Dari Dunia Dikepung Jangan dan Harus
Dari Dunia Dikepung Jangan dan Harus adalah kumpulan esai yang ditulis oleh Hersri Setiawan, seorang esais, jurnalis, pekerja kebudayaan rakyat, dan penyintas 1965.[1][2] Karya tulis dalam buku ini berada di wilayah seputar Lekra, sastra, jurnalisme eksil, gerakan budaya, dan upaya membangun rekonsiliasi politik lewat gerakan kebudayaan.[1] Tema-tema yang tentu lekat dengan ranah hidup intelektual Hersri.[1] Wilayah-wilayah ini digunakan Hersri untuk berdialog dengan masa lalunya, merefleksikannya di masa sekarang, dan membayangkan masa depan.[1] Isi BukuBuku ini menjadi wadah untuk representasi pergulatan batin dan peta mental penulis, seperti yang ia lakukan di buku-buku karangannya yang lain seperti Memoar Pulau Buru, Aku Eks-Tapol, atau Kamus Gestok.[3] Ia menunjukan cara ia bekerja sebagai pengingat sejarah, yaitu dengan mengingat suatu hal dan menceritakannya kembali dari banyak sisi.[4] Dalam bab "Seni dan Hiburan di Penjara Orde $uharto", misalnya, ia menuturkan bagaimana para tapol bercerita secara sembunyi-sembunyi usai apel petang.[5] Hal yang mereka ceritakan adalah perbendaharaan sastra yang mereka miliki.[5] Misalnya cerita silat dengan latar belakang sejarah, roman modern Jawa, atau prosa sastra.[5] Melalui bab ini ia menunjukan bahwa praktik saling bercerita ini memiliki peran dalam pertumbuhan sastra Indonesia modern, misalnya karya Pramoedya Ananta Toer dan Boejoeng Saleh yang diciptakan di pulau Buru.[5] Menurut cerita penulis di bab ini, untuk mendapatkan pendengar, mereka memfungsikan toilet sebagai ruang untuk memanggil roh orang mati.[5] Dari cerita ini, penulis menerangkan bahwa aktivitas ini memberikan efek ketenangan bagi para tapol karena adanya jalan keluar untuk saluran-saluran komunikasi mereka yang tersumbat.[6] Selain itu, penulis juga menceritakan secara mendalam topik mengenai Lekra di dalam buku ini.[7] Misalnya di dalam bab "Lekra Membangun Gerakan Kebudayaan Rakyat."[7] Pada bab lain, "Metode Turun ke Bawah", ia memberikan penjelasan tentang Turba yang merupakan metode dalam proses produksi karya para seniman dan pekerja budaya di Lekra.[8] Pada bab "Bohemianisme - Gelandanganisme" ia menunjukkan relasi antara Turba dengan gerakan budaya bohemian di kalangan seniman.[8] Kemudian, melalui bab "WongCilik-Plus" ia menjabarkan perdebatan tentang definisi rakyat dan massa.[8] Daftar IsiDaftar isi ini dikutip dari cetakan pertama buku "Dari Dunia Dikepung Jangan dan Harus" yang terbit pada bulan September tahun 2020.[9]
Referensi
|