Dai-Ichi Kangyo Bank
The Dai-ichi Kangyo Bank, Limited[1], atau biasa disingkat menjadi DKB (第一勧銀 , Dai'ichi Kangin), dulu adalah salah satu bank terbesar di dunia selama paruh kedua abad ke-20.[2] Dai-Ichi Kangyo Bank dibentuk pada tahun 1971 melalui penggabungan antara dua bank, yakni Dai-Ichi Bank, bank tertua di Jepang, dan Nippon Kangyo Bank, lembaga keuangan pemerintah yang memberikan pinjaman jangka panjang untuk pelaku industri dan pertanian. Pada tahun 2000, bank ini bergabung dengan Fuji Bank dan Industrial Bank of Japan untuk membentuk Mizuho Financial Group. Pada tahun 2002, divisi perbankan investasi dan korporat dari bank ini diserahkan ke Mizuho Corporate Bank, sementara divisi perbankan ritel dari bank ini diserahkan ke Mizuho Bank. SejarahDai-ichi BankDai-ichi Bank, Ltd. (株式会社第一銀行 , Kabushiki-gaisha Dai'ichi Ginkō), awalnya bernama Dai-Ichi Kokuritsu Bank, adalah bank pertama dan kabushiki gaisha pertama yang didirikan di Jepang. Didirikan oleh industrialis Shibusawa Eiichi pada tahun 1873, bank ini awalnya diberi kewenangan untuk menerbitkan uang kertas, hingga Bank of Japan mengambil alih kewenangan tersebut pada tahun 1883. Dengan demikian, bank ini pun beralih menjadi bank komersial. Pada tahun 1884, Dai-ichi Bank bersepakat dengan dinasti Joseon untuk menjadikan cabang Dai-ichi Bank di Korea sebagai agen monopoli manajemen tarif untuk Choson. Pada tahun-tahun berikutnya, Dai-ichi mulai menerbitkan uang kertas yang diberi nama “Token Dai-ichi Bank” di Korea, sehingga bank ini menjadi bank sentral de facto dari Korea. Namun, pasca Perjanjian Protektorat Jepang-Korea 1904, kewenangan Dai-ichi di Korea dihapus oleh pemerintah kolonial yang baru, sehingga bank ini kembali menjadi bank konvensional. Pada tahun 1943, Dai-ichi Bank dan Mitsui Bank, bagian dari zaibatsu Mitsui, bergabung untuk membentuk Teikoku Bank. Teikoku Bank pun menjadi bank dengan aset terbesar di Jepang pada saat itu. Namun Teikoku Bank tidak dapat mengembangkan bisnisnya dengan bebas karena keterlibatan Jepang pada Perang Dunia II. Lebih lanjut, mantan pegawai Dai-ichi dan Mitsui tidak dapat bekerja sama dengan baik, karena adanya perbedaan budaya organisasi antara kedua bank tersebut. Karena performanya memburuk, Teikoku Bank akhirnya dibagi menjadi dua bank, yakni Dai-ichi Bank dan Teikoku Bank pada tahun 1948. Pada tahun 1954, nama Teikoku Bank diubah menjadi Mitsui Bank. Pada tahun 1990, Mitsui Bank bergabung dengan Taiyo Kobe Bank untuk membentuk Sakura Bank. Pada tahun 2001, Sakura Bank bergabung dengan The Sumitomo Bank untuk membentuk Sumitomo Mitsui Banking Corporation. Nippon Kangyo BankNippon Kangyo Bank, Ltd. (株式会社日本勧業銀行 , Kabushiki-gaisha Nippon Kangyō Ginkō) didirikan pada tahun 1897 sebagai sebuah lembaga pemerintah yang menyediakan pinjaman jangka panjang untuk pelaku industri ringan dan pertanian sesuai Undang-Undang Nippon Kangyo Bank tahun 1896. Pada tahun 1902, Industrial Bank of Japan juga didirikan guna menyediakan pinjaman jangka panjang untuk pelaku industri berat. Nippon Kangyo Bank hanya memiliki kantor di Tokyo dan Osaka, sementara daerah lain dilayani oleh anak usahanya, yakni Noko Bank. Kantor Noko Bank didirikan di tiap prefektur, kecuali Hokkaidō (lihat Hokkaido Takushoku Bank). Untuk menyediakan pinjaman jangka panjang, sumber dana bank ini bukan deposito, namun sekuritas. Bank ini juga diberi kewenangan untuk menerbitkan surat utang berpremi. Pada prakteknya, bank ini kebanyakan memberi pinjaman untuk tuan tanah dan kemitraan, sementara hanya sedikit petani individual yang mendapat pinjaman dari bank ini. Pada tahun 1911, Undang-Undang Nippon Kangyo Bank direvisi, sehingga Nippon Kangyo Bank dapat menangani rekening deposito dan menawarkan pinjaman jangka pendek. Pada akhir periode Taishō, bank ini juga mulai berinvestasi pada lahan yasan, sementara Noko Bank digabung