Kampanye Kepulauan Aleut52°5′51.34″N 173°30′4.32″W / 52.0975944°N 173.5012000°W
Kampanye Kepulauan Aleut adalah pertempuran memperebutkan Kepulauan Aleut, bagian dari Teritori Alaska yang dimulai 3 Juni 1942 sebagai bagian dari Perang Pasifik Perang Dunia II. Sekelompok kecil tentara Jepang menduduki Pulau Attu dan Pulau Kiska di Kepulauan Aleut. Namun letak kepulauan ini yang terpencil, kesulitan cuaca dan medan menyebabkan Amerika Serikat perlu waktu hampir setahun untuk mendatangkan pasukan dalam jumlah yang lebih besar untuk mengusir mereka. Pulau-pulau tersebut memiliki nilai strategis karena dapat mengendalikan rute Lingkaran Besar Pasifik. Kemampuan mengendalikan rute transportasi Pasifik ini menyebabkan Jenderal Amerika Serikat Billy Mitchell berkata di hadapan kepada Kongres AS pada tahun 1935, "Saya percaya bahwa pada masa depan, siapa pun yang menguasai Alaska akan menggenggam dunia. Saya berpendapat itu adalah tempat strategis paling penting di dunia." Pihak Jepang beralasan bahwa penguasaan Kepulauan Aleut akan mencegah kemungkinan serangan AS dari Pasifik Utara. Demikian pula halnya dengan Amerika Serikat yang khawatir kalau pulau-pulau itu akan digunakan sebagai pangkalan untuk melancarkan serangan udara terhadap Pantai Barat Amerika Serikat. Pertempuran ini dikenal sebagai "Pertempuran Terlupakan" karena dibayangi oleh Kampanye Guadalkanal yang berlangsung hampir bersamaan. Pada masa lalu, sejarawan militer Barat banyak yang percaya kalau serangan ke Jepang ke Kepulauan Aleut adalah serangan pancingan atau serangan tipuan selama Pertempuran Midway yang dimaksudkan untuk menarik keluar Armada Pasifik Amerika Serikat dari Pearl Harbor, dan memang sebenarnya dilancarkan secara simultan di bawah komandan gabungan yang sama, Laksamana Isoroku Yamamoto. Namun, sejarawan Jonathan Parshall dan Anthony Tully menentang interpretasi tersebut, dan menyatakan bahwa invasi Jepang ke Kepulauan Aleut bermaksud melindungi sayap utara Jepang dan tidak dimaksudkan sebagai pengalih perhatian.[5] Serangan JepangSebelum memasuki Perang Dunia II, pihak Angkatan Laut Kekaisaran Jepang telah mengumpulkan banyak informasi tentang Kepulauan Aleut. Namun mereka tidak memiliki informasi mutakhir mengenai perkembangan militer di kepulauan tersebut. Laksamana Yamamoto menugaskan Laksamana Madya Boshiro Hosogaya untuk memimpin Armada Kawasan Utara Jepang yang terdiri dari dua kapal induk kecil pengangkut pesawat, lima kapal penjelajah, dua belas kapal perusak, enam kapal selam, dan empat kapal angkut pasukan, bersama dengan kapal-kapal pendukung tambahan. Hosogaya pertama direncanakan untuk melakukan serangan udara ke Dutch Harbor, diikuti serangan amfibi ke Pulau Adak, 480 mil di sebelah barat. Hosogaya menerima perintah untuk menghancurkan semua pasukan pasukan serta fasilitas Amerika Serikat yang ada di Pulau Adak. Jepang sama sekali tidak tahu kalau pulau itu tidak dipertahankan oleh Amerika Serikat. Pasukan Hosogaya harus kembali ke kapal-kapal mereka dan menjadi cadangan untuk dua pendaratan tambahan: pendaratan pertama di Pulau Kiska, 