Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Tambahkan kotak info bila jenis artikel memungkinkan.
Hapus tag/templat ini.
Kerajaan Talaga Manggung (Kerajaan Talaga) adalah kerajaan yang terletak di wilayah selatan Kabupaten Majalengka, merupakan negara yang berdaulat berdiri sendiri, yang didirikan oleh Rhakeyan Sudhayasa (batara gunung bitung), pada masa jayanya, kerajaan Talaga dirajai oleh Prabu Talagamanggung, oleh sebab itu hingga kini kerajaan talaga dikenal dengan sebutan kerajaan Talagamanggung.
Kerajaan Talaga Manggung didirikan kira-kira sebelum abad ke-15, oleh Sunan Talaga manggung putra Pandita Prabu Darmasuci putra Batara Gunung Picung putera Suryadewata putera bungsu dari Maharaja Sunda yang bernama Ajiguna Linggawisesa (1333-1340) di GaluhKawali, Ciamis. Maharaja Ajiguna Linggawisesa digantikan oleh Prabu Ragamulya atau Aki Kolot, kemudian dilanjutkan oleh Prabu Linggabuana Wisesa yang gugur di Bubat. Hyang Bunisora (adik Prabu Lingga Wisesa) menggantikannya sementara sampai puteranya bernama Anggalarang alias Prabu Niskala Wastu Kancana naik tahta.
lokasinya kini di kewadanaan Talaga adalah bekas salah satu kerajaan, yang terletak di KabupatenMajalengka, bertahta bernama Sunan Talaga Manggung, asal keturunan Raja Prabu Siliwangi yang dimaksud mungkin Suryadewata putra Maharaja Ajiguna Linggawisesa. Kerajaan di Sangiang. Dia mempunyai dua orang putra, satu laki-laki dan satu perempuan, yang laki-laki bernama Raden Panglurah dan yang perempuan bernama Ratu Simbar Kencana adalah anak dari Sunan Talaga Manggung.
Dengan kata lain, Prabu Suryadewata adalah putra Prabu Ajiguna Linggawisesa penguasa Kerajaan Sunda, yang ditempatkan di Kerajaan Talaga dan kelak akan melahirkan raja-raja di Kerajaan Talaga (yang dahulu bernama Kabataraan Gunung Picung, Batara Gunung Picung). Kabataraan adalah tahta suci yang lebih menitikberatkan pada bidang kebatinan, keagamaan atau spritual, dengan demikian seorang Batara selain berperan sebagai Raja juga berperan sebagai Brahmana atau Regiguru. Batara Gunung Picung digantikan oleh Puteranya bernama Pandita Prabu Darmasuci. Pandita Prabu Darmasuci kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Begawan Garasiang. Begawan Garasiang digantikan oleh adiknya sebagai Raja Talaga yang bernama Sunan Talaga Manggung dan sejak itu pemerintahan Talaga digelar selaku KERAJAAN TALAGA. Keratonnya Hilang, berubah menjadi Talaga, bagaimana ceritanya Keratonnya menjadi Talaga ?? Ratu Simbar Kancana mempunyai Suami Kepala Seorang Patih di keraton tersebut yang bernama Palembang Gunung berasal dari Palembang. Patih Palembang Gunung setelah dirinya dipercaya oleh mertuanya (sunan Talang Manggung), timbul ambisi ingin menjadi seorang Raja di Talaga, dengan maksud akan membunuh mertuanya (ayah dari Ratu Simbar Kancana), Patih Palembang Gunung mendapatkan keterangan dari seorang Mantri yang bernama Citra Singa, bahwasanya Raja Talaga sangat gagah perkasa tidak satu senjata atau tombak yang mampu membunuhnya kecuali oleh senjata tombak milik Raja Talaga, hanya bisa diambil oleh seorang Gendek Kepercayaan Raja yang bernama Centang Barang. akhirnya Patih Palembang Gunung membujuk Centang Barang untuk mengambil senjata tersebut, dan membunuhnya. Bila berhasil diganjar dengan kenaikan pangkat. pada suatu 'balebat' raja bangun tidur telah diintai oleh Centang Barang kemudian di tempat yang gelap ditumbak pada pinggang sebelah kiri dan terluka parah.
