Djojo Dirono
Raden Mas Djojo Dirono (4 Februari 1883 – 24 Juni 1945; Gelar: Raden Mas Adipati Aryo Djojo Adinegoro) adalah bupati Lamongan yang memerintah pada periode 1885-1908 dan 1908-1937. Riwayat HidupKeluarga dan LeluhurIa adalah anak dari bupati sebelumnya Raden Tumenggung Kromo Djojo Adirono. Ia adalah keturunan dari garis trah/marga Kasepuhan-Kromodjajan yang berleluhurkan singkat Ken Arok, Sinuhun Brawijaya V, Joko Tingkir dan Mangkunegara I. Ia memiliki istri bernama Raden Ajeng Siti Ngaisah, yang merupakan putri dari Raden Mas Panji Djojo Diningrat yang Bergelar Raden Mas Haji Muhammad Yasien Efendi yang membabat sebagian hutan menjadi perkebunan dan perkampungan yang kini bernama Kecamatan Glenmore di selatan lereng Gunung Raung, Banyuwangi. Ia merupakan kakek dari pengibar bendera Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan, Brigadir Jendral (Purn.) Raden Mas Abdul Latief Hendroningrat. Bupati LamonganPada saat pemerintahannya ia berhasil membangun rel kereta api, sekolah dan rumah sakit sehingga gelarnya dinaikkan menjadi Raden Adipati Aryo Djojo Adinegoro.[1] KematianKetika Jepang memasuki Kabupaten Lamongan kondisi menjadi banyak ketidak stabilan dalam kehidupan sosial, perekonomian dan kerusuhan akibat kesemena-menaan tentara Jepang kala masa transisi perpindahan kekuasaan dari pihak Belanda kepada pihak Jepang di kabupaten Lamongan. Saat-saat itulah guna untuk menyelamatkan diri dari berbagai tindakan tentara Jepang, istri dari RM Adipati Aryo Djojo Adinegoro menyarankan agar dia untuk mengungsi saja untuk berkumpul dengan di Rumah kediaman saudara nya di Sidoarjo. Saat itu, di dalam pikiran Djojo Adinegoro adalah ingin tetap mempertahankan tanah Lamongan dan tetap ingin menjadi pelayan dan pelindung masyarakat Lamongan ketika saat itu, namun keinginan untuk tetap bertahan di Lamongan harus berhenti karena keadaan fisik tidak mendukung. Ia jatuh sakit dan terpaksa harus mendapatkan perawatan di Sidoarjo sampai keadaannya pulih lagi. Setelah pulih, Adipati Aryo Djojo Adinegoro ingin kembali ke Lamongan tetapi saat itu sistem kepemimpinan daerah sudah tidak sama ketika Belanda masih menduduki indonesia, hingga akhirnya dengan hati kecewa Raden Mas Adipati Aryo Djojo Adinegoro terpaksa memutuskan tetap tinggal di Sidoarjo bersama keluarga yang lain. Pada tanggal 24 Juni 1945 dia meninggal dunia dan dia di kebumikan di samping makam istrinya Raden Ajeng Siti Ngasiah. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga Tjondronegoro di belakang Masjid Agung Alun - Alun Sidoarjo. Referensi
|