Putri keluarga bangsawan Britania ini mulai dikenal khalayak ramai setelah menikah dengan Adipati York, putra kedua dari pasangan Raja George V dan Permaisuri Mary, pada tahun 1923. Bersama suami dan kedua putrinya, ia dihormati sebagai suri teladan dalam membina rumah tangga dan melayani masyarakat menurut adat-istiadat lama.[3] Ia menangani berbagai macam usaha pelibatan masyarakat, dan dikagumi banyak orang karena wajahnya yang senantiasa tampak berseri-seri.[4]
Tidak disangka-sangka, suaminya menjadi raja pada tahun 1936, setelah Raja Edward VIII, abang kandung suaminya, turun takhta demi menikahi Wallis Simpson, seorang janda cerai asal Amerika Serikat. Elizabeth pun mendadak menjadi permaisuri. Ia mendampingi suaminya dalam lawatan diplomatik ke Prancis dan Amerika Utara menjelang pecahnya Perang Dunia II. Semangatnya, yang tampak tak tergoyahkan, menabahkan hati rakyat Britania semasa perang. Kesehatan suaminya memburuk seusai perang, sampai akhirnya ia menjanda pada umur 51 tahun. Putri sulungnya, yang kala itu berumur 25 tahun, naik takhta menjadi ratu.
Sejak kemangkatan Permaisuri Mary pada tahun 1953, Elizabeth dihormati sebagai ibu kaum kerabat istana Inggris. Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, ia tetap menjadi anggota keluarga kerajaan Inggris yang tidak putus-putusnya dicintai rakyat, kendati tindak-tanduk anggota-anggota lain keluarga itu kerap mengundang cemoohan masyarakat.[5] Ia masih terus tampil di muka umum, dan baru undur diri beberapa bulan menjelang akhir hayatnya pada umur 101 tahun, tujuh minggu setelah putri bungsunya wafat.
Pada hari ulangtahunnya yang ke 14, Inggris mendeklarasikan perang terhadap Jerman. Kakak-kakaknya adalah tentara Inggris, dua selamat dalam perang, namun salah satunya meninggal; satunya lagi hilang. Kastil Glamis menjadi rumah sakit bagi para tentara yang dibantu oleh keluarga Elizabeth untuk melarikan diri. Elizabeth menjadi salah satu perawat, dan dalam otobiografinya ia menulis tentang salah satu prajurit.
Menikah dengan Pangeran Albert
Ketika Pangeran Albert, atau yang biasa dipanggil "Bertie" oleh keluarganya, anak kedua dari George V dan yang belakangan dikenal sebagai George VI, melamar Elizabeth pada 1921, ia menolaknya karena "takut bahwa ia tidak akan pernah lagi bebas berpikir, berbicara dan bertindak seperti yang saya rasa harus saya lakukan."[6] Ketika Albert memutuskan bahwa ia tidak akan menikahi orang lain, ibunya, Permaisuri Mary, berkunjung ke Glamis untuk melihat sendiri gadis yang telah mencuri hati anaknya. Mary menjadi yakin bahwa Elizabeth adalah "gadis satu-satunya yang dapat membuat Bertie bahagia", tetapi meskipun demikian ia tetap menolak ikut campur.[7] Ada yang mengatakan bahwa Elizabeth bermaksud menikahi kakak Bertie, yaitu Edward. Bahkan koran-koran menyebarkan gosip bahwa mereka telah bertunangan, namun para sejarahwan menyimpulkan bahwa ini semata-mata hanyalah laporan yang keliru.[8] Kebebasan Albert dalam memilih Putri Elizabeth, seorang rakyat jelata, sebagai istrinya adalah sangat tidak lazim karena warga kerajaan diharapkan menikah dengan bangsawan yang lainnya. Dikatakan pada waktu itu bahwa pernikahan Albert dengan seorang rakyat jelata dianggap sebagai sebuah sikap modernisasi secara politik.[9]
Akhirnya, Elizabeth bersedia menikah dengan Bertie, meskipun ia ragu-ragu mengenai kehidupan di lingkungan kerajaan.[10] Mereka menikah pada 26 April1923, di Westminster Abbey. Elizabeth meletakkan karangan bunganya di Makam Pahlawan Tak Dikenal dalam perjalanannya ke Abbey, sebuah sikap yang sejak itu ditiru oleh setiap pengantin kerajaan, meskipun mereka memilih untuk melakukannya dalam perjalanan kembali dari altar dan bukan menuju ke altar. Elizabeth kemudian dikenal sebagai Yang Mulia The Duchess of York. Mereka berbulan madu di Polesden Lacey, sebuah rumah mewah di Surrey, dan kemudian pergi ke Skotlandia.[11]
Pada 1926 pasangan ini memperoleh anak pertama mereka, Elizabeth, yang kelak menjadi Ratu Elizabeth II. Seorang anak perempuan lainnya, Margaret Rose, dilahirkan empat tahun kemudian.
