IntuisionismeIntuisionisme (berasal dari bahasa Latin: intuitio yang berarti pemandangan) adalah suatu aliran filsafat yang menganggap adanya satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.[1] Tokoh aliran ini diantaranya dalah Henri Bergson.[1] Intuisionisme selalu berdebat dengan paham rasionalisme.[1] TeoriIntuisionisme adalah sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruk sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi berdasarkan niat dalam melaksanakan perbuatan tersebut.[2] Dalam bahasa Inggris Intuisionisme berasal kata Intuiton yang berarti manusia memliki gerak hati atau disebut hati nurani.[2] Gerak hati mampu membuat manusia melihat suatu perkara benar atau salah, jahat atau baik.[2] Intuisionisme juga merupakan suatu proses melihat dan memahami secara spontan dan intelek.[2] Organ fiskal yang berkaitan dengan gerak hati atau intuisi tidak diketahui secara jelas.[2] Namun, setengah ahli filsafat menyebutkan jantung dan otak kanan sebagai organ fiskal yang menggerakan intuisi.[2] Gerak hati yang tidak mampu dijangkau oleh akal yaitu pengalaman emosional dan spiritual.[2] Menurut Immanuel Kant, akal tidak pernah mampu mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara.[2] Akal hanya mampu berpikir perkara yang dilihat terus (fenomena) tetapi hati mampu menafsir suatu perkara dengan tidak terhalang oleh perkara apapun tanpa ada jarak antara subjek dan objek.[2] Intuisionisme dikembangkan di Barat oleh Henri Bergson.[2] Dalam tradisi filsafat barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisme dan rasionalisme.[2] Pada awal abad ke-20, empirisme masih menguasai pemikiran positivisme dalam kalangan ilmuan barat.[2] Dalam filsafat pemikiran Islam, juga terjadi pertentangan kuat antara aliran rasionalisme dan intuisionisme.[2] Tokoh- Tokoh IntuisionismeIntuisionisme dikembangkan oleh Henri Bergson di Barat.[2] Namun, ia dipelopori oleh Luitzen Egbartus Jan Brouwer (1881-1966) yang berkebangsaaan Belanda.[2] Aliran ini sejalan dengan falsafah umum yang dicetuskan oleh Immanuel Kant.[2]
Brouwer lahir pada tanggal 27 februari 1881 di kota Overschie, Belanda.[3] Selama berkuliah di Univeristy of Amsterdam, Brouwer belajar tentang matematika dan fisika.[3] Dalam berfilsafat, Brouwer banyak terpengaruh oleh gurunya, Diederik Korteweg dan Gerrit Mannoury.[2] Karya pertama Brouwer adalah "Perubahan Pada Ruang Empat Dimensi" dibawah bimbingan Korteweg.[2] Menurut Brouwer, dasar dari Intuisionisme adalah pikiran.[2] Namun, pemikiran-pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Immanuel Kant.[2] Matematika didefinisaikan oleh Brouwer sebagai aktivitas berpikir secara bebas, tetapi matematika adalah suatu aktivitas yang ditemukan dari intusi pada saat tertentu.[2] Pandangan intuisionisme adalah tidak ada realisme terhadap objek dan tidak ada bahasa yang menghubungi sehingga boleh dikatakan tiak ada penentu kebenaran matematika di luar aktivitas berpikir.[2] Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya.[2] Kesimpulannya, Brouwer mengungkapkan bahwa tiada kebenaran tanpa dilakukan pembuktian.[2]
Arend Heyting lahir pada 9 Mei 1898 di kota Amsterdam, Belanda.[4] Arend Heyting dalah murid Brouwer yang berpengaruh besar terhadap perkembangan intuisionisme filsafat matematika.[3] Heyting membangunkan sebuah formula logika intuisionisme yang sangat tepat.[2] Sistem ini dinamakan "Predikat Kalkulus Heyting".[2] Heyting menegaskan bahwa metafisika adalah pokok dalam kebenaran realisme logika klasik.[2] Bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektif sebagai syarat-syarat kebenaran yang terbaik.[2] Heyting menemukan bukti dalam pandangan Brouwer tentang kelaziman alat mental serta pemacu bahasa dan logika.[2] Dalam bukunya berjudul Intuitionism tahun 1956, Heyting mengungkankan bahwa pendapat Bouwer yaitu bahasa adalah media tidak sempurna untuk membincangkan matematika.[2] Sistem utamanya adalah dirinya sendiri sebagai peraturan pemacu matematika, tetapi tidak diyakini sistem utama pemacu matematika menggambarkan secara kuat penguasaan pemikiran matematika.[2] Heyting menegaskan logika bergantung pada matematika bukan yang lain.[2]
Sir Michael Anthony Eardley Dummett lahir pada tanggal 27 Juni 1925 di kota London, Inggris, adalah seorang filsuf Inggris yang sangat berpengaruh dalam filsafat bahasa, metafisika, logika, filosofi matematika, dan sejarah filsafat analitik.[5] Brouwer dan Heyting mengatakan bahwa bahasa merupakan media tidak sempurna untuk membicarakan pembinaan mental matematika, dan logika berkaitan bentuk yang berlaku dalam penyebaran media ini dan menjadi tumpuan langsung pada bahasa dan logika.[2] Sebaliknya, pendekatan utama Dummet adalah bahwa matematika dan logika adalah bahasa dari awal.[2] Filsafat Dummett lebih mementingakn pada logika intuisionik daripada matematika itu sendiri.[2] Pendapatnya sama dengan Brouwer tetapi tidak sama seperti Heyting.[2] Dummett tidak memiliki orientasi memilih.[2] Dummett mengeksplorasi matematika klasik dengan menggunakan pemikiran yang tidak memperakui pada satu jalan peraturan penguraian pernyataan alternatifnya.[2] Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan.[2] Ia juga mengambil pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.[2] Referensi
|