Kendang Mabarung

Kendang Mabarung atau Kendang Mebarung adalah salah satu jenis gamelan Bali yang termasuk barungan(Ensemble musik) langka yang terdapat di daerah Jembrana, daerah asal gamelan Jegog dan Gebyog. Ada yang berpendapat bahwa Kendang Mabarung adalah gamelan angklung yang memakai kendang besar atau kendang barung. Akan tetapi karena peranan kendang besar sangat menonjol dalam pertunjukan, maka penamaan terhadap barungan ini menjadi terfokus kepada kendang.

Kendang Mabarung menggunakan kendang tradisional yang berukuran sangat besar, yaitu garis tengahnya bisa sampai 80 cm hingga 82 cm dengan panjang badan kendang tersebut mencapai 2,25 meter. Musik yang ditimbulkan cenderung berkesan ritmis, karena pukulan kendang itu sendiri mempunyai pola ritme yang bermacam-macam. Pembawa melodi dalam barungan ini adalah instrumen angklung yang berlaras pelog empat nada sama seperti laras Jegog. Penabuh Kendang Mabarung adalah 2 orang, masing-masing memukul 1 sisi kendang dengan alat pemukul. Teknik pukulannya adalah kotekan yang dilakukan secara imbal.

Kendang Mabarung sering ditampilkan untuk mengiringi perlombaan Mekepung, kadang kala untuk mengiringi upacara Manusa Yadnya dan Dewa Yadnya.[1]

Sejarah Kendang Mabarung

Mangku Ketut Sindya, salah satu masyarakat panglingsir di desa Pergung, Jembrana, mengatakan bahwa kesenian tersebut adalah sebuah kesenian warisan leluhur yang kerap kali dimainkan oleh masyarakat penglingsir (tergolong tua). Pada awalnya kesenian tersebut digunakan sebagai ajang untuk berolahraga bagi mereka namun kemudian menjadi sebuah kesenian untuk adu kualitas suara. Lebih lanjut, jenis kesenian ini bisa ditemukan di beberapa wilayah di Jembrana misalnya di Penyaringan, Tegal Cangkring, dan Pergung. Biasanya akan disuarakan saat ada upacara di pura, saat layon berangkat ke setra, mengiringi kegiatan mecaru, saat upacara pawiwahan dan bahkan nyambutin. Namun kembali kepada minat atau keinginan dari si pemilik upacara karena pada dasarnya gamelan ini bukanlah suatu kewajiban atau keharusan.

Tidak hanya unik dari segi bentuknya, kendang itu sendiri memiliki keunikan lainnya. Kendang mebarung tersebut akan menghasilkan 5 jenis suara yang berbeda, diantaranya yaitu disebut dengan suara Tutuk, Grantangan, Reng, suara Glendengan maupun Angkepan atau proporsionalitas dari keempat suara tadi. Namun ia tidak akan bisa dideteksi tanpa bantuan alat mendengar. Seperti yang disebutkan oleh I Ketut Suwandra, Ketua Sekaa Kendang Mabarung Adnyana Tunggal Desa Pergung, Jembrana. Ia mengatakan bahwa untuk mendengarkan bagus-jeleknya kelima suara kendang tersebut harus berdiri jauh dari kendang tersebut dipukul kemudian memakai bungbung yang didekatkan di telinga pendengar. Suara yang kemudian didengarkan itu adalah berupa gema suara yang muncul dari bungbung tersebut. Saat itulah akan didengarkan secara seksama apakah suaranya sudah pas atau perlu diperbaiki lagi agar makin bagus suaranya.

Perbaikan kendang dilakukan tidak dalam waktu berkala melainkan saat suaranya dianggap berubah atau kualitasnya menurun saja. Sedangkan jika didasarkan pada kondisi badan atau kayu kendangnya itu tidak menjadi penentu. Untuk dapat memainkan kendang yang memakai panggul dari bahan rotan ini, yang terpenting adalah kelenturan tangan dan lengan.[2]

Referensi

  1. ^ "Babad Bali - Kendang Mabarung". www.babadbali.com. Diakses tanggal 2019-02-19. 
  2. ^ "Kendang Mebarung". Jaringan Informasi Kearsipan Nasional. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-20. Diakses tanggal 2019-02-19.