240 mil sebelah barat Adak, dan pendaratan kedua di Pulau Attu, 180 mil sebelah barat Kiska, sekaligus pulau paling barat di Kepulauan Aleut. Namun pada 21 Mei 1942, Laksamana Nimitz telah mengetahui semua rencana Yamamoto, termasuk serangan tipuan ke Kepulauan Aleut, kekuatan armada Yamamoto dan armada Hosogaya, dan kalau Hosogaya akan mulai melancarkan serangan pada tanggal 1 Juni atau segera sesudah tanggal tersebut. Pada 1 Juni 1942, kekuatan militer Amerika Serikat di Alaska terdiri dari 45.000 tentara, dengan sekitar 13.000 tentara di Cold Bay (Fort Randall) di ujung Semenanjung Alaska dan di dua pangkalan militer Kepulauan Aleut: fasilitas angkatan laut di Dutch Harbor, Pulau Unalaska, 200 mil sebelah barat Cold Bay, dan Lapangan Udara Angkatan Darat Fort Glenn, 70 mil sebelah barat pangkalan angkatan laut di Pulau Umnak. Kekuatan angkatan darat, dikurangi personel angkatan udara, di tiga pangkalan tersebut berjumlah tidak lebih dari 2.300 tentara yang terutama terdiri dari infanteri, pasukan artileri lapangan dan antipesawat, serta sebuah kontingen besar zeni yang sebelumnya digunakan sewaktu membangun pangkalan. Angkatan Udara Kesebelas milik Penerbangan Angkatan Darat berkekuatan 10 pengebom berat B-17 Flying Fortress dan 34 pengebom menengah B-18 Bolo di Lapanagan Udara Elmendorf, serta 95 pesawat tempur P-40 Warhawk yang dibagi antara Fort Randall AAF di Cold Bay dan Fort Glenn AAF di Umnak. Komandan angkatan laut adalah Laksamana Muda Robert A. Theobald yang mengomandani Gugus Tugas 8, sekaligus Komandan Pasukan Pasifik Utara (ComNorPac) yang melapor kepada Laksamana Nimitz di Hawaii. Gugus Tugas 8 berkekuatan 5 kapal penjelajah, 13 kapal perusak, 3 kapal tanker, 6 kapal selam beserta unsur-unsur penerbangan angkatan laut Fleet Air Wing Four.[6] Ketika mulai terdeteksi tanda-tanda pertama serangan Jepang ke Kepulauan Aleut, Angkatan Udara Kesebelas diperintahkan mengerahkan pesawat-pesawat pengintai untuk menemukan armada Jepang yang dilaporkan sedang menuju Dutch Harbor, dan menyerang mereka dengan pesawat-pesawat pengebom, ditambah tujuan utama menenggelamkan 2 kapal induk Hosogaya. Setelah aman dari ancaman pesawat musuh, Gugus Tugas Angkatan Laut 8 akan meladeni armada musuh serta menghancurkannya. Pada sore hari tanggal 2 Juni, sebuah pesawat patroli angkatan laut melihat armada Jepang yang sedang mendekat, melaporkan posisi Jepang di 800 mil sebelah barat daya dari Dutch Harbor. Angkatan Udara Kesebelas berada dalam keadaan siaga penuh. Tak lama kemudian, cuaca berubah menjadi buruk, dan armada Jepang tidak terlihat lagi pada hari itu. Serangan ke Dutch HarborMenurut intelijen Jepang, lapangan terbang terdekat untuk pesawat Amerika yang berpangkalan di darat adalah Fort Morrow AAF di Kodiak yang berjarak lebih dari 600 mil jauhnya. Dutch Harbor adalah sasaran empuk bagi armada kuat Jepang yang melakukan operasi terkoordinasi dengan sebuah armada yang sebelumnya disiapkan untuk merebut Kepulauan Midway. Dengan memanfaatkan tabir cuaca, Jepang pertama kali menyerbu pangkalan angkatan laut di Dutch Harbor pada 3 Juni 1942. Kekuatan pemukul Jepang terdiri dari pesawat pengebom torpedo Nakajima B5N2 "Kate" yang berpangkalan di kapal induk dan kapal induk Junyō dan Ryūjō. Namun, hanya setengah dari kekuatan pemukul Jepang yang mencapai tujuan mereka.