Heidelberg Materials AG adalah salah satu perusahaan multinasional produsen bahan bangunan terbesar di dunia yang memproduksi semen, agregat, beton siap-pakai dan aspal, Heidelberg Materials AG hadir di sekitar 50 negara dengan sekitar 51.000 karyawan di hampir 3.000 lokasi. Kantor pusat perusahaan ini adai di Heidelberg, Jerman.
Perusahaan ini juga merupakan pemegang saham mayoritas (51%) dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk [2] produsen Semen Tiga Roda salah satu pabrikan semen terbesar di Indonesia.
Aktivitas Kontroversial dan Kritik
HeidelbergCement melalui anak perusahannya Indocement terlibat dan berperan penting dalam pembangunan pabrik semen yang kontroversial di pulau Jawa, Indonesia. Tujuan eksploitasi Pegunungan Kendeng ini mendapat perlawanan dari masyarakat yang tinggal di sana. Selain berdampak pada kehancuran sistem ekologi yang kompleks, pembangunan pabrik semen dan penambangan karst di Pegunungan Kendeng berdampak langsung pada kehidupan masyarakat sekitar—sebagian dari mereka adalah petani dan masyarakat adat.[3]
Konflik memuncak pada tahun 2014, setelah itu lebih dari 20 perempuan lokal, sebagian besar dari mereka adalah ibu-ibu, tinggal di tenda protes yang mereka dirikan di lokasi pembangunan pabrik semen. Petugas keamanan dari pabrik semen memberikan batasan waktu berkunjung 10 menit untuk kerabat. Banyak aktivis yang bersolidaritas dan pendukung "Perempuan Kendeng" tidak bisa melakukan kontak dengan mereka lagi.[4] Oleh karena itu, Perusahaan Semen menghadapi tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia.[5][6].
Pada Desember 2014, Bupati Pati mengeluarkan izin pendirian pabrik semen, warga yang menolak kemudian mengajukan gugatan ke PTUN Semarang, warga memenangkan gugatan tersebut kemudian pihak pemerintah dan perusahaan mengajukan banding ke PTUN Surabaya dan memenangkannya[7], warga kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung memutuskan menolak kasasi warga sehingga pihak perusahaan dan pemerintah bisa melanjutkan proses pembangunan pabrik[8].
Pada tanggal 10 April 2016, hari ke-666 pendudukan di lokasi pembangunan pabrik semen, 9 Perempuan dari Kendeng melakukan protes di depan Istana Presiden di Jakarta, mereka secara simbolis menyemen kaki mereka.[5] Selain protes terhadap pembangunan pabrik dan konsekuensi ekologis sebagai salah satu "kesalahpahaman `pembangunan` dengan mengorbankan masyarakat adat dan petani", Perempuan Kendeng juga memberikan statemen politik kepada HeidelbergCement bahwa "sebuah perusahaan Jerman tidak harus berinvestasi dalam perusakan lingkungan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia, di negara manapun di dunia."[6]
Lihat pula
Referensi
Pranala luar