Gamelan renteng merupakan salah satu jenis gamelan khas masyarakat Sunda yang sudah cukup tua. Paling tidak, goong renteng sudah dikenal sejak abad ke-16, dan tersebar di berbagai wilayah Jawa Barat.
Menurut Jaap Kunst (1934:386), goong renteng dapat ditemukan di Cileunyi dan Cikebo (wilayah Tanjungsari, Sumedang), Batukarut-Lebakwangi (wilayah Arjasari, Bandung), dan Keraton Kanoman Cirebon. Selain itu, goong renteng juga terdapat di Cigugur (Kuningan), Talaga (Majalengka), Ciwaru (Sumedang), Tambi, Sliyeg (Indramayu), Mayung, Gunungjati, Suranenggala, dan Tegalan (Cirebon).
Bentuk kesenian
Istilah "goong renteng" merupakan perpaduan dari kata "goong" dan "renteng". Kata ‘goong’ merupakan istilah kuno Sunda yang berarti gamelan, sedangkan kata ‘renteng’ berkaitan dengan penempatan penclon-penclon kolenang (bonang) yang diletakkan secara berderet/berjejer, atau ngarenteng dalam bahasa Sunda. Jadi, secara harfiah goong renteng adalah goong (penclon) yang diletakkan/disusun secara berderet (ngarenteng). Istilah "goong renteng" merupakan perpaduan dari kata "goong" dan "renteng". Kata ‘goong’ merupakan istilah kuno Sunda yang berarti gamelan, sedangkan kata ‘renteng’ berkaitan dengan penempatan penclon-penclon kolenang (bonang) yang diletakkan secara berderet/berjejer, atau ngarenteng dalam bahasa Sunda. Jadi, secara harfiah goong renteng adalah goong (penclon) yang diletakkan/disusun secara berderet (ngarenteng).
Goong renteng memiliki dua macam laras; ada yang berlaras salendro
dan ada yang berlaras pelog. Peralatannya terdiri dari kongkoang,
cempres, paneteg, dan goong. Kongkoang (alat musik berpencl on), cempres
(alat musik bilah), dan goong diklasifikasikan sebagai idiofon;
sementara paneteg (semacam kendang) diklasifikasikan sebagai
membranofon. Ditinjau dari cara memainkannya, kongkoang, cempres, dan
goong diklasifikasikan sebagai alat pukul; sedangkan paneteg sebagai
alat tepuk. Dalam ensambel, kongkoang dan cempres berfungsi sebagai
pembawa melodi, kendang sebagai pembawa irama, dan goong sebagai penutup
lagu atau siklus lagu.
Repertoar pada goong renteng pada umumnya tidak bertambah. Lagu-lagu
pada Goong Renteng Embah Bandong di Lebakwangi – Batukarut, Bandung;
Goong Renteng Panggugah Manah di Sukamulya, Kuningan; dan Goong Renteng
Talagamanggung di Majalengka (bahkan tidak pernah di tabuh lagi),
lagu-lagunya masih tetap itu-itu juga.
Secara fisik, goong renteng mempunyai kemiripan dengan gamelan
degung, tetapi dalam hal usia, goong renteng dianggap lebih tua
keberadaannya daripada degung, sehingga ada yang menduga bahwa gamelan
degung merupakan pengembangan dari goong renteng. Mungkin karena
ketuaannya, pada umumnya goong renteng sekarang dianggap sebagai gamelan
keramat, sehingga pemeliharaannya diperlakukan khusus secara adat
(ritual; kepercayaan). Kelengkapan waditra gamelan renteng tidak sama di
setiap tempat, demikian pula lagu-lagunya.
Fungsi sosial
Fungsi goong renteng yang sebenarnya dalam kebudayaan Sunda pada masyarakat dulu belum diketahui secara pasti. Kita hanya bisa mengatakan berdasarkan cerita serta fungsi yang masih berlangsung pada beberapa kelompok goong renteng sekarang. Goong renteng ditabuh setelah perangkat gamelan itu dibersihkan, misalnya pada goong renteng Embah Bandong ketika digunakan untuk memeriahkan acara Muludan (peringatan hari lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w.) dan acara ngebakan (memandikan; membersihkan) pusaka-pusaka pada setiap tanggal 12 Mulud. Penabuhan ini bagi masyarakat sekaligus merupakan suatu bukti bagaimana pusaka yang berusia ratusan tahun ini masih bisa mengeluarkan bunyi, di samping adanya keanehan lain yang berbau mistik.
Dulu, goong renteng biasa pula digunakan untuk memeriahkan pesta-pesta kenegaraan di kabupaten. Goong renteng Embah Bandong ditabuh pada acara Congres Java Instituut (17 Juni 1921) di Bandung. Pada 4 Juli 2001, gamelan pusaka ini digunakan untuk memeriahkan hajatan khitanan. Goong renteng di daerah Indramayu secara tradisi biasa dipakai pada satu hari sebelum hari hajatan, ketika orang sibuk bekerja untuk persiapan hajatan. Ini sebagai tanda bahwa besok pagi merupakan hari puncak hajatan. Lagu-lagunya ada yang berfungsi khusus, misalnya lagu Wong Miang Ngangsu digunakan ketika orang-orang mengambil air ke sungai atau sumur, lagu Mususi Beras digunakan ketika wanita-wanita mencuci beras, lagu Rimpang-rimpung digunakan jika hajat diselenggarakan secara besar-besaran, sampai memotong kerbau. Di samping penyajian lagu-lagu (instrumental), tarian kuda lumping juga ikut memeriahkan hajatan, diiringi dengan goong renteng ini. Pada upacara adat Ngunjung di astana Buyut Tambi, goong renteng Cinangnang ditabuh untuk penyambutan tamu. Goong renteng Ciwaru lagu-lagunya sering kali diibingan (memakai tarian).
Goong renteng sampai sekarang tidak populer. RRI, TVRI, dan radio swasta tidak pernah berusaha memperkenalkan dan mempopulerkannya. Oleh karena itu goong renteng sebagai gamelan khas Sunda kini hampir tidak dikenal oleh orang Sunda sendiri jika bukan oleh pengurus atau orang kampung, tempat gamelan tersebut berada.
Sumber rujukan
- Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.