Centang Barang lari jauh dan diburu oleh prajurit jaga, tetapi sang Prabu bersabda: " Biarlah jangan diburu, nanti juga dia celaka mendapat balasan dari Dewa karena dia durhaka." singkat cerita Centang Barang menjadi Gila, ia mengigit-giti anggota badannya sampai mati. Patih Palembang Gunung mendapat kabar peristiwa itu, lalu ia berangkat menengoknya tetapi keraton tidak ada, hilang dengan isinya, hilang menjadi Situ atau Talaga. Kemudian Patih Palembang Gunung suami Ratu Simbar Kancana diangkat menjadi Raja di Talaga, Keraton didirikan lagi di daerah Walang Suji. Karena dendam Ratu Simbar Kancana membunuh suaminya Patih Palembang Gunung.
Setelah kematian Palembang Gunung mati, kerajaan belum ada yang menjabatnya, Ratu Simbar Kancana mengangkat saudaranya sebagai Raja Pengganti yakni Panglurah, namun beliau tidak mau menjadi Raja, malah Panglurah menyusul Raja Talaga Manggung menghilang di Talaga Sangiang dan mengangkat Simbar Kancana menjadi Ratu, dan Kerajaan Talaga diserahkan kepada anaknya Ratu Simbar Kancana dari suami yang kedua, yang masih keturunan Galuh.
Kebataraan Kemaharajaan Sunda
Kabataraan Galunggung.
Didirikan oleh Batara Semplak Waja putera dari Sang Wretikandayun (670-702), pendiri Kerajaan Galuh. Para Batara yang pernah bertahta di
Galunggung antara lain:
Batara Semplak Waja,
Batara Kuncung Putih,
Batara Kawindu,
Batara Wastuhayu, dan
Batari Hyang.
Berdasarkan keterangan Prasasti Geger Hanjuang, Batari Hyang dinobatkan sebagai penguasa Galunggung pada tanggal 21 Agustus 1111 M atau 13 Bhadrapada 1033 Caka. Kabataraan Galunggung adalah cikal bakal Kerajaan Galunggung yang dikemudian hari menjadi Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya).
Kebataraan Gunung Sawal.
Pendiri Kerajaan Panjalu adalah Batara Tesnajati yang petilasannya terdapat di Karantenan Gunung Sawal. Mengingat gelar Batara yang disandangnya, maka kemungkinan besar pada awal berdirinya Panjalu. Besar kemungkinan setelah berakhirnya periode Kabataraan Galunggung itu kekuasaan kabataraan di Kemaharajaan Sunda dipegang oleh Batara Tesnajati dari Karantenan Gunung SawalPanjalu. Adapun para batara yang pernah bertahta di Karantenan Gunung Sawal adalah:
Batara Tesnajati
Batara Layah dan
Batara Karimun Putih.
Pada masa kekuasaan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang atau Sanghyang Rangga Sakti putera Batara Karimun Putih, Panjalu berubah dari kabataraan menjadi sebuah daerah Kerajaan Panjalu.
Kabataraan Gunung Tembong Agung.
Kabataraan Sunda dilanjutkan oleh Batara Prabu Guru Aji Putih di Gunung Tembong Agung, Prabu Guru Aji Putih adalah seorang tokoh yang menjadi perintis Kerajaan Sumedang Larang. Prabu Guru Aji Putih digantikan oleh puteranya yang bernama Batara Prabu Resi Tajimalela, menurut sumber sejarah Sumedang Larang, Prabu Resi Tajimalela hidup sezaman dengan Maharaja Sunda Galuh yang bernama Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350) di Galuh Kawali. Prabu Resi Tajimalela digantikan oleh puteranya yang bernama Prabu Resi Lembu Agung, kemudian Prabu Resi Lembu Agung digantikan oleh adiknya yang bernama Prabu Gajah Agung yang berkedudukan di Ciguling. Dibawah pemerintahan Prabu Gajah Agung, Sumedang Larang bertransisi dari daerah kabataraan menjadi Kerajaan Sumedang Larang.