ke Nippon Kangyo Bank, sehingga skala operasi bank ini meningkat drastis. Selama Perang Dunia II, Nippon Kangyo Bank menjadi penjamin emisi utama dari obligasi perang untuk pemerintah Jepang. Pada kenyataannya, obligasi perang yang dijamin oleh Nippon Kangyo Bank lebih mirip seperti lotere. Lotere yang ada di Jepang saat ini, yakni takarakuji pun berasal dari obligasi perang tersebut. Pasca Perang Dunia II, Nippon Kangyo Bank diprivatisasi dan menjadi bank komersial sesuai Undang-Undang Pencabutan Nippon Kangyo Bank tahun 1950. Divisi perbankan jangka panjang dari Nippon Kangyo Bank lalu diserahkan ke Long-Term Credit Bank of Japan. Bank ini kemudian menjadi populer di kalangan masyarakat Jepang berkat logo mawarnya, maskotnya yang diberi nama Nobara-chan, serta slogan iklannya, yakni “NKB-nya Bara” (「ばらの勧銀」 , Bara no Kangin). PenggabunganPada tahun 1971, Dai-ichi Bank dan Nippon Kangyo Bank bergabung untuk membentuk Dai-ichi Kangyo Bank, Limited (“DKB”). DKB pun menyalip Fuji Bank sebagai bank dengan pangsa pasar deposito dan aset terbesar di Jepang. DKB lalu membentuk Dai-ichi Kangyo Group (juga dikenal sebagai DKB Group), keiretsu dengan jumlah anggota terbanyak di Jepang, serta menjadi bank sentral dari DKB Group. Dengan mengambil alih operasi Nippon Kangyo dan Noko, DKB pun menjadi satu-satunya trustee dari lotere Takarakuji, serta menjadi satu-satunya bank yang memiliki cabang di semua prefektur di Jepang. Pimpinan DKB khawatir masalah Teikoku Bank terulang kembali, yakni saat mantan pegawai dari Dai-ichi Bank dan Mitsui Bank tidak dapat bekerja sama dengan baik. Sehingga, pimpinan DKB sangat peduli dengan “penggabungan setara.” Contohnya, dewan direksi DKB selalu terdiri dari separuh mantan pegawai DKB dan separuh mantan pegawai NKB. Dewan direksi DKB juga menunjuk mantan pegawai DKB dan NKB untuk menjabat sebagai chairman dan presiden secara bergantian. Namun, upaya tersebut justru menimbulkan kesulitan di kalangan pegawai DKB, mirip seperti pada kasus Teikoku Bank. Hubungan pegawai yang irasional pun menghambat pertumbuhan pendapatan dan laba DKB. Walaupun DKB adalah bank dengan aset terbesar di Jepang, kapabilitasnya tidak sekuat bank lain, seperti Fuji, Sumitomo, Sanwa, dan Mitsubishi. SkandalSelama penggelembungan harga aset di Jepang pada akhir dekade 1980-an, bank-bank asal Jepang, termasuk DKB, memberikan pinjaman yang makin beresiko. Parahnya, DKB tidak hanya memberi pinjaman kepada perusahaan yang beresiko tinggi, namun juga kepada Yakuza, agar dapat berinvestasi pada sumber daya modal lebih mudah daripada kompetitornya. Lebih lanjut, pinjaman ke sōkaiya (pemeras perusahaan) mencapai 30 milyar yen. Setelah gelembung meletus, pinjaman buruk tersebut dinilai tidak sepadan dengan hasil yang didapatkan. Pada tahun 1997, kejaksaan Tokyo melakukan penyergapan terkait pinjaman ke sōkaiya tersebut, sehingga membuat DKB dibanjiri kritik dari masyarakat.Kuniji Miyazaki (宮崎 邦次 , Miyazaki Kuniji, 1930–1997), mantan presiden dan chairman DKB, yang mendapat tekanan berat akibat serangkaian tuduhan pun akhirnya bunuh diri di rumahnya. Pada tahun 2000, DKB bergabung dengan Fuji Bank dan Industrial Bank of Japan untuk membentuk Mizuho Financial Group. Pada tahun 2002, divisi perbankan investasi dan korporat dari DKB diserahkan ke Mizuho Corporate Bank, sementara divisi perbankan ritelnya diserahkan ke Mizuho Bank. Dai-Ichi Kangyo Credit CooperativeNama Dai-Ichi Kangyo tetap digunakan oleh sebuah koperasi kredit yang berkantor pusat di Shinjuku, Tokyo, yakni Dai-Ichi Kangyo Credit Cooperative (第一勧業信用組合 ), yang awalnya didirikan sebagai koperasi kredit untuk pegawai Nippon Kangyo Bank selama periode Taisho. Koperasi kredit tersebut tetap eksis di Tokyo dengan lebih dari 45.000 anggota, dan menggunakan versi modifikasi dari penjenamaan Dai-Ichi Kangyo Bank.[3] Bibliografi
Referensi
|