Giordano Ansalone
Giordano Ansalone (1 November 1598 – 17 November 1634) adalah seorang misionaris Dominikan Italia yang berkarya di Asia. Ia lahir di Santo Stefano Quisquina, Pulau Sisilia. Pada masa kecil, ia dipanggil Giacinto. Ketika masuk Biara Dominikan di Agrigento, ia mengubah namanya menjadi Frater Giordano. Ia memulai studinya di Palermo dan kemudian melanjutkannya di Salamanca, Spanyol. Setelah menyelesaikan studi filsafat dan teologi, ia ditahbiskan sebagai imam di Trujillo. Pada usia 27 tahun, di masa awal imamatnya, ia berjalan kaki ke Sevilla, Spanyol. Pada tahun 1625, setelah mencapai Sevilla dengan berjalan kaki, dia berangkat misi menuju ke Benua Amerika. Setelah singgah sekitar satu tahun di Meksiko, ia melintasi Pasifik, pada musim panas 1626. Ia lalu tiba di Kepulauan Filipina. Di Filipina, ia menjalani dua tahun di antara orang Filipina, di Cagayan, di utara pulau Luzon. Kemudian, ia tinggal selama empat tahun di antara orang Tionghoa di sebuah koloni di pinggiran Binondo, Manila. Ia mempelajari bahasa, adat istiadat orang Tionghoa secara menyeluruh. Ia menceritakan kisahnya mengumpulkan kepercayaan agama utama dan gagasan filosofis orang Tionghoa. Ia mengaitkan nilai-nilai filosofis Tionghoa tersebut dengan data iman dan doktrin Katolik, untuk membuat perbandingan dan membuat upaya dialog di antara keduanya. Di sini, ia terutama merawat orang sakit, tetapi juga dengan sabar mencurahkan sebagian besar waktunya untuk belajar dan mendalami budaya mereka. Ia berhasil memahami bahasa, adat istiadat, dan mentalitas orang Tionghoa dengan mendalam. Pada tahun 1931, ia diutus untuk berlayar dan melanjutkan misinya di Jepang. Ia tiba di Nagasaki dengan menyamar sebagai pedagang, bersama tiga imam Dominikan lain. Selama setahun, ia menjadi Vikaris Provinsi untuk misi tersebut. Ia sempat menderita sakit parah saat berada di pulau Kyushu. Namun, ia memohon perlindungan Bunda Maria untuk disembuhkan. Ia meminta berkat Bunda Maria, meminta kesembuhan agar tidak mati di tempat tidurnya sendiri. Ia bermimpi, darahnya akan memberi kesaksian bagi Jepang. Selama di Jepang, ia sempat berpindah ke beberapa tempat. Tugas misinya adalah mendampingi para umat Kristen yang teraniaya pada masa itu. Tugas utamanya adalah membesarkan hati, menyemangati, dan mendukung mereka yang teraniaya. Ia sepenuhnya menyadari risiko yang dihadapi olehnya. Dia melanjutkan penginjilan rahasia di desa-desa, memberi keberanian kepada orang Kristen, tinggal di tempat persembunyian yang dilindungi oleh mereka. Namun, pemerintah akhirnya mengetahui sepak terjangnya. Ia ditangkap pada tanggal 4 Agustus 1634. Ia ditangkap bersama Pastor Tommaso Nishi. Selanjutnya, ia menghadapi rangkaian siksaan dan intimidasi di hadapan para hakim. Ia tidak takut untuk mengakui bahwa dia datang ke tanah Jepang untuk menyebarkan kasih Kristus, kasih yang sampai ke salib. Kesaksian yang justru semakin memperberat siksaan dan hukumannya. Pada tanggal 10 November 1934, ia dihadapkan di tiang gantungan. Ia dihukum mati atas perintah Panglima Tertinggi Tokugawa Yemitsu. Mereka digantung dengan kepala dikubur ke tanah. Setelah tujuh hari, ia wafat sebagai martir. Tanggal perayaannya adalah 17 November sedangkan di Sisilia diperingati pada 19 November. Ia dibeatifikasi pada 18 Februari 1981 di Taman Rizal, Manila, Filipina oleh Paus Yohanes Paulus II. Ia kemudian dikanonisasi pada 18 Oktober 1987, Lapangan Santo Petrus, Vatikan juga oleh Paus Yohanes Paulus II.[1] Referensi
|