Kabataraan Gunung Picung.
Kekuasaan kabataraan di
Kerajaan Talaga
Raden Panglurah. Dia tidak ada di keraton sedang melakukan tetapa di Gunung Bitung sebelah selatan Talaga. Ratu Simbar Kencana mempunyai suami kepala seorang patih di keraton tersebut, yang bernama Palembang Gunung, berasal dari Palembang. Patih Palembang Gunung setelah dirinya dipercaya oleh mertuanya, yaitu Sunan Talaga Manggung dan ditaati oleh masyarakatnya, timbul pikiran yang murka ingin menjadi seorang raja di Sangiang Talaga, dengan maksud akan membunuh mertuanya, Sunan Talaga Manggung.
Setelah mendapat keterangan dari seorang mantri yang bernama Citra Singa, bahwa sang raja sangat gagah perkasa tidak satu senjata atau tumbak yang mampu mengambil patinya raja, melainkan oleh suatu senjata tumbak kawannya raja sendiri ketika ia lahir, dan oleh Citra Singa diterangkan bahwa yang dapat mengambil senjata itu hanya seorang gendek kepercayaan raja yang bernama Centang Barang. Setelah mendapatkan tombak tersebut, kemudian Palembang Gunung membujuk dengan perkataan yang manis-manis dan muluk-muluk kepada Centang Barang untuk mengambil senjata tersebut, dan melakukan pembunuhannya, bila berhasil akan diganjar kenaikan pangkatnya. Kemudian setelah Centang Barang mendapatkan bujukan yang muluk-muluk dari Palembang Gunung ia bersedia melakukan pembunuhan itu.
Pada suatu waktu kira-kira jam lima pagi Sunan Talaga Manggung baru bangun dari tidurnya dan menuju jamban, dia diintai oleh Centang Barang, kemudian di tempat yang gelap ditumbak pada pinggang sebelah kiri, sehingga mendapat luka yang parah. Centang Barang setelah melakukan lari jauh dan diburu oleh yang menjaga, tetapi sang prabu bersabda, “Biarlah si Centang Barang jangan diburu, nanti juga ia celaka mendapat balasan dari Dewa karena ia durhaka.” Setelah si Centang Barang keluar dari keraton, ia menjadi gila, ia menggigit-gigit anggota badannya sampai ia mati.
Palembang Gunung mendapat kabar tentang peristiwa itu, lalu ia berangkat menengoknya, tetapi keraton tidak ada, hilang dengan seisinya, hilang menjadi situ yang sekarang dinamakan Situ Sangiang Talaga. Setelah keadaan keraton hilang, Patih Palembang Gunung diangkat menjadi raja di Talaga.
Lama kelamaan peristiwa itu terbongkar dan ada di antaranya yang memberitahukan kepada Ratu Simbar Kencana, bahwa kematian ayahandanya adalah perbuatan suaminya sendiri. Setelah mendapat kabar itu maka Simbar Kencana membulatkan hati untuk membalas dendam kepada suaminya.. Pada saat Palembang Gunung sedang tidur nyenyak di tikamnya, digorok, oleh tusuk konde ratu Simbar Kencana, sehingga mati seketika itu juga.
Setelah Palembang Gunung itu mati, kerajaan belum ada yang menjabatnya maka di angkat Raden Panglurah yang baru pulang dari petapaan. Sedatangnya ke sangiang dia merasa kaget karena keadaan keraton sudah musnah hanya tampak situ saja dan setelah dia mendapat kabar dari orang yang bertemu di tempat itu bahwa keraton sudah dipindah tempatkan ke Walang Suji (Desa Haurgeulis dan Desa Kagok) Kabupaten Majalengka.
Ratu Simbar Kencana. Ketika Ratu Simbar Kencana sedang kumpulan dengan ponggawa, datanglah Raden Panglurah yang menuju kepada Ratu Simbar Kencana dan kemudian oleh ratu Simbar Kencana diterangkan atas kematian ayahandanya. Kemudian Raden Panglurah meminta agar yang melanjutkan pemerintahan adalah Ratu Simbar Kencana sendiri.
