Ada alasan lain kenapa dia menjadi tahanan politik, yaitu dikarenakan ia membuat suatu laporan kritis yang menyebutkan bahwasanya ada 1500 orang tahanan politik yang berada di Boven Digul, yang termuat di surat kabarSoeara Ambon yang berbasis di Maluku.[3] Laporannya dikutip oleh media Eropa dan AS.[3]
Kemudian, ia juga pernah menjadi pemimpin redaksi surat kabar Halilintar yang pada akhirnya ditutup karena terlalu kritis terhadap pemerintah.[3]
Pada tahun 1927, Jeranding dan kesembilan kawannya tersebut[4] dibuang ke Boven Digul, Papua dan dihukum seumur hidup. Sebagian ada yang mati sewaktu pengasingan, ada juga yang mati karena Peristiwa Mandor,[2] ada yang mati karena sakit sepulang dari Digul, dan ada pula yang selamat. Dan satu-satunya yang selamat, baik sewaktu tiba di Kalimantan dan pengasingan hanyalah Jeranding. Kemudian, dari pengasingan tersebut ia lolos dan berhasil melarikan diri ke Queensland.[5]
Kemudian, ia memutuskan untuk menjadi anggota PPD sebagai politisi.
Dan di Kota Pontianak, ada sebuah jalan yang menggunakan nama dirinya Jalan Djeranding Abdurrahman.
Oleh karena jasa Jeranding terhadap Kalimantan Barat besar, maka Kalimantan Barat mencalonkan dia dan Oevaang Oeray sebagai pahlawan nasional. Sebenarnya, sudah lama Kalbar mencalonkan dua pahlawan ini tapi pemerintah belum mengangkat mereka menjadi pahlwawan nasional.[6] Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y Thohari juga ikut memberikan dukungan atas pencalonan dua tokoh ini menjadi pahlawan nasional.[6][7] Sebelumnya, pada 1990, kesebelas orang termasuk Jeranding Abdurrahman dimasukkan oleh Menteri Sosial sebagai pahlawan pergerakan kebangsaan atau perintis kemerdekaan.[1]
^ abcEndi, Severianus (8 June 2012). "W. Kalimantan proposes national heroes". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-07. Diakses tanggal 6 August 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)