[7] Sisanya kehilangan arah dalam kabut dan kegelapan, lalu jatuh ke laut atau kembali ke kapal-kapal induk mereka. Sebanyak 17 pesawat Jepang menemukan pangkalan angkatan laut Amerika Serikat, pesawat pertama tiba pukul 05.45. Ketika pilot-pilot Jepang sedang mencari target untuk dihancurkan, mereka dijadikan sasaran tembakan antipesawat yang gencar. Mereka langsung berhadapan dengan pesawat-pesawat tempur dari Angkatan Udara Kesebelas yang dikirim dari Lapangan Udara Angkatan Darat Fort Glenn di Umnak. Terkejut dengan respon Amerika, pesawat-pesawat Jepang segera menjatuhkan bom-bom mereka, melakukan pemberondongan sepintas untuk kemudian kembali ke kapal-kapal induk mereka. Sebagai akibatnya, mereka hanya menimbulkan kerusakan kecil terhadap pangkalan angkatan laut Dutch Harbor. Pada 4 Juni keesokan harinya, pesawat-pesawat Jepang kembali ke Dutch Harbor. Kali ini para pilot Jepang lebih terorganisir dan lebih siap. Serangan Jepang berakhir sore itu dengan terbakarnya tangki penyimpanan minyak, sebagian dari rumah sakit hancur, dan sebuah kapal barak yang berada di pantai rusak. Meskipun pilot-pilot Amerika akhirnya bisa menemukan kapal-kapal induk Jepang, upaya menenggelamkan mereka terbukti sia-sia. Cuaca kembali berubah menjadi buruk, dan semua kontak dengan armada musuh hilang. Cuaca buruk memaksa Jepang membatalkan rencana menyerang Adak dengan kekuatan 1.200 prajurit.[8] Jepang melakukan invasi ke Kiska pada 6 Juni, dan ke Attu pada 7 Juni Attu. Pada awalnya Jepang hanya menemui sedikit perlawanan dari penduduk setempat Kepulauan Aleut. Sebagian besar penduduk asli orang Aleut telah dievakuasi secara paksa oleh militer AS sebelum invasi Jepang, dan diinternir di kamp-kamp di Semenanjung Alaska. Tanggapan SekutuPada bulan Agustus 1942, Angkatan Darat Amerika Serikat mendirikan sebuah pangkalan udara di Pulau Adak dan mulai mengebomi posisi-posisi Jepang di Kiska. Kapal-kapal selam dan kapal-kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat juga mulai berpatroli di kawasan tersebut. Pelabuhan Kiska dijadikan pangkalan utama kapal-kapal Jepang selama kampanye. Sejumlah kapal Jepang ditenggelamkan di sana, beberapa di antaranya akibat serangan kapal perang Amerika, tapi sebagian besar akibat serangan udara. Pada 5 Juli 1942, kapal selam Growler yang dikomandani Mayor Laut Howard Gilmore menyerang tiga kapal perusak Jepang di lepas pantai Kiska. Satu kapal perang Jepang tenggelam dan sebuah lainnya rusak, menewaskan atau melukai 200 pelaut Jepang. Sepuluh hari kemudian, Grunion diserang oleh tiga pemburu kapal selam Jepang di Pelabuhan Kiska. Dua kapal patroli tenggelam dan satu lainnya rusak. Pada 12 Mei 1943, kapal selam Jepang I-31 tenggelam dalam pertempuran permukaan Aksi 12 Mei 1943 melawan kapal perusak Edwards, 5 mil di timur laut Pelabuhan Chichagof. Kepulauan KomandorskiSebuah