Secara legal, ISAI didirikan pada Januari 1995 di Jakarta. Mereka punya beberapa kegiatan seperti penerbitan buku alternatif (disebut "buku cepat"), pengorganisasian diskusi-diskusi soal kebebasan pers di berbagai kota, riset media, penyelenggaraan pelatihan jurnalistik untuk media kampus dan ornop pro-demokrasi, serta penyelenggaraan ISAI Award sebuah kompetisi jurnalistik bagi media cetak kampus dan organisasi non-pemerintah.
ISAI didirikan sesudah rezim Presiden Soeharto bredel mingguan Detik, Editor dan Tempo pada Juni 1994. Goenawan Mohamad, pemimpin redaksi Tempo, mengajak beberapa rekannya mendirikan ISAI. Mereka termasuk Zulkifly Lubis, Ashadi Siregar, Toriq Hadad, Andreas Harsono, Muhammad Sunjaya, Fikri Jufri, Yusril Djalinus dan Moctar Pabottingi. USAID mendukung pendirian ISAI dengan pertama kali memberikan hibah US$300,000 pada 1995-1998. Kegiatan lain yang signifikan adalah penerbitan media alternatif yang memanfaatkan jaringan internet sebagai upaya counter-hegemony berita-berita yang dimuat di media mainstream saat itu yang menyuarakan kepentingan penguasa.
Adanya kebebasan pers sebagai hasil konkret Reformasi 1998, serta menyadari pentingnya radio yang selama lebih dari 30 tahun berada di bawah kontrol penguasa Orde Baru, ISAI membangun sebuah unit kerja baru di bidang penyiaran berita radio. KBR-68H (Kantor Berita Radio 68H), yang sampai artikel ini ditulis sudah memiliki anggota jaringan hampir mencapai 900 stasiun radio swasta di seluruh Indonesia, menyelenggarakan pertukaran berita radio. Dengan didirikannya KBR-68H ini, ISAI berharap tidak ada lagi ketimpangan informasi antara daerah satu dengan daerah yang lain pada masa depan. KBR-68 kini memisahkan diri dari ISAI sebagai entitas legal yang bersifat komersial.
Munculnya gejala komunalisme yang kemudian berkedok sebagai kegiatan keagamaan telah mengancam kehidupan berdemokrasi khususnya kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan toleransi beragama. Gejala ini mendorong ISAI membentuk unit kerja baru (yang kemudian memisahkan diri dari ISAI karena luasnya kegiatan), yakni Jaringan Islam Liberal.
Sekolah Media Penyiaran
Rendahnya kualitas jurnalis penyiaran Indonesia, yang umumnya diambil dari para jurnalis cetak, terutama setelah adanya booming stasiun radio dan televisi baru, mendorong ISAI untuk mendirikan sebuah sekolah di bidang media penyiaran. Atas bantuan finansial Uni Eropa dan bantuan administratif Bappenas dan UNDP serta bantuan teknis dari BBC London, pada awal 2006 didirikanlah Sekolah Media Penyiaran atau School for Broadcast Media (SBM). Sekolah yang memiliki fasilitas pelatihan sangat modern ini, telah menghasilkan 361 pekerja media penyiaran, baik jurnalis radio, jurnalis televisi, juru-kamera dan editor video dari berbagai penjuru Indonesia.