Pasukan Gegana adalah bagian dari POLRI yang tergabung dalam Brigade Mobil (brimob) yang memiliki kemampuan khusus seperti anti-teror, penjinakan bom, intelijen, anti anarkis, dan penanganan KBR (Kimia, Biologi, Radioaktif).
Dalam perjalanan sejarahnya, Gegana berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai satuan khusus Polri mampu menangani tugas-tugas berkadar tinggi. Beberapa tugas yang telah berhasil dilaksanakan oleh satuan ini antara lain Konflik Aceh, Penangkapan teroris Poso, penjinakan bom, dan lain-lain.
Personel Gegana dalam melaksanakan tugas sering kali tidak diberitahukan identitasnya secara luas untuk menjaga kerahasiaan, keamanan, Keselamatan Pribadi dan keluarga.
Gegana tergabung dalam Pusat Pengendalian Krisis ("Pusdalsis") BNPT yang terdiri dari gabungan antara satuan-satuan khusus, seperti Detasemen Khusus 81 (Penanggulangan Teror) Dari Pilihan khusus Dan Denjaka dari TNI-AL, dan Detasemen Bravo 90 dari TNI AU. Pusdalsis yang terdiri dari gabungan satuan-satuan elit TNI-POLRI ini ditugaskan sebagai pasukan penanganan terror untuk dikirim bila terjadi aktivitas terrorisme seperti Pembajakan pesawat.[1]
Sejarah
Peristiwa pembajakan pesawat udara di Australia pada tahun 1974 merupakan awal terbentuknya Satuan Gegana Korps Brimob POLRI. Untuk mengantisipasi terulang kembali dampak peristiwa pembajakan tersebut terhadap keamanan NKRI dan mengingat geografis Indonesia yang berdekatan dengan Australia, maka dibentuklah satuan Gegana dengan tugas pokok sebagai Pasukan Khusus Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Berdasarkan Surat Keputusan Kadapol Metro Jaya tentang penanggulangan kejahatan pembajakan udara/ laut dan terorisme internasional, Gegana merupakan realisasi fisik dari instruksi Menteri Pertahanan dan Keamanan, Panglima ABRI dan Instruksi Kapolri.
Satuan Gegana terbentuk sejak tahun 1974, tetapi Departemen Pertahanan dan Keamanan baru mengesahkan posisi Satuan Gegana di dalam lingkungan angkatan bersenjata RI secara resmi pada tahun 1976. Meskipun Gegana termasuk komponen pasukan elit di lingkungan POLRI, ia terus membenahi diri. Ketika Jenderal Polisi Drs. Anton Soedjarwo menjadi Kapolri, Gegana merekonstruksi diri dari sebuah kompi Satuan menjadi satu Detasemen. Di bawah pimpinan Letnan Kolonel Polisi Drs. Soepeno Markas Komando Gegana sempat dipindahkan dari Polda Metro Jaya ke Petamburan III Jakbar dan selanjutnya ke Mabes Polri Jakarta Selatan. Baru pada tahun 1985 terjadi peralihan kedudukan Detasemen Gegana Metro Jaya ke Komapta POLRI atau sekarang yang kita kenal dengan nama Korps Brimob POLRI. Tugas Pokok Satuan Gegana pada masa itu adalah membantu Kadapol VII Metro Jaya dalam tugas operasional Kepolisian, khususnya menanggulangi terorisme internasional yang melakukan pembajakan pesawat udara/ laut, penculikan terhadap Warga Negara Asing dan staf Kedutaan Besar negara asing, serta penyanderaan yang terjadi di wilayah Kodak VII Metro Jaya. Seiring perkembangan zaman, tuntutan tugas Satuan Gegana Kodak VII Metro Jaya meluas hingga mencakup seluruh wilayah NKRI. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri tertanggal 13 Desember 1984 Detasemen Gegana resmi berada dibawah Pusbrimob.
Calon anggota Gegana pada masa itu diambil dari mantan–mantan Pelopor yang telah lulus mengikuti seleksi. Pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (Gegana) ini mengikuti pendidikan lanjutan selama 4 bulan di Kelapa Dua, Depok, Ciputat dan Pelabuhan Ratu–Sukabumi, kecuali unit Jihandak mengikuti pendidikan di Pusdikif Zeni di Cimahi, Jawa Barat. Setelah selesai mengikuti pendidikan maka anggota tersebut ditempatkan di Markas Komando Petamburan III dengan kekuatan 4 Subden.