Dan dia akan menyusul ayahandanya dengan meminta empat dinas pahlawannya, setelah permintaan dikabulkannya, dia menuju Situ Sangiang dan setelah tiba di Situ Sangiang tersebut dia beserta pengiringnya turun ke Situ Sangiang dan turut menghilang. Setelah Palembang Gunung meninggal dunia, Ratu Simbar Kencana menikah lagi deangan Raden Kusumalaya Ajar Kutamangu, keturunan Galuh dan mempunyai putra Sunan Parung, dan setelah Ratu Simbar Kencana meninggal dunia, kerajaan pun diturunkannya kepada putranya Sunan Parung.
Sunan Parung. Sunan Parung mempunyai putra istri bernama Ratu Parung, melanjutkan kerajaannya dengan mempunyai suami Raden Rangga Mantri putranya Raden Munding Sari Agung, keturunan Prabu Siliwangi atau Pajajaran.
Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum. Dari waktu itu Raden Rangga Mantri dan Ratu Parung agamanya ganti menjadi Islam dari semula beragama Budha, yang dikembangkan oleh Syarif Hidayatullah. Raden Rangga Mantri setelah menjadi Islam namanya diganti Prabu Pucuk Ulum. Prabu Pucuk Ulum mempunyai putra bernama Sunan Wanaperih yang akhirnya menjadi raja bertempat di Walang Suji (Desa Haurgeulis dan Desa Kagok). Sunan Wanaperih mempunyai putra Ampuh Surawijaya Sunan Kidak. Setelah Sunan Wanaperih meninggal dunia tahta kerajaannya diturunkan kepada Ampuh Surawijaya dan kerajaan dipindahkan dari Walang Suji ke Talaga.
Ampuh Sura Wijaya mempunyai putra bernama Sunan Pangeran Surawijaya, Sunan Ciburuy, diturunkan kepada putranya Dipati Suarga. Dari putra Dipati Suarga diturunkan kepada putranya Dipati Wiranata. Kemudian kerajaan itu diturunkan kepada putranya bernama Raden Saca Eyang hingga abad ke tujuh belas.
Kerajaan dipindahkan (dihilangkan) karena penjajahan, dan pada waktu itu kerajaan di Talaga menjadi Kabupaten. Raden Saca Nata Eyang meninggalkan kepangkatannya. Diturunkan kepada putranya bernama Aria Secanata. Setelah itu Kabupaten dipindahkan ke Majalengka bertempat di Sindangkasih.
Waktu Kabupaten dipindahkan Bupati, Raden Sacanata menolak sampai dia pada waktu itu dipensiunkan. Dia mempunyai putra bernama Pangeran Sumanegara. Pangeran sumanegara mempunyai putri bernama Nyi Raden Anggrek dan mempunyai suami bernama Kertadilaga putra pangeran Kartanegara, Kamboja. Dari Kartadiliga mempunyai putra bernama Natakusumah di Cikirai Talaga, sampai sekarang keturunanya masih ada, menjaga (memelihara) barang-barang kuno keturunan Raja Talaga. Barang-Barang kuno tersebut adalah Baju Kera, Arca, Gamelan, Tuah Meriam, Bedil Sundut, dan perkkas lainya yang sekarang masih ada.[2]
Pemerintahan Kerajaan Talaga Manggung
Pemerintahan Batara Gunung Picung
Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, dia adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka. Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agama yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu. Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga - Salawangi di daerah Cakrabuana. Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing. Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung dua windu. Raja berputera enam orang yaitu:
Sunan Cungkilak,
Sunan Benda,
Sunan Gombang,
Ratu Panggongsong Ramahiyang,
Prabu Darma Suci, (Pengganti Batara Gunung Picung)
Ratu Mayang Karuna.
Kemudian pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Darma Suci.
