas mereka tidak dikembalikan ke divisi induknya, tapi dimasukkan ke divisi lain. Salah satu pasukan Divisi IX Banteng yaitu Batalyon Pagaruyung mengalami nasib yang lebih menyedihkan dibandingkan batalyon lainnya. Seusai bertugas di Ambon, lima dari delapan kompinya dipindahkan dan dilebur kedalam Divisi Siliwangi, Jawa Barat sehingga menyebabkan terputusnya hubungan dengan divisi induknya yaitu Divisi Banteng di Sumatra Tengah. Perlakuan pemerintah pusat tersebut berlangsung terus menerus, sehingga Komando Divisi IX Banteng menjadi kecil dan akhirnya menyisakan satu brigade. Brigade yang kecil itu masih menyandang nama Brigade Banteng yang dipimpin Letnan Kolonel Ahmad Husein. Selanjutnya brigade itupun diciutkan lagi sehingga hanya berbentuk resimen yaitu Resimen Infanteri 4 yang kemudian dilebur kedalam Komando Tentara Teritorium I Bukit Barisan (TT I BB) yang berkedudukan di Medan. Ahmad Husein-pun hanya menjadi Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB. Pembentukan Dewan BantengPenciutan Komando Divisi IX Banteng yang akhirnya hanya berbentuk Resimen Infanteri 4 TT I BB itu menimbulkan rasa kecewa dan terhina pada para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang mempertaruhkan nyawa bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Ditambah dengan kondisi para prajurit dan masyarakat pada umumnya yang memprihatinkan, kekecewaan tersebut akhirnya terakumulasi dalam pembentukan Dewan Banteng pada tanggal 20 Desember 1956 yang punya beberapa tujuan, di antaranya membangun daerah yang dianggap tertinggal dibanding pembangunan di pulau Jawa, menuntut pengembalian Komando Divisi IX Banteng di Sumatra Tengah dan beberapa tuntutan lainnya. Dewan ini diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah (mantan Panglima Divisi IX Banteng) bersama dengan ratusan perwira aktif dan pensiunan yang berasal dari Komando Divisi IX Banteng yang telah dibubarkan tersebut. Sedangkan Letnan Kolonel Ahmad Husein yang menjabat Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB diangkat sebagai ketua Dewan Banteng yang telah dibentuk itu. Lihat pulaReferensi
Pranala luar |