Humaniora digital adalah titik temu antara ilmu-ilmu humaniora seperti sastra, linguistik, kajian media, kajian film, dan komunikasi dengan ilmu komputer dengan tujuan mengkaji penggunaan alat-alat digital dalam aspek-aspek humaniora maupun bagaimana humaniora memengaruhi perkembangan ilmu komputer dan teknologi.[1][2] Kajian yang dilakukan dalam humaniora digital bersifat antardisiplin.[1] Sebagai contoh, data mentah seperti dari cabang arkeologi dikonversikan menjadi data digital melalui berbagai proses seperti pemindaian atau perekaman yang kemudian hasilnya dapat dianalisis melalui pemelajaran mesin atau divisualisasikan dengan antarmuka grafis.[3]
Sejarah
Banyak akademisi melihat humaniora digital berkembang seiring dengan perkembangan teknologi komputer pada pertengahan abad ke-20. Tahun 1946 bisa dikatakan sebagai awal mula humaniora digital melalui Index Thomisticus-nya Roberto Busa yang menggunakan komputer untuk melakukan kajian linguistik dan literatur.[4][5] 20 tahun kemudian pada tahun 1966 lahirlah jurnal Computers and the Humanities (CHum). Proyek-proyek humaniora digital pada masa kelahirannya harus menghadapi keterbatasan penyimpanan, biaya peranti keras, dan keterbatasan pemrosesan.[4]
Tahun 1970an dan 1980an merupakan masa-masa konsolidasi metode analisis teks serta perkembangan teks elektronik terstruktur dan pengarsipan multimedia seiring dengan peningkatan kemampuan penyimpanan dan pemrosesan. Pada tahun 1986 atau 20 tahun setelah terbit perdananya jurnal CHum lahir jurnal Literary and Linguistic Computing (LLC) yang cakupan kajian humaniora digitalnya lebih khusus dibandingkan CHum. Pada tahun 1990an seiring dengan perkembangan internet humaniora digital mulai merambah hiperteks, perpustakaan digital, dan penyuntingan kolaboratif.[4]
Pada tahun 2004, istilah "humaniora digital" yang digagas oleh Jon Unsworth, Susan Schreibman, dan Ray Siemens muncul menggantikan "komputasi humaniora" yang dinilai bermakna sempit yakni sebagai proses digitasi. Humaniora digital memperluas cakupan kajian yang kini bersifat dua arah yakni mengkaji teknologi dari aspek humaniora dan humaniora dari aspek teknologi.[6]
Kritik
Kajian-kajian yang dilakukan dalam wadah humaniora digital dikritik sebagai eksklusif karena masih sedikitnya akademisi-akademisi dari latar belakang ras, etnis, dan gender berbeda serta sifat kajian-kajiannya yang masih terfokus dalam konteks Amerika Serikat.[7][8] Humaniora digital juga dikritik karena cenderung tidak mengandung kritik budaya yang merupakan fondasi dari ilmu-ilmu humaniora.[9] Selain itu, beberapa hasil kajian dari humaniora digital dianggap belum ramah bagi kaum tuli dan buta, termasuk mereka yang buta warna.[10]
Referensi