Penobatan dan pengunduran diri Edward VIII; naik takhtanya George VI
Pada 20 Januari1936, Raja George V meninggal dunia dan takhtanya diwariskan kepada kakak Albert, Pangeran Wales, yang menjadi Raja Edward VIII. George dan Mary berterus-terang tentang keragu-raguan mereka tentang anak sulung mereka. Bahkan George telah menyatakan keinginannya, "Saya memohon kepada Tuhan agar anak sulung saya tidak akan pernah menikah dan tak ada suatupun yang menghalangi antara Bertie dan Lilibet dengan takhta."[12]
Seolah-olah memenuhi keinginan orangtuanya, Edward memaksakan suatu krisis konstitusional dengan memaksakan pernikahannya dengan seorang janda cerai Amerika Wallis Simpson. Meskipun secara hukum Edward dapat menikahi Wallis Simpson dan tetap bertahan sebagai raja, menteri-menterinya menasihatinya bahwa rakyat tidak akan pernah menerima Wallis Simpson sebagai permaisuri dan, bila ia tetap bersikeras maka mereka harus turun takhta. Hal ini akan membawa Raja ke dalam pemilihan umum dan dengan demikian merusakkan statusnya sebagai seorang raja yang konstitusional dan secara politik netral. Dikarenakan masalah itu, Edward turun takhta dan menyerahkannya kepada Albert, yang tidak mempunyai keinginan untuk menjadi raja dan mempunyai sedikit sekali persiapan untuk peranan itu (meskipun orangtuanya sesungguhnya mengharapkannya). Namun, Albert menjadi raja dan mengambil nama George VI. Ia dan Elizabeth dimahkotai sebagai Raja George VI dan Permaisuri dari Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara dan Kaisar dan Permaisuri India (hingga 1947) pada 12 Mei1937.[13]
Ketika bekas raja dan istrinya diangkat menjadi Duke dan Duchess of Windsor, Elizabeth mendukung keputusan George VI untuk tidak memberikan gelar “Her Royal Highness” kepada Simpson.[14] Ia belakangan dikutip menyebut sang Duchess sebagai "perempuan itu ".[15]
Perjalanan Kerajaan ke Kanada dan Amerika Serikat pada 1939
Pada Juni 1939, Elizabeth dan suaminya menjadi raja dan permaisuri pertama yang sedang berkuasa yang berkunjung ke Kanada dan Amerika Serikat. Bagian dari kunjungannya ke Kanada sangat panjang, dari pantai ke pantai lalu kembali lagi — mereka juga sebentar berbelok ke Amerika Serikat, mengunjungi keluarga Roosevelt di Gedung Putih dan di tempat kediaman mereka di Lembah Hudson River. Pasangan kerajaan ini diterima oleh masyarakat Kanada dan AS dengan sangat antusias, dan sebagian besar menghapuskan sisa-sisa perasaan bahwa George dan Elizabeth adalah pengganti yang kurang layak bagi Edward yang karismatis. Elizabeth berkata kepada Mackenzie King, Perdana Menteri Kanada, "bahwa perjalanan ini membentuk [citra] kami,"[16] dan ia sering kembali berkunjung baik dalam kunjungan resmi maupun pribadi.
Kenaikan putrinya menjadi ratu, menyebabkan naik pangkat juga bagi Permaisuri Elizabeth menjadi Ibu Suri Elizabeth.
Menjanda
Setelah kematian suaminya, Permaisuri Elizabeth lebih dikenal dengan julukan Yang Mulia Ratu Elizabeth, Sang Ibu Suri. Ibu Suri Elizabeth sempat pensiun ke Skotlandia. Namun setelah berbincang dengan Perdana Menteri Winston Churchill, dia memutuskan untuk kembali bertugas. Ibu Suri Elizabeth melakukan banyak kunjungan kenegaraan termasuk ke Iran, Prancis, dan begitu banyak negara di Eropa.
Ibu Suri Elizabeth menghibur dirinya dengan hobinya yaitu balapan kuda. Ia bahkan memenangkan hampir 500 balapan. Ia juga menghabiskan waktunya untuk merawat cucu-cucunya selama putri dan menantunya bertugas.