Pemerintahan Prabu Darma Suci
Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu berkembang dengan pesat abad ke-XIII. Nama dia dikenal di Kerajaan Pajajaran, Mataram, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui. Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju Besi. Pada abad XIIX Masehi dia wafat dengan meninggalkan dua orang putera yakni Bagawan Garasiang dan Sunan Talaga Manggung
Pemerintahan Begawan Garasiang
Tahta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang namun dia sangat mementingkan kehidupan spiritual sehingga akhirnya tak lama kemudian tahta diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan dia dari Talaga ke daerah Cihaur Maja.
Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap dia yang adil dan bijaksana serta perhatian dia terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat. Hubungan baik terjalin dengan kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya. Dia berputera dua, yaitu Raden Pangrurah dan Ratu Simbarkencana. Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centang Barang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan beristrikan Ratu Simbar Kencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbar Kencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur. Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi delapan orang putera di antaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan Parung.
Pemerintahan Ratu Simbarkencana
Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.juga diketahui bahwa tahta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih.Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung.
Pemerintahan Sunan Parung
Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja. Hal yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja. Sunan Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung. Putri Sunan Parung, yang bernama Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Santri yang menjadi penerus Kerajaan Sumedang Larang
Pemerintahan Ratu Sunyalarang
Sebagai puteri tunggal dia naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih dikenal dengan Prabu Pucuk Umum. Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam.
Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka. Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga kedua yang memeluk Agama Islam. Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah dia yang bernama Raden Munding Sari Ageung merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan. Ratu Sunyalarang saudara dengan Ratu Pucuk Umun suami Pangeran Santri.
Pemerintahan Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang putri Sunan Parung, saudara sebapak Ratu Pucuk Umun suami Pangeran Santri) melahirkan enam orang putera yaitu Prabu Haurkuning, Sunan Wanaperih, Dalem Lumaju Agung, Dalem Panuntun, Dalem Panaekan. Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam. Dia sebelum wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya, seperti halnya: Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji; Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja; Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan dia banyak yang menjabat sebagai Bupati.Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, Sukamenak, Nunuk Cibodas dan Kulur. Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga.
Pemerintahan Sunan Wanaperih
Terkenal Sunan Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam. Dia berputera enam orang, yaitu:
Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Saringsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan bernama Sayid Faqih Ibrahim lebih dikenal Sunan Cipager. Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang, kelak keturunan dia ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi dia digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga.
Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu Dipati Suwarga, Mangunjaya, Jaya Wirya, Dipati Kusumayuda, Mangun Nagara, Ratu Tilarnagara. Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera dua orang, yaitu Pangeran Dipati Wiranata, Pangeran Secadilaga atau pangeran Raji. Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata, Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1762; pengaruh V.O.C. sudah terasa sekali. Hingga pada tahun-tahun tersebut pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh V.O.C. ke Majalengka. Karena hal inilah terjadi penolakan sehingga terjadi perlawanan dari rakyat Talaga.Peninggalan masa tersebut masih terdapat di museum Talaga berupa pistol dan meriam.
Situs Dan Budaya Nunuk Baru, sejarah berdirinya Kerajaan Talaga Manggung
Desa Nunuk Baru berada di wilayah Kecamatan Maja di sebelah Selatan Kota Kabupaten Majalengka, sekaligus bisa menjadi jalur Alternatif dari Kota Majalengka Menuju Kecamatan Talaga dan Kecamatan Bantarujeg.Di Desa Nunuk Baru sendiri banyak makom keramat yang erat hubunganya dengan sejarah Kerajaan Talaga Manggung
(sekarang Talaga) dan untuk kekinian adalah berdirinya Kota Majalengka, adapun Makam Keramat Tersebut di antaranya:
Makam Pajaten atau Pajatian (Makam Ibu Arya Saringsingan)
Makam
pajaten terletak disebelah barat Blok Nunuk dipinggir kali cisuluheun
dilokasi sawah pajaten, Ibu Arya adalah asli putri lahiran Nunuk yang
menjadi Istri Kedua (Selir) Raja Talaga yaitu Prabu Pucuk Umun. Adapun
Hasil Pernikahan Prabu Pucuk Umun dengan Ibu Arya telah melahirkan
Seorang Putra yang Bernama Raden Arya Saringsingan yang makamnya
sekarang berlokasi di Desa Banjaran Girang.
