Ikan salai adalah salah satu jenis ikan asap tradisional Indonesia dan merupakan kuliner lokal dari Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kuliner lokal ini dapat diolah menjadi beraneka ragam menu, seperti sambal hingga bubur, dari asam pedas sampai nasi lasti. Pindang ikan salai, asam pedas salai, gulai salai, sambal ikan salai, sayur salai dan banyak lagi bahan dasarnya dari ikan salai yang saat ini menjadi menu utama dalam keseharian masyarakat.
Menurut sejarahnya pada masa dahulu di sungai-sungai Sumatera Selatan terutama Sungai Lematang dan Sungai Batang Enim banyak dijumpai semisal ikan baung dan ikan lais. Begitu banyak ikan sehingga para tetua tidak membuang ikan yang ditangkap tetapi diasapi agar dapat bertahan lama. Berkat kemajuan teknologi, masyarakat mengasapi ikan dengan kayu bakar agar dapat bertahan lama. Proses pembuatan ikan salai dimulai dari menyiangi, kemudian isi perut ikan dikeluarkan, dibelah tapi tidak sampai terpotong dua, kemudian berlanjut kepengasapan. Di bawah tempat pengasapan, kayu telah disiapkan sembari menjaga nyala api supaya ikan yang diasap kering sempurna. membuat ikan salai perlu waktu dua hari dua malam. Ikan yang dapat menjadi ikan salai adalah gabus, seluang, baung dan ikan lais.[1]
Kelebihan utama ikan salai adalah awet lebih lama. Ikan bisa bertahan lama sampai berminggu-minggu dan tetap bisa dikonsumsi. Kelebihan lainnya pembuat bisa menambahkan rasa lain sesuai yang diinginkan. Kemudian tekstur lembut juga bisa didapatkan mudah, bahkan warna ikan menjadi lebih mencolok. Kekurangannya bakteri masih tetap ada. Walaupun kenyataannya pengasapan diharapkan mampu menjadi penghambat bakteri. Selain itu, gizi yang terkandung di dalamnya mulai menurun. diantaranya yaitu menurunnya nilai vitamin dan protein. Ini terjadi karena ikan dibakar terlalu lama, dan ikan dibiarkan selama beberapa minggu.[2]