1 Data Pendaftaran Tanah Prancis, tak termasuk danau, kolam, gletser > 1 km² (0.386 mi² atau 247 ekar) dan muara sungai.
2Population sans doubles comptes: penghitungan tunggal penduduk di komune lain (e.g. mahasiswa dan personil militer).
Perjalanan sejarah dibentuknya kota ini dimulai pada tahun 1638, ketika gubernur pertama Martinik membuat keputusan untuk membangun Benteng Saint Louis sebagai upaya perlindungan kota dari serangan musuh. Keputusan tersebut dibuat bersamaan atas dasar Jacques Dyel du Parquet (1606–1658), keponakan dari Pierre Belain d'Esnambuc. Benteng tersebut kemudian dihancurkan dan dibangun kembali pada tahun 1669, ketika Louis XIV menunjuk Marquis dari Baas sebagai gubernur jenderalnya. Di bawah perintahnya dan penerusnya, terkhusus oleh Pangeran Blénac, benteng ini dibangun menggunakan desain Vauban.
Dengan Fort-Royal sebagai nama aslinya, kota ini dikenal sebagai ibu kota administratif Martinik yang dibawahi oleh Saint-Pierre, kota tertua di pulau itu yang juga terkenal dengan semangat dan budayanya secara komersil, dengan julukan sebagai "Paris dari Karibia".
Nama Fort-Royal tak bertahan lama, yang kemudian diubah menjadi "Fort-La-Republique" selama Revolusi Prancis, hingga akhirnya ditetapkan sebagai Fort-de-France sekitar abad ke-19. Saat ini, nama lama Fort-Royal masih digunakan dalam bentuk bahasa Kreol "Foyal", yang dipahami masyarakatnya sebagai "Foyalais".
Ekspedisi Inggris yang merebut Martinik memegang andil kota ini pada tahun 1762. Kepulauan tersebut kemudian dikembalikan ke kendali Prancis dalam Perjanjian Paris.[2] Kota ini dilanda gempa bumi kecil pada tahun 1839, dan pada tahun 1890 terjadi kebakaran yang menghancurkan sebagian kota. Fort-de-France mengalami perkembangan pada bidang ekonomi secara pesat pada pergantian abad ke-20, setelah letusan Gunung Pelée yang menghancurkan kota Saint-Pierre pada tahun 1902.
Hingga pada tahun 1918, Fort-de-France justru memiliki persediaan air yang tidak memadai ketika pertumbuhan secara komersialnya baru saja dimulai. Kota ini dikenal dengan wabah demam kuningnya, serta terkenal dengan kawasannya yang sebagian besar dikelilingi oleh rawa-rawa. Saat ini, kawasan rawa-rawanya telah dikeringkan untuk memberi ruang bagi pinggiran kota yang luas.
Geografi
Fort-de-France terletak di sepanjang pesisir pantai barat Martinik sebagai pintu masuk utara ke Teluk Fort-de-France yang besar, tepatnya di muara Sungai Madame. Kota yang juga dikenal sebagai 'Benteng dari Prancis' ini terdiri atas dataran sempit antara perbukitan dan laut. Walaupun demikian, kota ini dapat diakses melalui jalan darat dari keseluruhan bagian pulau.
Iklim
Sebagai kota dengan iklim hutan hujan tropis atau KöppenAf, Fort-de-France memiliki cuaca yang hangat menuju panas, serta kelembaban yang signifikan sepanjang tahun. Bulan dengan curah hujan dan badai tertinggi yakni dari Juli hingga November. Bulan tersebut menjadi krusial dalam hal bencana badai, meskipun curah hujan yang besar dapat terjadi di semua bulan. Rata-rata bulan terpanas adalah September, dan bulan terdingin rata-rata adalah Februari.
Data iklim Fort-de-France (1981–2010 averages, extremes 1932–present)
Benteng Saint Louis merupakan pangkalan angkatan laut Prancis di Fort-de-France, seperti halnya Dégrad des Cannes pada Guyana Prancis.
Pemerintah
Wali kota Fort de France adalah Serge Letchimy berdasarkan pemilihan pada 27 Juni 2021, yang menggantikan Alfred Marie-Jeanne sebagai wali kota sebelumnya. Berdasarkan tingkat partisipasi pemilih yang tercatat sebanyak kurang lebih di atas 44%, Letchimy yang didukung Partai Alians Matinik memperoleh 37,72 suara, sedangkan Marie Jeanna yang berada di urutan kedua dengan dukungan Gran Sanblé Pou Matinik sebesar 35,27% suara. Komune Fort-de-France telah membentuk konstituensi ke-3 Martinik untuk Majelis Nasional .[6]
Tempat wisata utama
Selain Benteng Saint Louis, ada tiga benteng lainnya:
Terdapat sebuah patung di taman La Savane yang memperingati Permaisuri Josephine, istri Napoleon yang lahir di Martinik. Patung tersebut dirusak pada 1990-an, atas asumsi beberapa orang yang menyalahkannya sebagai simbol yang mendukung pembentukan kembali perbudakan di pulau itu. Beberapa orang yang merusak patung itu kemudian mencopot bagian kepala dan menyiram keseluruhan tubuh patung itu dengan cat merah. Patung itu kemudian dirusak dan dihancurkan lagi pada tahun 2020.[7]
^"Répertoire national des élus: les maires". data.gouv.fr, Plateforme ouverte des données publiques françaises (dalam bahasa Prancis). 2 December 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-18. Diakses tanggal 11 December 2020.
^Robson, Martin (2016). A History of the Royal Navy: The Seven Years War. London: Taurus. hlm. 171–173. ISBN9781780765457.A History of the Royal Navy: The Seven Years War. London: Taurus. pp. 171–173. ISBN9781780765457.
^"Fort–de–France Desaix (972)"(PDF). Fiche Climatologique: Statistiques 1981–2010 et records (dalam bahasa Prancis). Météo France. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 30 March 2018. Diakses tanggal 29 March 2018.