Ikan Larangan merupakan sebuah mitologi masyarakat Minangkabau tentang ikan yang dilarang untuk ditangkap/di pancing/dimakan karena konon ceritanya siapa yang memakan ikan tersebut akan terkena musibah, entah itu sakit aneh, perut menjadi besar (buncit), ataupun musibah lainnya.[1] Ikan ini bisa dimakan saat hari-hari tertentu saja seperti pada hari acara adat ataupun hari besar keagamaan. Menurut informasi yang dihimpun, ikan larangan terjadi karena dulunya di sungai/kolam tempat ikan larangan itu berada, ada seseorang yang sakti memberi ilmu teluh kepada bibit-bibit ikan. Hal itu dilakukannya agar tidak ada yang berani mencurinya karena dianggap memiliki perlindungan magis berupa kutukan sehingga ikan larangan tetap lestari dan berkembang biak dengan baik.
Fakta Tentang Ikan Larangan
Ikan larangan pada hari-hari biasa tidak boleh ditangkap, apabila kedapatan orang yang menangkap akan mendapat sanksi sosial seperti ejekan/sindiran dari penduduk sekitar. Mengenai kutukan akibat mengambil ikan larangan sembarangan sebenarnya hanya mitos belaka agar penduduk yang berada di sekitar sungai/perairan ikan larangan merasa bertanggungjawab untuk menjaga dan mengingatkan kepada generasi muda agar mereka merasa enggan dan takut untuk melanggarnya. Mitos ikan larangan memberikan dampak baik bagi penduduk setempat. Dengan adanya ikan larangan ini, penduduk setempat menjadi lebih aktif menjaga kebersihan DAS (Daerah Aliran Sungai) dan irigasi. Karena selain dilarang untuk menangkap ikan, penduduk juga dilarang untuk membuang sampah dan mengotori perairan yang ada ikan larangan. Dengan demikian, ikan bisa tumbuh dengan cepat dan sehat, sehingga wajar saja ikan larangan biasanya memiliki ukuran dan bobot yang besar sehingga menggoda untuk ditangkap.[2]
Objek Wisata Ikan Larangan
Ikan larangan akan dibuka bebas untuk umum beberapa kali dalam setahun atau dalam periode waktu tertentu.[3] Penduduk dipersilahkan untuk menangkap ikan menggunakan jala atau tangan kosong, hasil tangkapan bisa dikonsumsi beramai-ramai dan sebagian akan dijual untuk kepentingan bersama, seperti memperbaiki jalan desa atau pembangunan tempat ibadah. Pembukaan kawasan ikan larangan ini terbilang unik serta menjadi atraksi yang seru dan menarik bagi wisatawan. Melihat bagaimana masyarakat tumpah ruah ke air untuk menangkap ikan dengan tangan kosong, belum lagi perebutan antara penangkap ikan yang tak jarang mengakibatkan lumpur naik sehingga air menjadi keruh. Semakin keruh airnya, tentu mendapatkan ikan akan semakin sulit dan kompetitif. Berdasarkan sumber lainnya, diketahui juga Objek Wisata ikan larangan ini banyak dimanfaatkan oleh pelancong melakukan terapi ikan atau sekadar memberi makan untuk ikan. Selain itu pengunjung juga tidak dipungut biaya alias gratis[4] sehingga dapat memikat wisatawan untuk berkunjung.[5]
Beberapa objek wisata ikan larangan di Sumatera Barat diantaranya berada di Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tepatnya berada di bawah Jembatan Jalan Raya Sijanih. Lokasinya sekitar 50 KM arah utara Pariaman[6] dan di Aur Kuniang Kecamatan Pasaman, kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat[7]
^firdausmarbun (2018-10-17). "Kearifan Lokal Ikan Larangan". Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-02-27.