Permaisuri Kim Jeongsun (정순왕후 김씨, 10 November 1745 - 12 Januari 1805), juga dikenal dengan Ibu Suri Yesun (예순왕대비) merupakan permaisuri kedua dari Raja Yeongjo (1724–1776), dan wali raja dari tahun 1800 sampai 1805 untuk cicit tirinya yang masih belia, Raja Sunjo (1790–1834, bertahkta tahun 1800–1834). Ia berasal dari keluarga Gyeongju Kim.
Biografi
Kim berasal dari keluarga terpandang di wilayah Yeoju, Provinsi Gyeonggi pada masa pemerintahan Raja Yeongjo. Ayahnya bernama Kim Han-gu (김한구) dan ibunya berasal dari keluarga Wonju Won. Setelah kematian permaisuri pertama Raja Yeongjo pada tahun 1757, ia dinikahkan dengan Raja pada tahun 1759 dan menjadi permaisuri yang baru. Saat itu Raja Yeongjo telah berusia sekitar 66 tahun dan Sang Permaisuri sendiri baru sekitar lima belas tahun. Permaisuri Jeongsun sendiri lebih muda sepuluh tahun dari anak tirinya, Putra Mahkota Sado, yang merupakan putra Raja Yeongjo dengan salah satu selirnya, Yeong-bin Yi. Permaisuri Jeongsun menunjukkan kearifannya pada awal pernikahannya dengan kecakapannya lisannya.
Keluarganya mengalami beberapa masalah yang membuat ia terkena dampaknya. Ia adalah pendukung fraksi Noron, salah satu kelompok politik di Korea pada masa itu. Setelah Raja Yeongjo wafat, Permaisuri Jeongsun, kini dikenal sebagai Ibu Suri Yesun (예순왕대비, yesun wangdaebi), menjadi salah satu anggota senior keluarga kerajaan, sekaligus menjadi lawan politik bagi raja yang baru yang merupakan cucu tirinya, Raja Jeongjo, anak Putra Mahkota Sado. Ada dugaan bahwa Ibu Suri Yesun bertanggung jawab atas kematian mendadak Raja Jeongjo pada tahun 1800.
Masa perwalian
Sepeninggal Jeongjo, takhta diwariskan kepada putranya, Raja Sunjo yang masih berusia sebelas tahun. Sebagai anggota keluarga kerajaan paling senior, Ibu Suri Yesun, kini menjadi Ibu Suri Agung Yesun (예순대왕대비, yesun daewangdaebi), menjadi wali raja dan memerintah kerajaan atas nama cicit tirinya yang masih belia. Dia bertanggung jawab atas Penganiayaan Katolik tahun 1801. Ibu Suri Agung Yesun juga menghukum mati Pangeran Eunoen, saudara tiri Raja Jeongjo, dan Hong Nak-im, paman Raja Jeongjo dari pihak ibu. Dia memberhentikan para pejabat yang dilantik pada masa Raja Jeongjo, membuat fraksi Namin dan Soron Sipa kehilangan pengaruhnya di istana. Sebaliknya, sang ibu suri mengembalikan para pejabat yang telah dibebastugaskan pada masa Raja Jeongjo, kebanyakan dari mereka berasal dari fraksi Noron Byeokpa, membuat kelompok ini berkembang pada masa perwaliannya.
Dia melepaskan perannya sebagai wali raja setelah empat tahun masa perwalian. Dia wafat pada tanggal 12 Januari 1805 tanpa meninggalkan keturunan.
Pranala luar