1°45′22.56″S 120°39′25.14″E / 1.7562667°S 120.6569833°E / -1.7562667; 120.6569833
Gua Latea (bahasa Inggris: Latea Cave), terletak di perbukitan Parere, di kelurahan Tentena, Pamona Puselemba, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Gua Latea merupakan gua alam berupa gua kapur yang usia genesisnya diperkirakan tidak kurang dari 30 juta tahun yang lalu. Gua Latea terletak ±800 meter dari jalan raya utama kota Tentena.[1]
Suku Pamona, yang merupakan penduduk asli Poso, menjadikan gua ini sebagai tempat untuk mengubur orang. Adat ini sudah tidak berlaku lagi sejak abad ke-19, setelah para penginjil dari Belanda menyebarkan agama Kristen di wilayah Poso. Gua ini sekarang menjadi salah satu objek wisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Poso.[2]
Pada bulan Desember 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memasukkan Gua Latea ke dalam cagar budaya Sulawesi Tengah, bersama 212 cagar budaya lain di provinsi Sulawesi Tengah.[3]
Geologi
Lahan penguburan yang ada di gua ini merupakan morfogenesis gua dan ceruk bentukan alam yang terdiri dari struktur pembentukan batuan mineral karbonat metagamping. Di situs ini terdapat 2 titik lokasi penguburan, yaitu Gua Latea I dan Gua Latea II. Gua Latea I terletak di bagian bawah dan berisikan 8 peti mati dengan 36 buah kerangka manusia. Gua Latea II terletak di bagian atas dan memiliki 34 peti mati serta 47 kerangka manusia. Gua dipugar pada tahun 1994.[4]
Gua Latea I berada tepat didepan mulut gua. Disini juga terdapat sungai kecil bernama Sungai Latea dengan debit air yang cukup besar. Gua Latea I berada pada ketinggian 557 mdpl dengan arah hadap mulut ceruk mengarah ke sebelah selatan. Gua Latea II pada ketinggian 563 mdpl dengan arah mulut gua mengarah ke sebelah barat daya.[4]
Objek wisata
Gua ini berjarak hanya sekitar dua kilometer dari kota Tentena, ibu kota kecamatan Pamona Puselemba. Wisatawan dapat menggunakan sepeda motor hingga kilometer pertama, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai di mulut gua. Situs budaya ini pernah dipugar pada tanggal 2 Juni hingga 30 November 1994 oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah.[5]
Artefak
Jenis peninggalan arkeologis yang ada disini berupa peti jenazah dan berbagai tumpukan tengkorak. Sebagian besar kerangka tersebut masih utuh terlihat dari bentuk tengkorak bagian kepala dan wajah, gigi, tulang rusuk, tulang belikat, dan tulang femur.
Peti jenazah rata-rata memiliki bentuk panjang dengan ukuran 100 cm dan lebar 45 cm. Secara keseluruhan, dimensi peti jenazah berbentuk bulat. Di setiap bagian kedua ujung penutup dan wadah penyimpanan jenazah, terdapat bentuk pahatan memanjang keluar yang mengarah ke atas dan ke bawah. Pahatan tersebut memiliki fungsi sebagai pengunci kedua bagian peti jenazah yang terbuat dari batang kayu atau tempat mengikatkan tali berbahan ijuk hitam.[6]
Referensi