armada kapal penjelajah dan kapal perusak di bawah pimpinan Laksamana Muda Charles "Soc" McMorris ditugaskan untuk menghancurkan konvoi logistik Jepang. Mereka bertemu armada Jepang dalam Pertempuran Laut Kepulauan Komandorski Maret 1943. Satu kapal penjelajah dan dua kapal perusak Amerika Serikat rusak, 7 pelaut Amerika Serikat tewas; dua kapal penjelajah Jepang rusak, 14 awak tewas dan 26 terluka. Jepang kemudian menghentikan semua upaya memasok garnisun di Kepulauan Aleut dengan memakai kapal permukaan, dan selanjutnya hanya memakai kapal selam. Pulau AttuPada 11 Mei 1943, operasi merebut kembali Pulau Attu dimulai. Pasukan pelopor yang dijuluki Castner's Cutthroats, hasil rekrutan dari Alaska juga diikutsertakan dalam invasi. Kekurangan kapal pendarat, tidak sesuainya keadaan pantai, dan kegagalan peralatan dalam cuaca buruk membuatnya Amerika Serikat sulit mendaratkan pasukan untuk melawan Jepang. Tentara menderita radang dingin karena pasokan vital tidak dapat didaratkan atau tidak dapat diangkut ke tempat diperlukan karena kendaraan tidak dapat digerakkan di atas tundra. Di bawah pimpinan Kolonel Yasuyo Yamasaki, tentara Jepang yang bertahan tidak langsung menyambut pendaratan Sekutu pendaratan, melainkan terus menggali di tempat-tempat ketinggian jauh dari pantai. Keadaan tersebut mengakibatkan pertempuran sengit, dengan total 3.929 korban di pihak Amerika Serikat, 580 tewas, 1.148 orang terluka, dan 1.200 lainnya mengalami luka akibat kedinginan yang parah. Selain itu, 614 meninggal karena sakit, sementara 318 lainnya tewas akibat sebab lain, terutama perangkap ranjau Jepang atau tembakan kawan sendiri. Pada 29 Mei, sisa terakhir pasukan Jepang melancarkan serangan dadakan dekat Massacre Bay yang tercatat sebagai salah satu dari serangan banzai terbesar dalam Perang Pasifik. Serangan bunuh diri yang dipimpin sendiri oleh Kolonel Yamasaki, berhasil menembus garis pertahanan Amerika Serikat, begitu dalam sehingga mereka harus berhadapan dengan unit-unit garis belakang pasukan Amerika. Setelah pertempuran sengit, brutal, dan sering berakhir dengan perkelahian satu lawan satu, tentara Jepang nyaris habis semuanya. Hanya 28 tentara Jepang yang bersedia dijadikan tawanan, tidak satu pun dari mereka yang berpangkat perwira. Tim pemakaman Amerika menghitung total 2.351 tentara Jepang tewas, meskipun mungkin masih ada ratusan lagi korban tewas yang terkubur akibat bombardemen selama pertempuran. Pulau KiskaPada 15 Agustus 1943, pasukan invasi yang terdiri dari 34.426 tentara Sekutu mendarat di Kiska. Sebagian besar terdiri dari unit-unit Divisi Infanteri ke-7 Amerika Serikat, ditambah pasukan pelopor Castner's Cutthroats. Pasukan ini juga mengikutsertakan sekitar 5.300 tentara Kanada, terutama Brigade Infanteri ke-13 Kanada dari Divisi Infanteri ke-6 Kanada, tetapi juga menyertakan unsur-unsur dari Pasukan Khusus ke-1 Kanada yang nantinya dikenal sebagai "Devil's Brigade". Setelah mendarat, pasukan invasi Sekutu baru mengetahui bahwa Pulau Kiska sudah ditinggalkan Jepang. Di bawah tabir kabut, Jepang berhasil menarik mundur