Raden Arya Saringsingan diangkat Oleh
raja Talaga sebagai Senopati/Panglima tertinggi Kerajaan Talaga, yang
mempunyai kesaktian Luar biasa dengan memegang senjata Tombak Naga Kaki
Lima Centang Barang.
Makam Cileuweung (Makam Hariyang Banga)
Makam
cileuweung terletak di sebelah Barat Daya Blok Nunuk Desa Nunuk Baru.
Hariyang Banga adalah Putra dari ibu Dewi Pangrenyep istri Raja
Pajajaran, dicileuweung sendiri ada tiga makam keramat di antaranya makam
Mbah Hariyang Banga, Makam Ibu Langensari, Makam Mbah Haji
Kasakten. Dicileuweung sendiri dulunya ada sebuah sendang/kolam mata air
yang sampai sekarang air tersebut sering dikeramatkan oleh sebagian
masyarakat untuk maksud-maksud tertentu, di antaranya yang mempunyai Niat
berkecimpung di dunia Pemerintahan.
Makam Kosambi (Makam Mbah Prabustika)
Makam
kosambi terletak dilokasi sawah kosambi sebelah timur Blok Nunuk, Nama
asli Mbah Prabustika adalah Mbah Jupri. Mbah Jupri adalah seorang kepala
pemerintahan kerajaan yang ada dilokasi Nunuk, dia adalah seorang
ulama yang dihormati dan mempunyai kesaktian sangat Tinggi. Singkat
cerita Mbah Jupri ditangkap oleh musuh kemudian dikampa/jepit oleh
jepitan minyak sampai dianggap telah meninggal tetapi ternyata waktu
dibuka dia malah tertawa terbahak-bahak. Kemudian Mbah Jupri dihanyutkan
kesungai yang sedang Banjir tetapi bukanya hanyut kehilir malah hanyut
kearah Hulu, dan akhirnya semua musuh pada ketakutan, maka Mbah Jupri
Mendapat gelar Prabustika yang dianggap dalam tubuhnya terdapat Mustika
kesaktian.
Acara GUAR BUMI
Makam Panguyangan Gede (Makam Mbah Dipati Ukur)
Makam
ini terletak disebelah selatan Blok Nunuk yang posisinya agak
diatas/bukit dari Blok Nunuk. Nama asli yang dimakamkan di Panguyangan
Gede adalah Mbah Sugenda dengan gelar kehormatan Mbah Dipati Ukur yang
berpangkat Adipati, dan tugas dari Mbah Sugenda adalah sebagai
Pengukuran tanah seluruh Jawa lintas Negara, yang mempunyai keajaiban
luar biasa, di antaranya pada saat melakukan pengukuran tanah dia
tidak pernah turun dari kuda dan melakukan pengukuran dengan berjalan
Mundur. Di antarakelebihan dia adalah mempunyai kekayaan berlimpah
dengan banyaknya gudang-gudang padi, yang sering dipakai untuk menolong
orang banyak yang dalam kesusahan, pakir miskin, yatim piatu, dan
orang-orang jompo lainya. Maka makam tersebut diberi nama Panguyangan
Gede. Sampai sekarang masyarakat Nunuk selalu melakukan Ritual dimakam
ini apabila musim bercocok tanam dimulai dengan istilah Guar Bumi.
Makam Gunung Taneuh (Mbah Prabu Jaya)
Makam
ini terletak di sebelah timur Blok Nunuk dan sebelah selatan Blok
Babakan Desa Nunuk Baru lokasinya berada diatas Bukit yang dikelilingi
sawah. Nama asli yang dimakamkan adalah Mbah Sang Prabu Jaya dengan
gelar Kehormatan Mbah Luhung, dia adalah seorang Kiyai/Ulama yang
disegani oleh semua orang, di mana dia ini salah satu penyebar agama
islam di wilayah Nunuk dan sekitarnya. Mbah Sang Prabu Jaya banyak
mempunyai kesaktian dengan ilmu yang sangat tinggi, sehingga dia
mendapat gelar kehormatan Mbah Luhung.
