Kata kacapi dalam bahasa Sunda juga merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat alat musik kacapi.
Bentuk
Kacapi parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Pada masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan memahatnya.
Kacapi siter adalah kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium. Saat ini, kotak resonansi kacapi dibuat dengan cara mengelem sisi-sisi enam bidang kayu.
Untuk kedua jenis kacapi ini, awalnya dawai-dawai diikat pada pureut yang ada pada bagian depan kacapi. Untuk saat ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak. Dawai-dawai tersebut dapat ditala dalam berbagai sistem: pelog, degung, sorog/madenda, atau salendro.
Fungsi
Menurut fungsinya dalam mengiringi musik, kacapi dimainkan sebagai:
Kacapi indung atau kacapi induk
Kacapi rincik atau kacapi anak
Kacapi wanda anyar
Kacapi indung
Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan 18 atau 20 dawai.
Kacapi rincik
Kacapi rincik memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kacapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15.
Kacapi Wanda Anyar
Kacapi jenis ini diganakan untuk permainan kacapi yang hanya memerlukan satu orang pemain kacapi saja. Penggunaannya dapat digunakan untuk peran kacapi indung maupun kacapi rincik, karena memiliki jangkauan nada yang luas. Umumnya memiliki 20 senar. Kacapi wanda anyar juga dapat digunakan untuk mengiringi lagu-lagu modern Sunda.
Penalaan dan notasi
Kacapi umumnya ditala dalam tangga nada yang berisi lima nada dalam 1 oktaf, atau biasa deisebut dengan tangga nada pentatonis. Di antaranya adalah Laras Degung/Pélog, Madenda/Sorog, dan Saléndro. Laras Wisaya sama dengan laras Madenda, tetapi dengan nada dasar yang berbeda. Laras Mandalungan sama dengan laras Degung, tetapi dengan nada dasar yang berbeda.
Notasi musik Sunda (Notasi Daminatila) menomori nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, berbanding terbalik dengan notasi Kepatihan gamelan Jawa. Oktaf yang lebih rendah akan bertambah 1 titik di atas angkanya, dan oktaf yang lebih tinggi aka bertambah 1 titik di bawahnya.
Laras Saléndro adalah laras yang berisi 5 buah nada yang jaraknya hampir setara, tidak dapat persis dipadankan dengan solfeggio barat. Karena jaraknya yang hampir sama antar nada, transposisi nada dasar dapat diletakkan di mana saja.
Wisaya
Degung
Madenda
Mandalungan
Saléndro
(perkiraan)
Solfeggio Barat
(perkiraan)
1
1
3
3
1
1 / do
2
2
4
7 / si
4
♭7 / sa
5
5
2
6 / la
3
3
3
5 / sol
4
♯4 / fi
4
1
1
4
4 / fa
5
5
2
2
3 / mi
5
2 /re
Kecapi dapat disesuaikan penalaannya dalam sebuah kelompok permainan musik. Sementara itu, alat-alat musik lain dalam musik Sunda sulit untuk disesuaikan penalaannya, misalnya suling. Untuk itu, biasanya pemain kacapi akan menala senar-senar kacapi agar sesuai dengan suling yang akan dipergunakan.
Terdapat beberapa model penalaan standar yang diusulkan oleh para ahli, yaitu menggunakan sistem pembagian oktav setara/equal tempered. Dua rancangan teoretis yang dikenal adalah model 15 nada oleh R.M.A. Koesoemadinata[1], dan model 17 nada oleh R. Machjar Angga K.[2] Model 15 nada berjarak 80 cents antar langkahnya, sementara untuk model 17 nada berjarak kurang lebih 70,58 cents antar nadanya. Kedua model ini masih dipandang sebagai teori saja, mengingat pada prakteknya, penalaan kacapi sangat bervariasi, dan harus menyesuaikan dengan alat-alat musik lain agar harmonis. Selain itu, penalaan juga dapat disesuaikan menurut selera pemusik.
Model 15 Nada oleh R.M.A. Koesoemadinata
Saléndro
1
·
·
5
·
·
4
·
·
3
·
·
2
·
·
1
Wisaya
1
·
·
·
·
5
·
·
4
3
·
·
·
·
2
1
Degung
1
·
·
·
·
5
4
·
·
3
·
·
·
·
2
1
Madenda
3
·
·
·
·
2
1
·
·
·
·
5
·
·
4
3
Mandalungan
3
·
·
·
·
2
1
·
·
·
·
5
4
·
·
3
Model 17 Nada untuk seri turunan Saléndro, oleh R. Machjar Angga K
Solfeggio Barat
1
♭2
♯1
2
♭3
♯2
3
4
♭5
♯4
5
♭6
♯5
6
♭7
♯6
7
1
Saléndro
1
·
·
5
·
·
·
4
·
·
3
·
·
·
2
·
·
1
Wisaya
1
·
·
+5
·
·
5
·
·
4
3
·
·
-3
·
·
2
1
Degung
1
·
·
+5
·
·
5
4
·
·
3
·
·
-3
·
·
2
1
Madenda
3
·
·
-3
·
·
2
1
·
·
+5
·
·
5
·
·
4
3
Mandalungan
3
·
·
-3
·
·
2
1
·
·
+5
·
·
5
4
·
·
3
Nada +5 dan -3 tidak digunakan dalam kacapi untuk memainkan komposisi tradisional, tetapi digunakan dalam komposisi kontemporer. Jika laras degung yang sedang dipergunakan memiliki senar yang ditala nada -3, maka pemain akan bisa memainkan musik berlaras madenda sekaligus, dan seterusnya
Model 17 Nada untuk seri turunan Pélog, oleh R. Machjar Angga K
Solfeggio Barat
1
♭2
♯1
2
♭3
♯2
3
4
♭5
♯4
5
♭6
♯5
6
♭7
♯6
7
1
Pélog Jawar
1
·
·
·
·
·
5
·
4
·
3
·
·
·
·
2
·
1
Pélog Sorog
1
·
·
+5
·
·
·
·
4
·
3
·
·
·
·
2
·
1
Pélog Liwung
1
·
·
·
·
·
5
·
4
·
·
·
·
-3
·
2
·
1
Sering ditemukan penggunakan istilah "pélog" dan "degung" sebagai satu laras yang sama, padahal sebenarnya laras yang dimaksud adalah laras degung. Perbedaan interval kedua laras (pélog dan degung) mungkin sulit dibedakan bagi sebagian orang pada interval 3-4-5 dalam laras tersebut. Nada 4 pada laras pélog terletak lebih di tengah-tengah nada 5 dan 3. Begitu pun dengan interval 1-2 yang berjarak lebih lebar pada laras pélog. Pélog sorog merupakan laras yang berbeda dari laras sorog (sorog=madenda, pélog sorog≠madenda)
Padanan nama subset pélog dalam bahasa Jawa:
Equivalen Subset Pélog di Bahasa Jawa
Nama Jawa
Nama Sunda
Notasi Jawa
Notasi Sunda
Pélog Nem
Pélog Jawar
1 2 3 5 6
5 4 3 2 1
Pélog Barang
Pélog Sorog
2 3 5 6 7
4 3 2 1 +5
Pélog Limå
Pélog Liwung
1 2 4 5 6
5 4 -3 2 1
Perlu diketahui, nada -3 dalam notasi Sunda sedikit lebih rendah daripada nada 4 dalam notasi Jawa.
Padanan Nama-nama dalam Notasi Sunda dan Jawa
(Gamelan Pélog)