Tradisi kias merupakan tradisi khas masyarakat Lampung yaitu upaya penyatuan adat peminggir dengan adat pepadun. Tradisi Kias adalah syair curhatan hati yang berbentuk lirik dan naratif biasanya ditampilkan dalam acara pernikahan. Kias dinyanyikan atau ditampilkan sehabis isya hingga menjelang subuh seperti halnya pertunjukan wayang kulit di Jawa. Tradisi kias ini berhubungan dengan piil pesenggiri yaitu suatu tradisi untuk mempertahankan martabat seseorang dalam status sosial di masyarakat. Terdapat beberapa nama kias dalam masyarakat Lampung, jika di kecamatan Kalianda syair yang dinyanyikan pada acara pernikahan tersebut adalah kias, namun di daerah kecamatan lain terkenal dengan nama wawacan, sakiman, pepacokh, dan hehiwang.[1] Karena itu, dapat dikatakan bahwa masyarakat Kalianda melakukan inovasi dengan menyatukan empat kesuastraan lisan tersebut menjadi satu bentuk kias.[2] Seorang pekias adalah orang yang mempunyai kreativitas, karea syair dibuat secara spontan dan dinyanyikan dengan suara merdu tanpa iringan musik apapun.[3]
Referensi