pasukan mereka pada tanggal 28 Juli. Penerbangan Angkatan Darat sebelumnya melakukan pengeboman posisi-posisi Jepang selama hampir tiga minggu tanpa sama sekali curiga kalau sasaran mereka sudah ditinggalkan Jepang. Sehari sebelum ditarik mundur, Angkatan Laut Amerika Serikat terlibat dalam Pertempuran Pips yang nyaris berarti. Tentara Jepang mungkin telah pergi, namun korban Sekutu di Kiska berjumlah 313 orang. Korban Sekutu akibat tembakan teman sendiri, jebakan ranjau, penyakit, atau radang dingin. Keadaan alam di Pulau Kiska sama kejamnya dengan keadaan di Pulau Attu. Akhir peristiwaMeskipun rencana sudah disusun untuk menyerang Jepang utara, rencana tersebut tidak jadi dijalankan. Lebih dari 1.500 sorti diterbangkan ke Kepulauan Kuril sebelum perang berakhir, termasuk pangkalan Jepang Paramushiro. Pertempuran Kepulauan Aleut juga menandai pertama kalinya wajib militer Kanada dikirim ke zona tempur di Perang Dunia II. Pemerintah Kanada sebelumnya berjanji untuk tidak mengirim wajib militer ke "luar negeri" yang didefinisikan sebagai wilayah di luar Amerika Utara. Kepulauan Aleut dimasukkan sebagai wilayah Amerika Utara, sehingga memungkinkan Pemerintah Kanada untuk mengerahkan wajib militer tanpa melanggar janji. Meskipun demikian, kasus-kasus desersi terjadi sebelum brigade diberangkatkan ke Kepulauan Aleut. Pada akhir 1944, pemerintah mengubah kebijakannya mengenai wajib militer, dan mengirim 16.000 wajib militer ke Eropa untuk ambil bagian dalam pertempuran.[9] Pertempuran ini juga menandai pengerahan tempur pertama Pasukan Khusus ke-1 Kanada, meskipun mereka tidak diterjunkan dalam pertempuran apa pun. Pihak Amerika Serikat menemukan sebuah pesawat tempur Mitsubishi A6M2 Zero yang kemudian disebut Zero Akutan. Penemuan pesawat tempur Jepang ini memungkinkan Amerika untuk menguji terbang pesawat Zero serta mempelajarinya. Hasilnya dipakai Sekutu untuk memperbaiki taktik pertempuran udara melawan Jepang. Tewas dalam pertempuranSelama kampanye ini, dua buah pemakaman dibangun di Pulau Attu untuk mengubur mereka yang tewas dalam pertempuran: Pemakaman Little Falls yang terletak di kaki Gilbert Ridge, dan Pemakaman Holtz Bay, tempat dimakamkannya korban Pasukan Pendaratan Utara. Seusai perang, tundra kembali membeku sehingga membahayakan lokasi pemakaman di Pulau Attu. Pada tahun 1946, semua sisa-sisa jenazah pasukan Amerika Serikat dipindahkan ke pemakaman lain sesuai permintaan keluarga atau ke Fort Richardson dekat Anchorage, Alaska. Pada 30 Mei 1946, pidato Hari Memorial disampaikan oleh Kapten Adair diikuti tembakan salvo dari Regu Tembakan Penghormatan dan permainan lagu Taps. Dekorasi makam dilakukan oleh Pendeta Meaney dan Insko.[10] VeteranFilm dokumenter tahun 2006 Red White Black & Blue menampilkan dua veteran dari kampanye Pulau Attu, Bill Jones dan Andy Petrus. Film ini disutradarai oleh Tom Putnam dan pertama kali diputar Festival Film Internasional 2006 di Locarno, Swiss, 4 Agustus 2006.
Lihat pulaReferensiCatatan kaki
Bibliografi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Aleutian Islands campaign.
|