Dewata arfak
|
|
Jantan (depan) dan betina (belakang)
|
|
|
Klasifikasi ilmiah
|
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
A. nigra
|
Nama binomial
|
Astrapia nigra
|
Astrapia arfak atau burung Dewata Arfak sebut juga dengan nama Astrapia nigra adalah sebuah jenis burung.[2] Nama ini berasal dari 2 bahasa, yaitu bahasa yunani dan bahasa Latin, Astrapia dalam bahasa Yunani berarti penerangan dan nigra dalam bahasa latin berarti hitam.[3] Burung ini merupakan burung endemik di wilayah Papua Barat, Indonesia.[2] Burung ini banyak ditemukan di Pegunungan Arfak, Papua, Indonesia terutama di daerah Tamarau.[4] Burung ini termasuk jenis aves yang langka dan dilindungi karena jumlahnya yang terbatas dan hanya dapat ditemui di beberapa tempat, seperti di Indonesia Timur.[5]
Karakteristik
Dewata arfak merupakan jenis burung yang berukuran besar, panjang tubuhnya kurang lebih 76 sentimeter, berwarna hitam, dengan warna bulu yang beragam seperti ungu, hijau dan perunggu.[6] Burung ini memiliki paruh yang pendek dan ekor yang panjang tumpul.[7] Burung jantan memiliki karakteristik memiliki ekor yang lurus dan panjang, memiliki bulu berwarna hitam pada bagian dada dan memiliki bulu pada bagian kepala yang kompleks, pada dasarnya bulu pada bagian kepala pejantan berwarna hitam, panjangnya biasanya hingga 60 cm, pada bagian tengkuk hingga lapisan tanjung berwarna kuning kehijauan, pada bagian sayap bagian atas pada burung jantan berwarna ungu kemilau seperti warna ekornya.[3][6][8] Sedangkan pada betina di dapatkan berwarna cokelat kehitaman yang terlihat berwarna pucat pada bagian perutnya, biasanya memiliki panjang hingga 50 cm.[6][8]
Perkembangbiakan
Musim kawin dari hewan ini belum teridentifikasi dengan jelas, tetapi didapatkan bahwa anak burung lahir pada bulan Juli hingga Agustus. Burung betina membangun sarangnya dan tinggal sendiri bersama dengan anak-anaknya. Periode inkubasi dan dekapan tidak diketahui dengan jelas.[3]
Habitat
Burung ini biasa ditemukan di daerah hutan pegunungan dan sub-alpin pada ketinggian antara 1700 – 2250 m. Belum terdapat informasi spesifik mengenai pakan yang dikonsumsi oleh burung ini, tetapi terdapat catanan burung ini memakan buah pandan dan anthropoda.[7]
Ancaman
Keberadaan hutan hujan sebagian besar tidak terganggu karena isolasi geografis dan kepadatan penduduk serta gaya hidup penduduk yang tradisional, tetapi banyak diburu untuk diperjualbelikan bulunya. Maka dari itu dilakukan pencegahan dengan dibangunnya cagar alam di daerah Pegunungan Arfak dan perluasan daerah cagar alam tersebut untuk proteksi terhadap satwa yang berada di daerah Pegunungan Tamrau dan Pegunungan Arfak.[9]
Referensi
Pranala luar