Hj. Hindun Anisah, M.A. (lahir 2 Mei 1974) adalah seorang politikus berkebangsaan Indonesia. Ia bersama suaminya, Nuruddin Amin, menjadi pimpinan pondok pesantren (ponpes) Hasyim Asy'ari di Bangsri, Jepara.
Riwayat Hidup
Memimpin Pondok pesantren (ponpes) Hasyim Asy'ari bersama Nuruddin Amin, Hindun membangun pesantren yang lebih modern, terbuka dan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.[1][2][3] Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren Hasyim As’ari ini sama dengan pesantren pada umumnya. Kajian yang diajarkan terkait Al-Quran, fiqih, hadis dan kitab-kitab lain. Namun bedanya, pesantren yang berbentuk joglo kuno ini tegas menerapkan kurikulum yang tidak biasa.
Hindun Anisah menyebut kurikulum yang diusung adalah kurikulum yang mendobrak tatanan lama. Hindun memasukkan kurikulum berbasis pada kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak.
Ketidakpuasan pada pelajaran masa lampau menjadi alasan utama ia membuat perubahan. Pengalamannya di pesantren dirasakan terdapat semacam diskriminasi level kajian. "Jadi saya merasa dulu di pesantren, bisa dikatakan ada diskrkimanasi dari sisi kitab-kitab yang kita kaji. Kitab yang dikaji santri putra secara hierarki lebih tinggi dibanding santri putri,” kata Hindun yang kini sedang mengikuti pendidikan singkat Resolusi Konflik dan Agama di Drew University New Jersey Amerika.[4]
Perbedaan hak dalam menerima pelajaran ini, terus menerus berkecamuk menjadi protes dan pertanyaan mendalam. Dia simpan terus menerus tanda tanya itu hingga masuk kejenjang Aliyah (setingkat SMA). “Ketika aliyah, pindah pesantren memang tidak ada perbedaan kitab yang dikaji. Tapi dari sisi lain peluang perempuan untuk terjun menjadi pengajar, dikebiri.” ujar aktivis yang sudah diajari kritis sejak kecil. Oleh Ibu kandungnya, ia kerap mendapat cerita tentang pejuang-pejuang perempuan, dari situ ia merasa bahwa harus ada gerakan pemberdayaan perempuan, agar kembali tercipta generasi perempuan-perempuan hebat.
Satgas Perlindungan TKI
Guna melancarkan aktivitasnya membela hak perempuan, Hindun yang lulusan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ‘meresmikan’ statusnya dengan mengambil pendidikan Advokat. “Berbekal ijazah advokat, langkah saya membela hak perempuan lebih terarah,” ujarnya.
Berkat konsistensi dan komitmennya terhadap perlindungan hak perempuan, kesempatan lain terus berdatangan. Pada tahun 2011, Hindun diangkat Pemerintahan SBY menjadi satgas perlindungan TKI. Hindun ikut menyelesaikan persoalan rumit yang menerpa para Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong dan Arab Saudi. Termasuk menyelamatkan para TKW dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi. “Diantaranya 3 TKW dari Ungaran, Malang, dan Karawang,” jelas perempuan kelahiran Yogyakarta, 2 Mei 1974 ini kalem.
Pesantren Shelter Perempuan Korban Kekerasan
Sukses melanglang buana ke berbagai belahan dunia dalam menegakan dan melindungi hak perempuan, Hindun mundur sesaat. Ia berpikir untuk menyiapkan generasi penerusnya. “Saya ingin melahirkan generasi perempuan yang kuat. Punya bekal kuat untuk menghadapi kemajuan zaman dan membela perempuan lainnya,” tutur Master Antropologi Kesehatan Universitas Amsterdam Belanda ini optimis.
Langkah tegasnya adalah kembali ke pesantren. Pondok Pesantren Hasyim As’ari Bangsri Jepara. Pesantren ini ia kelola bersama sang suami, Nuruddin Amin. Sebagai alumni pesantren, Hindun optimis, pesantren adalah lembaga pendidikan agama yang mampu membentuk manusia berkualitas. Menurutnya pendidikan pesantren akan mampu memandang dunia secara moderat.[5] Ulama yang berlatar belakang aktivis perempuan ini mencoba menerapkan dua modal itu untuk mengelola pesantrennya. Dengan dukungan penuh sang suami, Hindun menjadikan pesantrennya sebagai lembaga pendidikan sekaligus tempat perlindungan dan pemberdayaan perempuan.
Sebagai tempat pendidikan, sudah pasti Hindun bersemangat memasukan misi-misi kesetaraan gender dibalik semua syiar dan kajian kepada para santrinya. Sementara sebagai tempat perlindungan perempuan, Hindun serius membuka pesantrennya sebagai shelter perempuan korban kekerasan.
Salah satunya Karin. Siswa kelas 2 Madrasah Aliyah yang menetap di pesantren Hasyim As’ari sejak usia SMP. Ia menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan Ayah tirinya atas persetujuan sang Ibu kandung. “Trauma berat dan hampir sepanjang hidupnya tidur dengan membawa pisau,” tutur Hindun lagi.
Beruntung, seorang kerabat membawanya lari dan menitipkan ke pesantren ini. “Saya pingin seperti Bunda. Pingin punya masa depan. Besok saya mau jadi lawyer!,” ungkap Karin suatu sore. Remaja yang butuh 2 tahun melewati masa trauma pasca menjadi korban pemerkosaan ini sekarang berangsur riang. Karin merasa perhatian penuh dari pengasuh pesantren berjasa dalam membangkitkan semangatnya.
Masuk ke Panggung Politik
Alasan utama Hindun Anisah masuk ke panggung politik adalah karena ia ingin mendobrak tradisi dimana perempuan selalu dan sering dianggap tidak cukup berkontribusi untuk kepentingan masyarakat dan negara. Selain juga untuk semakin memperlebar jalannya dalam advokasi dan membantu perempuan dan korban ketidakadilan. Meskipun akhirnya ia harus berbagi waktu antara tugas pesantren dan tugas di sosial kemasyarakatan.
Saat ini meskipun Hindun Anisah berposisi menjadi staf khusus Menteri Ketenagakerjaan RI namun ia tidak pernah melewatkan jadwal mengajarnya di pesantren. Karena baginya, menjadi pengasuh pesantren tidak hanya mengajar saja, tapi juga harus mendidik, dan mengajak komunikasi santri-santrinya. Di Kemnaker Hindun semakin memperkuat komitmennya untuk memberi ruang pada Perempuan dan Pekerja Disabilitas.[6]
Sejarah elektoral
Referensi
Pranala luar