Ibu Suri Elizabeth juga merupakan seorang wanita yang kuat bahkan ia bisa melewati begitu banyak penyakit dan sembuh. Pada tahun 1964, ia melaksanakan operasi usus buntu. Pada tahun 1966, tumor diangkat dari perutnya setelah ia didiagnosis penyakit kanker usus. Pada tahun 1982, ia mengikuti operasi untuk mengeluarkan tulang ikan salmon yang ditelannya. Pada tahun 1984, ia mengikuti operasi untuk mengeluarkan gumpalan yang ada di payudaranya setelah ia didiagnosis penyakit kanker payudara. Pada tahun 1986, ia juga dirawat di rumah sakit untuk mengeluarkan tulang ikan yang kembali ditelannya tanpa operasi. Ia berhasil sembuh dari semua penyakit itu.
Usia 100 Tahun Lebih
Pada tahun-tahun berikutnya, Ibu Suri Elizabeth terkenal karena usianya yang sangat panjang dan mengesankan. Ulang tahunnya yang ke-90 dan ke-95 dirayakan dengan parade-parade. Pada tahun 1998, Ibu Suri Elizabeth mengikuti operasi penggantian tulang pinggul karena ia terpeleset dan terjatuh saat mengunjungi Sandringham sehingga merusak tulang pinggul kirinya.
Ulang tahun Ibu Suri Elizabeth yang ke-100 pada tahun 2000 begitu meriah dan terkenal dengan upacara dan parade yang begitu istimewa karena waktu itu baru dia yang bisa mencapai usia 100 tahun dari keluarga kerajaan Inggris.
Pada bulan November 2000, Ibu Suri Elizabeth terjatuh dan merusak tulang selangkanya sehingga ia kembali mengalami operasi dan harus menetap di rumah selama Natal dan Tahun Baru. Pada tanggal 1 Agustus 2001, ia mendapat transfusi darah untuk mengobati anemia yang dideritanya. Ibu Suri Elizabeth cukup kuat untuk tampil pada perayaan ulang tahunnya yang ke-101 tiga hari kemudian.
Pada bulan Desember 2001, usia 101, ia terjatuh sehingga meretakkan tulang pinggulnya. Namun demikian, ia memutuskan untuk tetap berdiri saat Lagu Nasional dilantunkan pada peringatan kematian suaminya yang ke-50 tahun pada tanggal 6 Februari 2002. Tiga hari kemudian putri bungsunya, Putri Margaret, Putri dari Snowdon meninggal dunia. Pada tanggal 13 Februari 2002, Ibu Suri Elizabeth kembali terjatuh di Rumah Sandringham di Norfolk dan mematahkan tangannya. Meskipun demikian, ia tetap bersiteguh untuk menghadiri acara pemakaman putrinya pada hari Jumat di Windsor dengan menggunakan helikopter agar fotonya di kursi roda tidak dapat diambil oleh siapapun.
Pada bulan Maret 2002, kesehatan Ibu Suri Elizabeth yang telah berusia 101 tahun memburuk dengan sangat cepat.[17]
Kematian
Pada tanggal 30 Maret 2002, pukul 15.15 GMT, Ibu Suri Elizabeth meninggal dalam tidurnya pada usia 101 tahun 238 hari di Royal Lodge, Windsor, Britania Raya. Beberapa bulan yang lalu Putri Margaret meninggal terlebih dahulu karena sakit yang dideritanya,dengan putrinya yang masih hidup, Ratu Elizabeth II, di sisi tempat tidurnya. Dia telah menderita penyakit dingin selama empat bulan sebelum kematiannya. Ibu Suri Elizabeth dikuburkan di Kapel St. George, Kastel Windsor.[17]
Saat kematiannya, Ibu Suri Elizabeth adalah pemilik usia terpanjang dalam sejarah kerajaan Inggris, sebelum rekornya terpecahkan oleh iparnya, Putri Alice dari Gloucester yang wafat pada tahun 2004 dalam usia 102 tahun 309 hari.
^Patrick Howarth, George VI (Century Hutchinson, 1987) hlm. 37-38
^Philip Ziegler, King Edward VIII: The Official Biography (London: Collins, 1990) hlm. 199.
^Di mahkotanya terdapat intan Koh-i-Noor dan dibuat sangat mirip dengan mahkota Permaisuri Mary, yang mahkotanya dibawa ke Garrard's dengan "maksud mempersiapkan rancangan untuk mahkota yang baru untuk permaisuri " (Lihat British Royal Family website, "HM Queen Elizabeth the Queen Mother: Crown"). Lengkungan di mahkota itu dapat dilepaskan. Hal ini digunakan pada 1953 ketika Ibu Suri Elizabeth tidak menggunakan lengkungannya pada penobatan anak perempuannya.
^Surat dari George VI kepada Winston Churchill yang isinya menyatakan bahwa keluarganya setuju dengan pendapatnya, dikutip oleh Howarth, hlm. 143
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan