Heru Sudjarwo
Heru Sugiarto Sudjarwo, S.Sn., M.A. (lahir 4 November 1958) atau lebih dikenal dengan nama Heru Sudjarwo adalah sutradara dan penata produksi film berkebangsaan Indonesia. Dia mengawali karier sebagai penata artistik film bioskop bersama sutradara Sjumandjaja, Wim Umboh, dan Franky Rorimpandey. Heru merupakan perancang disain Piala Njoo Han Siang (2004) dan Piala Citra Festival Film Indonesia (2008). Tahun 2019, Presiden Republik Indonesia menganugerahkan penghargaaan Apresiasi Kesetiaan Bidang Perfilman kepada Heru Sudjarwo, yang diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Atas sumbangsihnya memasukkan unsur digital dalam menggambarkan wayang menjadi karya vektor, dan konsistensinya sebagai sutradara film yang menggunakan wayang sebagai media ekspresi, tahun 2023 Heru mendapat amanat sebagai anggota Dewan Pakar Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (Senawangi). Sebelumnya, tahun 2019, dia juga menerima penghargaan dari Gubernur Jawa Tengah melalui kategori Seniman yang Menggunakan Wayang Sebagai Medium Pendidikan.[1][2][3][4] Latar belakangHeru Sudjarwo lahir di Purwokerto, 4 November 1958 dengan nama Heru Sugiarto. Sudjarwo adalah nama ayahnya yang seorang penyandang ‘Bintang Sakti’, sebuah penghargaan bagi seorang tentara saat pembebasan Irian Barat yang melampaui panggilan tanggung jawabnya yang disematkan sebagai nama profesional. Sebelum usia sekolah, ia telah belajar menggambar wayang dari kakeknya, Raden Salam Boenawas. Sutradara dan Penata Produksi anggota Karyawan Film dan Televisi Indonesia (KFT) ini menyelesaikan pendidikan di IKIP pada jurusan senirupa tahun 1980 dan mengawali karier profesionalnya sebagai penata artistik film bioskop menghasilkan karya di antaranya: Bukan Sandiwara (1981), RA. Kartini (1982), Wolter Mongisidi (1983), dan Catatan Si Boy (1984). Sejak 1984 mengkhususkan diri sebagai production designer, menghasilkan karya antara lain Cinta Di Balik Noda, Titik Titik Noda, Serpihan Mutiara Retak, Bibir-bibir Bergincu, Kidung Cinta, Pengantin Pantai Biru, Rara Jonggrang, dan lain-lain. Tahun 1986 karya-karyanya memenangi dua piala Citra Pariwara; Iklan Terbaik Produk Grup Sampoerna dan Kampanye KB Lingkaran Biru.Tahun 1990 Heru S Sudjarwo belajar teknologi digital di Vrije Universiteit Brussel Design and Applied Arts dan mendapat gelar Master of Arts (MA) melalui beasiswa yang didapatnya dari sebuah percetakan sekuritas di Jakarta,tempat dia bekerja hingga tahun 2000. Dari hasil bekerja itu, ia menyisihkan uang untuk membuat film yang dibiayai sendiri. Hasilnya, berupa gabungan antara panggung wayang golek dengan digital animasi berjudul Ekalaya dan Sumantri–Sukrasana. Dua karya itu di kemudian hari yang selalu menyulut hasratnya tetap memproduksi film dengan muatan budaya tradisi. Sumbangsih terbesar bagi dunia perfilman adalah rancangan Piala Citra yang diperebutkan insan perfilman melalui Festival Film Indonesia sejak tahun 2008 di Bandung. Selain menggambar wayang, ia juga melukis dan membuat patung. Salah satu karya patungnya pada tanggal 28 September 2009 diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipasang di halaman Gedung Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berjudul Monumen Energi “Anak-anak Bumi”. Dari hasil membuat patung perunggu setinggi 12 meter yang diselesaikannya selama 7 bulan ini, ia kemudian dapat menerbitkan sendiri bukunya berjudul Rupa & Karakter Wayang Purwa bersama Sumari dan Undung Wiyono (2010) yang mengukuhkan dirinya sebagai sedikit seniman yang menekuni digitalisasi wayang kulit di dunia. Tahun 2012, Heru difasilitasi oleh Bupati Tegal Agus Riyanto mengadakan Workshop Sinematografi, membuat video profil Kabupaten Tegal, dalam bentuk album lagu tegalan, Galawi. Tahun 2013, difasilitasi oleh Kemendikbud melakukan workshop sinematografi di beberapa kota, di antaranya Palembang, Bandung, dan Makasar. Tahun 2014 dia mendirikan RBM–Short Film Clinic tingkat dasar bagi guru-guru multimedia se Kabupaten Banyumas dan Kebumen, sambil mengajar sebagai dosen terbang di Program Pasca Sarjana Pariwisata Universitas Gadjah Mada dan extra kurikuler sinematografi pada jurusan PGSD – Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tahun 2015, difasilitasi kembali oleh Kabupaten Tegal mengadakan Workshop Sinematografi membuat profil kabupaten dalam bentuk dokudrama berjudul 4 Cinta. Menggagas kemudian melakukan supervisi dibangunnya bioskop data Kabupaten Tegal dan menyelenggarakan Festival Film Tegal 2015. Tahun 2016, bersama BEKRAF menyelenggarakan bimbingan teknis pelaksanaa. Festival Film Tegal 2016. Tahun 2017, menggagas kemudian bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Purwokerto menyelenggarakan UMP Short Film Festival 2018. Tahun itu pula, dia meninggalkan dunia kampus dan secara mandiri berkeliling ke sekolah multimedia dan kantung-kantung kegiatan sinematografi. BibliografiSejak 2011 hingga 2014 melalui Penerbit Yayasan Sena Wangi Jakarta, bersama Solichin ia menerbitkan 7 buah buku antara lain:
Semua buku itu berisikan tentang wayang-wayang Indonesia yang dikemas melalui pendekatan grafis modern, perpaduan teknik fotografi dengan pengetahuan sinematografi. Sejak tahun 2014 ia tinggal di kampung kelahirannya Purwokerto, Jawa Tengah dan giat menyelenggarakan workshop sinematografi serta menggambar wayang secara digital di Tegal, Kebumen, Gombong dan sekitarnya. Selain itu, Heru juga mengajar film dan komunikasi grafis di beberapa perguruan tinggi. Filmografi
Karya pialaPenghargaan
Lihat pulaReferensi
|