Kareku KandeiKareku Kandei dalam bahasa Bima (Kareku = memukul dengan cara menumbuk menggunakan alu secara terus-menerus, Kandei = Lesung kayu). Kareku Kandei merupakan kegiatan menumbuk pada lesung yang dilakukan oleh sekelompok orang pada saat-saat tertentu. Kendatipun lesung dipukul secara terus-menerus namun tempo pada setiap pemukul ditata sedemikian rupa dengan berbagai ragam ritme maka lesung akan menghasilkan irama yang teratur. Kareku Kandei adalah sebuah tradisi unik masyarakat Kabupaten Bima yang telah berlangsung sejak zaman dahulu. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh kaum perempuan terutama setelah selesai menumbuk padi secara bersama-sama. Hal ini dilakukan dengan saling berpantun dan bersenandung sebagai hiburan sambil menampi beras untuk memisahkan dari sekam hingga menjadi beras yang siap dimasak.[1] Karena memiliki nilai seni yang tinggi, Kareku Kandei mampu menarik perhatian dari berbagai kalangan. Oleh karena itu tidak sedikit para pecinta Budaya dari berbagai daerah berkunjung ke Bima untuk menyaksikan secara langsung atraksi Kareku Kandei. Kareku Kandei biasa dilakukan pada acara Hari Ulang Tahun Daerah dan pada saat menyambut tamu pemerintah. Kegiatan Kareku Kandei di Kabupaten Bima tidak terjadi dengan begitu saja. Dilatar belakangi oleh masyarakat Bima yang bermata pencaharian sebagai petani maka kegiatan ini mau tidak mau harus dilakukan. Bagi masyarakat Bima tempo dulu, kandei merupakan alat penumbuk padi untuk mengubah padi atau gabah menjadi beras. Pada zaman dahulu, kebiasaan masyarakat memukul lesung sebagai alat komunikasi, misalnya apabila terjadi gerhana bulan dan gerhana matahari, dengan irama lesung yang menggelegar maka masyarakat cepat tanggap akan sesuatu yang terjadi. Seiring perubahan zaman, memukul kandei juga dimanfaatkan sebagai ajang silaturrahim apabila ada seseorang yang akan melaksanakan hajatan yakni acara “mbaju ndiha” atau ajakan gotong royong untuk membantu keluarga yang akan melaksanakan acara.[2] Referensi
|