Sampai sekarang makam ini selalu ramai
dikunjungi peziarah dari mana-mana terutama orang-orang yang mempunyai
anak yang akan menempuh pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat
selanjutnya.
Darsa, Undang A. 2004. “Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan“, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuno yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1 – 23.
Ekadjati, Edi S. 1995. Sunda, Nusantara, dan Indonesia; Suatu Tinjauan Sejarah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran pada Hari Sabtu, 16 Desember `1995. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Ekadjati, Edi S. 1981. Historiografi Priangan. Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.
Ekadjati, Edi S. (Koordinator). 1993. Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Raffles, Thomas Stamford. 1817. The History of Java, 2 vols. London: Block Parbury and Allen and John Murry.
Raffles, Thomas Stamford. 2008. The History of Java (Terjemahan Eko Prasetaningrum, Nuryati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah). Yogyakarta: Narasi.
Z., Mumuh Muhsin. Sunda, Priangan, dan Jawa Barat. Makalah disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat, diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada Selasa, 3 November 2009 di Aula Redaksi HU Pikiran Rakyat.
Uka Tjandrasasmita. (2009). Arkeologi Islam Nusantara. Kepustakaan Populer Gramedia.
E. Rokajat Asura. (September 2011). Harisbaya bersuami 2 raja - Kemelut cinta di antara dua kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon. Penerbit Edelweiss.
Atja, Drs. (1970). Ratu Pakuan. Lembaga Bahasa dan Sedjarah Unpad. Bandung.
Atmamihardja, Mamun, Drs. Raden. (1958). Sadjarah Sunda. Bandung. Ganaco Nv.
Joedawikarta (1933). Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah. Pengharepan. Bandoeng,
Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II. CV. Satya Historica. Bandung.
Herman Soemantri Emuch. (1979). Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis. Universitas Indonesia. Jakarta.
Zamhir, Drs. (1996). Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
Sukardja, Djadja. (2003). Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886. Sanggar SGB. Ciamis.
Sulendraningrat P.S. (1975). Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah. Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon. Cirebon.
Sunardjo, Unang, R. H., Drs. (1983). Kerajaan Carbon 1479-1809. PT. Tarsito. Bandung.
Suparman, Tjetje, R. H., (1981). Sajarah Sukapura. Bandung
Surianingrat, Bayu., Drs. (1983). Sajarah Kabupatian I Bhumi Sumedang 1550-1950. CV.Rapico. Bandung.
Soekardi, Yuliadi. (2004). Prabu Siliwangi. CV Pustaka Setia.
Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580. Kujang. Bandung.
Winarno, F. G. (1990). Bogor Hari Esok Masa Lampau. PT. Bina Hati. Bogor.
Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647. PT. Buku Kita. Yogyakarta Bagikan.
A. Sobana Hardjasaputra, H.D. Bastaman, Edi S. Ekadjati, Ajip Rosidi, Wim van Zanten, Undang A. Darsa. (2004). Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda. Pusat Studi Sunda.
A. Sobana Hardjasaputra (Ed.). (2008). Sejarah Purwakarta.
Nina H. Lubis, Kunto Sofianto, Taufik Abdullah (pengantar), Ietje Marlina, A. Sobana Hardjasaputra, Reiza D. Dienaputra, Mumuh Muhsin Z. (2000). Sejarah Kota-kota Lama di di Jawa Barat. Alqaprint. ISBN 979-95652-4-3.
Pranala luar
Situs resmi Disbudpar Jawa Barat (28 Oktober 2014). "Museum Talaga Manggung". Disparbud.jabarprov.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 27 Agustus 2015.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
Situs resmi Disbudpar Jawa Barat (03 November 2014). "Situ Sangiang (Makam Sunan Parung)". Disparbud.jabarprov.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-22. Diakses tanggal 27 Agustus 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
^Naskah Wangsakerta, Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara,
^Situs resmi Disbudpar Jawa Barat (03 Novermber 2014). "Situ Sangiang (Makam Sunan Parung)". disparbud.jabarprov.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-22. Diakses tanggal 27 Agustus 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)