Ikonoklasme adalah sebuah gerakan memusnahkan ikon atau gambar-gambar (seni) religius yang dihormati khususnya dalam GerejaKristenRitus Timur.[2] Bahasa Yunani untuk ikon adalah eikon yang artinya gambar.[3] Ikon-ikon banyak dipakai oleh Gereja Ortodoks Timur bahkan mempunyai peran penting baik dalam ibadah umum atau pribadi yang dilakukan Gereja Ortodoks Timur.[3] Persoalan mengenai kontroversi gambar-gambar seni religius secara teologis muncul akibat konflik pandangan Kristologis dari abad ke-5 hingga abad ke-8.[2] Ikonoklasme dikaitkan dengan perkembangan monofisitisme yang berkembang dalam lingkungan kekaisaran sejak Konsili Khalsedon (451).[2]
Krisis mengenai ikonoklasme berlangsung dari tahun 725 hingga 843.[2]
Makna Ikon bagi Gereja Timur
Penggunaan ikon dalam ibadah di Timur jauh lebih berkembang dibanding di Barat dan inilah yang membedakan ibadah keduanya.[4]
Melalui ikon-ikon, tokoh-tokoh dalam sejarah ditampilkan kembali dengan maksud memberikan gambaran rohani.[4] Bagi mereka, ikon-ikon bagaikan "jendela menuju surga" yang menjadi media untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan memperoleh rahmat Tuhan.[4] Para Orang Kudus dapat dengan mudah dilihat dan didatangi lewat ikon.[4] Pada masa lampau, ikon-ikon santo dan santa dalam ukuran kecil yang disimpan di dalam rumah-rumah anggota jemaat Kristen Timur bahkan dibawa setiap kali melakukan perjalanan.[4] Para tentara pun menggunakannya sebelum bertempur dengan tujuan memperoleh berkat keselamatan.[4]
Gereja-gereja Ortodoks Timur memakai layar lebar untuk menutupi tempat kudus dari pandangan umum yang disebut ikonostatis.[4] Layar tersebut dipenuhi dengan berbagai ikon. Selama ibadah dilangsungkan, ikon-ikon itu diberi dupa berupa wewangian kemenyan bahkan layar ini sering dicium untuk menunjukkan sikap hormat kepada para Orang Kudus.[4] Sampai saat ini, setiap kali berkunjung ke gereja, jemaat Kristen di Timur masih mencium ikon-ikon dan berdoa kepada santo dan santa yang ditampilkan oleh ikon.[4]
Penyebab munculnya Ikonoklasme
Aspek Sosial dan Ekonomi
Pada tahun 726 dan 730, Kaisar Leo III pernah mengesahkan dua maklumat yang memerintahkan penghancuran terhadap ikon.[2] Ada beberapa faktor yang diduga memengaruhi kaisar sehingga akhirnya membuat keputusan tersebut. Pertama, ini sangat erat kaitannya dengan usaha kaisar untuk memperlemah pengaruh para biarawan yang pada waktu itu semakin berperan penting sebagai pemuka spiritual jemaat. Kedua, sudah menjadi kebiasaan bagi para kaisar untuk memaklumkan keputusan yang menyangkut persoalan keagamaan. Ketiga, memang kaisar mempunyai maksud untuk menghilangkan praktik kultus terhadap ikon yang makin lama makin tersebar luas.
Aspek Doktriner
Penelusuran lebih jauh memperlihatkan bahwa dalam kontroversi ikonoklasme terdapat aspek doktriner.[2] Sasaran-sasaran imanKristen dan sifat dalam ibadah Kristen baik yang dilakukan secara pribadi ataupun bersama-sama merupakan persoalan mendasar dari ikonoklasme.[2] Munculnya ikonoklasme dipandang sebagai akibat dari sikap permusuhan terhadap bentuk-bentuk dan seni keagamaan.[2] Sikap seperti ini bukan hal yang baru lagi karena sudah ada sejak zaman Gereja kuno dari sinagoge seperti yang ada tertulis dalam Keluaran 20:4.[2] Pada abad VIII permusuhan cepat menyebar di Asia Kecil dan diduga muncul untuk menjawab tantangan dari kaum Muslim yang tidak menggunakan ikon dalam ibadah.[2]
Kaisar Leo III dan Penganiayaan para Biarawan
Para ikonoklas, kelompok penentang keberadaan ikon-ikon, mendapat dukungan besar dari Kaisar Leo III yang berkuasa di Konstantinopel dari tahun 717 hingga 741.[4] Mereka begitu yakin bahwa tindakan mereka itu dilindungi.[4] Keyakinan ini muncul karena Alkitab mencatat di dalam kitab Keluaran 20:4, "Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit atau yang ada di bumi atau yang ada di dalam air. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya".[4] Bagi Kaisar Leo dan sekelompok ikonoklas, dengan adanya perintah itu, pengkultusan ikon termasuk salah satu yang dilarang dalam sepuluh Firman Tuhan.[5]
Pelarangan ini juga terkait dengan pemahaman kaum Muslim yang dikenal baik oleh Kaisar Leo, yang memahami keberadaan ikon sebagai bentuk penyembahan berhala.[5]
Tahun 726, Kaisar Leo menghancurkan sebuah ikon besar mengenai Kristus yang berada di atas pintu gerbang Konstantinopel.[4]
Tidak hanya itu, semua ikon Kristus dan orang-orang kudus yang ada dalam gereja-gereja ikut diperintahkan agar dihancurkan.[4]
Dengan tindakannya tersebut, Leo III mendapatkan banyak pujian dari orang-orang yang mendukung penghancuran ikon.[4] Konstantinus V (740-775), putra Leo III yang menjadi pengganti Leo III selanjutnya memberlakukan kebijakan yang sama yaitu melarang segala bentuk pengkultusan terhadap ikon-ikon.[6]
Para Biarawan merupakan kelompok yang kerap kali menjadi sasaran penganiayaan, penyiksaan bahkan pembunuhan.[4] Hal ini disebabkan karena mereka berusaha mempertahankan ikon-ikon di tengah usaha para kaisar untuk menghancurkan ikon-ikon itu.[4] Mereka rela memberi diri untuk dianiaya demi mempertahankan ikon-ikon yang begitu penting bagi hidup kerohanian mereka.[4]
^ abcdefghij{id} Eddy Kristiyanto. 2002. Gagasan yang Menjadi Peristiwa:Sketsa Sejarah Gereja Abad I-XV. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 145.
^ ab{id} F.D Wellem. 2004. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 176.
^ abcdefghijklmnopqr{id} Michael Collins, Matthew Price. 2006. The Story of Christianity: Menelusuri Jejak Kristianitas. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 99.
^ ab{en} Dale T. Irvin, Scott W. Sunquist . 2001. History of The World Christian Movement, volume I: Earliest Christianity to 1453. New York: Orbis Books. Hlm. 361.
^{en} Williston Walker . 1970. A History of The Christian Church. Edinburgh: T&T Clark LTD. Hlm. 149.