Kesenian Suku Asmat
Seni ukir Asmat lahir dari upacara keagamaan. Ukiran suku Asmat yang bersifat naturalis memiliki beragam motif, mulai dari patung manusia, panel, perisai perahu, tifa, telur kasuari sampai ukuran tiang. "Hasil dialog dengan arwah nenek moyang" tersebut dijadikan sebagai pola ukiran mereka, seperti perahu, pohon, binatang dan orang berperahu, orang berburu dan lain-lain. Bagi yang ingin mengoleksi patung asli, maka mau tidak mau harus siap menembus pedalaman hutan belantara Papua. Seni ukir Asmat merupakan ritual religiusitas terhadap arwah nenek moyang yang disimbolkan dalam bentuk patung serta ukiran kayu. Seni ukir sejati para pemahat Asmat ini telah banyak dikenal dunia, tidak kurang Metropolitan Museum of Art New York salah satu museum besar dunia juga memiliki artefak patung Asmat. Seni ukir Asmat memiliki ciri khas yang membedakannya dengan ukiran dari daerah lain. Pengerjaan yang rapih dan detil-detil ukiran yang rumit menjadi alasan mengapa ukiran Asmat tersohor ke seluruh penjuru dunia dan banyak diburu para penggemar seni. Motif-motif yang berhubungan dengan alam, makhluk hidup dan aktifitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui di dalam ukiran Asmat. Pola yang umum ditemui seperti kelelawar, burung cendrawasih, dan ikan. Sedangkan bentuk aktifitas yang biasa dituangkan adalah manusia yang sedang berperang, berburu, atau mencari ikan, tidak jarang juga mereka membuat refleksi aktifitas hidup para leluhur Asmat. Yang pasti, motif maupun bentuk ini tak pernah lepas dari kehidupan suku Asmat sendiri.[1] Seni ukir asli suku pedalaman Papua ini telah dikenal dunia sejak tahun 1700-an. Ketenaran seni ukir Asmat ini semakin luas dikenal setelah setiap tahun di bulan Oktober dilangsungkan Festival Budaya Asmat di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. "Festival ini menonjolkan seni ukiran yang menjadi keunikan pengrajin Suku Asmat, termasuk seni ukir, tarian adat Asmat dan manuver perahu tradisional Asma".[2] Saat ini, jumlah mereka 70 ribu orang. Masyarakat Asmat terdiri dari 12 sub-etnis, dan masing-masing memiliki ciri khas pada karya seninya. Setiap suku memiliki keunggulan tersendiri. Ada yang menonjol pada ukiran salawaku atau perisai, ada pula yang memiliki ukiran untuk hiasan kano dan ada yang unggul pada ukiran tiang kayu. Untuk segi pola maupun skala pun memiliki perbedaan satu sama lainnya.[2] Suku Asmat memiliki bidang seni ukiran terutama ukir patung, topeng, perisai gaya seni patung Asmat, meliputi : 1. Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu SungaiPatung-patung dengan gaya ini tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyangnya. Contohnya, mbis yang dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam perang melawan musuh[3] 2. Gaya B, Seni Asmat Barat LautBentuk patung gaya ini lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah dari bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang ada gambar nenek moyang di bagian kepala, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, kotak, kepala burung tadung,ular, cacing, dan sebagainya.[3] 3. Gaya C, Seni Asmat TimurGaya ini merupakan ciri khusus gaya ukir orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat umumnya berukuran sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan sering dihiasi garis-garis hitam dan merah serta titik-titik putih[3] 4. Perisai gaya Dini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai gaya C, hanya bagian kepala terpisah dari badannya. Morif yang sering digunakan adalah hiasannya geometris seperti lingkaran, spiral,siku-siku dan sebagainya.[3] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia