Sultan Jauharul Alam Aminuddin atau lebih lengkap bergelar Sultan Jauharul Alam Aminuddin Syah (meninggal tahun1726) adalah seorang sultan di Kesultanan Aceh yang memerintah pada tahun 1726. Beberapa sumber menyebutkan tahun pemerintahan dia adalah 1723.[1]
Sebelumnya dia bergelar sebagai Panglima Maharaja, pemimpin di Gampong Pahang sebuah wilayah penting dekat ibu kota. Dia sekaligus menjadi penasehat bagi sultan Sultan Jamalul Alam Badrul Munir. Sultan digulingkan dan diusir dari istana ketika pemberontakan tiga sagi pada tahun 1726. Oleh Panglima Maharaja sultan yang bersembunyi di salah satu benteng disarankan untuk mengasingkan diri ke Pidie. Dalam kekacauan politik ini Panglima Maharaja berjanji tidak akan mengkhianati sultan terguling. Namun janji tersebut akhirnya tidak terbukti, karena pada tahun yang sama ditengah kekosongan kepemimpinan dia menahbiskan diri sebagai sultan dengan gelar Sultan Jauharul Alam Aminuddin Syah.[2] Tidak lama setelah memangku gelar sultan, sekira tujuh atau dua puluh hari kemudian dia meninggal. Menjelang kematian dia telah menunjuk Wandi Tebing untuk menggantikan kedudukan dia sebagai sultan. Kelak Wandi Tebing memerintah dengan gelar tahta sebagai Sultan Syamsul Alam.[3]
Referensi
- ^ Taniputera (2013), p. 194.
- ^ Djajadiningrat (1911), p. 197.
- ^ Djajadiningrat (1911), p. 199.
Pranala luar
- Djajadiningrat, Raden Hoesein (1911) 'Critische overzicht van de in Maleische werken vervatte gegevens over de geschiedenis van het soeltanaat van Atjeh', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 65, pp. 135–265.
- Taniputera, Ivan (2013) Kerajaan-kerajaan Nusantara pascakeruntuhan Majapahit. Jakarta: Gloria Group.