Sultan Hidayatullah atau Sultan Dayalu (periode 1522-1529), penguasa Ternate ke-20 adalah putera Sultan Bayanullah (periode 1500-1522) dari permaisurinya Sultana Nukila, puteri Sultan Almansur (periode 1512-1526) dari Tidore.
Pangeran Dayalu masih sangat belia ketika ayahnya yang mangkat, usianya baru enam tahun hingga pemerintahan dipegang bersama oleh ibunya janda Sultan Bayanullah, Sultana Nukila dan pamannya Pangeran Taruwese selama beberapa tahun.
Adanya dualisme kepemimpinan di Ternate dilihat Portugis sebagai peluang untuk mulai menancapkan pengaruhnya di Maluku. Kedua Wali ini diadu domba oleh Portugis.
Tahun 1526 ayah Sultana Nukila, Sultan Almansur dari Tidore mangkat dan meninggalkan tahta yang lowong, satu-satunya pewaris yang berhak adalah cucunya yakni putera mahkota Ternate Dayalu yang barui saja dinobatkan menjadi Sultan Ternate, Sultana Nukila menginginkan tahta Ternate dan Tidore dipersatukan di bawah puteranya itu tetapi Portugis tentu saja tidak senang atas maksud ini karena penyatuan Ternate dan Tidore akan semakin menyulitkan mereka dalam upaya menguasai Maluku. Maka Gubernur Portugis membujuk Wali Raja Taruwese untuk menentang usul tersebut dan menjanjikan dukungan atas tuntutannya atas tahta Ternate.
Perang saudara di Ternate pecah antara pihak Sultan Dayalu yang didukung Tidore dan Pangeran Taruwese yang didukung Portugis. Sultan Dayalu tewas dan Pangeran Teruwese muncul sebagai pemenang namun tak lama kemudian ia pun tewas dalam pemberontakan tanggal 31 Oktober 1529.