Resimen Gegana
Satuan Gegana Komdak VII Metro Jaya beralih kedudukan menjadi Satuan Pelaksana pada Pusat Brigade Mobil Direktorat Samapta POLRI dengan nama baru Detasemen Gegana Pusbrimob Mabes POLRI. Pada tanggal 16 September 1996 Pusbrimob berubah nama kembali menjadi Korps Brimob POLRI, maka Detasemen Gegana Pusbrimob mengalami pemekaran menjadi Resimen II Gegana Korps Brimob POLRI dengan kemampuan dan kualifikasi yang sama tiap – tiap Detasemen jadi tidak ada pengkhususan kemampuan. Kemudian pada tanggal 25 Mei 2001 Resimen II berganti nama menjadi Resimen IV Gegana Korbrimob Polri.
Satuan Gegana
Pada tahun 2002 Resimen IV Gegana diperbesar kekuatannya menjadi Satuan I Gegana. Perubahan waktu dan tuntutan di lapangan menyebabkan strukturisasi Susunan Sat I Gegana berubah lagi dengan keluarnya Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2010 tanggal 14 September 2010. Satuan I Gegana saat ini mempunyai 5 detasemen yang masing-masingnya mempunyai kemampuan utama yaitu Intelijen, Jibom, Anti Anarkis, KBR, dan Anti-teror.
Struktur Satuan Gegana
Struktur Gegana berbeda dengan satuan Brimob lainnya. Ukuran umum standar personel Gegana yang berbeda ini tampak pada ikatan personel yang disebut Subden bukan kompi dan unit bukan peleton. Penggunaan istilah ini menunjukkan bahwa ikatan personel di dalam Satuan Gegana jumlahnya lebih sedikit daripada ikatan personel satuan Brimob lainnya.
Empat Satuan Gegana
Secara garis besar Satuan di Pasukan Gegana dibagi dalam empat satuan, yaitu :
Sebagai Satuan Khusus, dalam melaksanakan tugasnya, jumlah personel Gegana yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel Brimob pada umumnya. Dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga detasemen, oleh karena itu Gegana jarang sekali melakukan tugas dengan melibatkan satu detasemen sekaligus.
Satuan Gegana yang memiliki tugas pokok membantu Kapolri dan seluruh jajaran Kepolisian di daerah seluruh Indonesia dalam rangka tugas operasional kepolisian, khususnya dalam menanggulangi pembajakan, penculikan, ancaman bom, dan Search and Rescue (SAR), dengan berkembangnya situasi keamanan dan ilmu pengetahuan maka dirasakan kurangnya kebutuhan akan tenaga ahli khususnya di bidang penjinakan bom sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka mulai tahun 1990 Gegana Brimob POLRI mulai menerima tenaga-tenaga sarjana yang disaring melalui Pendidikan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana ( SIPSS ) yang mayoritasnya diambil dari Sarjana Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Biologi, Teknik Nuklir, Teknik Komunikasi, Kedokteran dll. Keberadaan tenaga ahli tersebut semakin meningkatkan kemampuan Gegana dalam melaksanakan tugas–tugas Polri yang berkategori berat
Gegana sebagai pasukan inti Polri mempunyai wilayah kerja diseluruh Republik Indonesia. Keanggotaan Gegana tidak terbatas hanya kaum pria saja tetapi juga tenaga-tenaga wanita atau polwan yang terampil dan handal dibutuhkan pula untuk memperkuat barisan Gegana Polri. Mengacu pada hukum HAM internasional, keberadaan polwan pada satuan khusus ini berfungsi dalam penanganan tersangka perempuan, terutama dalam penggeledahan dan interogasi. Beberapa prestasi juga telah diukir Polwan gegana, khususnya dalam olahraga terjun payung tingkat nasional dan internasional.
Lambang dan Moto
Nama Gegana berasal dari kata Gheghono merupakan bahasa Sanskerta yang berarti awang–awang, sesuai dengan tugas utamanya pada saat itu sebagai pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Pada saat acara peresmian Satuan Gegana, dipamerkan juga pakaian khusus pasukan Gegana yang berwarna hitam. Acara peresmian tersebut dihadiri pula oleh Komandan Pasukan Khusus Anti Teror Jerman. Naasnya, saat dilakukan peragaan ada dua orang anggota Gegana yang kehilangan tangannya akibat ledakan bom.
Awal mulanya lambang Gegana bukanlah burung walet namun “ kilat “ yang merupakan lambang “ Ranger ” namun pada saat Kombes (Purn.) Almarhum Sadiman sebagai wakil kepala di Gegana maka lambang Gegana diubah menjadi “ Walet Hitam” yang melambangkan sifat fisik dan mental anggota Gegana yang kuat dan kukuh dalam menghadapi hujan / panas tanpa kenal lelah dalam pelaksanaan tugas dilapangan.
Gegana memiliki moto “ Setia, Tabah, Waspada” dan moto pengabdian “Pengabdian yang paling membahagiakan dalam hidup ini ialah apabila kita berbuat sesuatu bagi bangsa dan Negara yang menurut orang lain tidak mungkin mampu kita lakukan” menjadi pedoman setiap anggota Gegana dalam tugas maupun di kehidupan sehari-hari.