Dr. (H.C.)Ir.Ciputra (Hanzi: 徐振焕; Pe̍h-ōe-jī: Tjie Tjin Hoan; 24 Agustus 1931 – 27 November 2019) adalah seorang insinyur dan pengusaha di Indonesia. Ia terkenal sebagai pengusaha properti yang sukses, antara lain pada Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang filantropis, dan berkiprah di bidang pendidikan dengan mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra.
Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Ir. Ciputra menduduki peringkat ke-27 dengan total kekayaan US$ 950 juta.[1]
Kehidupan awal
Ciputra, yang memiliki nama lahir Tjie Tjin Hoan, menghabiskan masa kecil di Parigi, Celebes (kini Sulawesi Tengah). Pada usia 6 tahun, Ciputra dibawa kembali ke Gorontalo oleh Ibunya.[2] Orang tua Ciputra berasal dari Bumbulan, sebuah desa kecil di kecamatan Paguat, yang sekarang telah masuk pada wilayah administratif Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Di Bumbulan, Ciputra dititipkan kepada tante dan kakeknya agar bisa disekolahkan di sekolah dasar Belanda di Gorontalo.[2]
Sejak kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan dan kepahitan hidup. Bapaknya Tjie Siem Poe ditangkap oleh pasukan Jepang,[3] karena dituduh sebagai mata-mata Belanda dan akhirnya meninggal di dalam tahanan Jepang di Manado.[4]
Ketika remaja ia bersekolah di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas Frater Don Bosco di Manado. Setamatnya dari Sekolah Menengah Atas, ia meninggalkan desanya menuju Jawa. Ia kemudian kuliah di Institut Teknologi Bandung dan Ia juga bergabung dengan Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Pada tingkat empat, ia bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur pada tahun 1960, ia pindah ke Jakarta.[2]
Karier
Bisnis
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Institut Teknologi Bandung, Ciputra mengawali kariernya di Pembangunan Jaya (Jaya Group), perusahaan daerah milik Pemerintah DKI Jakarta. Ciputra bekerja di Jaya Group sebagai direksi sampai dengan usia 65 tahun, dan setelah itu sebagai penasihat. Di perusahaan tersebut, Ciputra diberi kebebasan untuk berinovasi, termasuk di antaranya dalam pembangunan proyek Taman Impian Jaya Ancol.[2]
Kemudian bersama dengan Sudono Salim (Liem Sioe Liong), Sudwikatmono, Budi Brasali (Lie Toan Hong) dan Ibrahim Risjad, Ciputra mendirikan Metropolitan Group, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Pada masa itu, Ciputra duduk sebagai direktur utama di Jaya Group dan di Metropolitan Group sebagai presiden komisaris. Akhirnya Ciputra mendirikan grup perusahaan keluarga, Ciputra Group.[2]
Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Selain itu, Bank Ciputra yang didirikannya ditutup oleh Pemerintah karena dianggap tidak layak,[5] dan Asuransi Jiwa Ciputra Allstate yang baru dirintis menjelang krisis pun ikut ditutup.[6] Dengan adanya kebijakan moneter dari pemerintah dan diskon bunga dari beberapa bank, ia mendapat kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya ketiga group tersebut dapat bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah mampu melakukan ekspansi usaha di dalam dan ke luar negeri.[2]
Tak puas dengan pencapaian yang berhasil membangun Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, sejak tahun 1993 ia bersama Bambang Trihatmodjo dan Sigit Harjojudanto membebaskan lahan 840 hektare di daerah Jonggol Utara (Sukamaju, Setu Sari hingga Singajaya) dan mendirikan Kota Mandiri bernama Citra Indah Jonggol yang mulai dihuni tahun 1996. Nama "Citra" dipilih karena pada awalnya pemilik mayoritasnya adalah PT Bimantara Citra milik Bambang Trihatmodjo. Kota mandiri ini awalnya dimaksudkan sebagai wilayah penopang calon Ibukota Indonesia yang baru, yaitu Jonggol, Bogor.
Setelah lengsernya Presiden Soeharto membuat Jonggol gagal menjadi Ibukota Indonesia. Hal itu membuat proyek Kota Mandiri Citra Indah Jonggol mati suri. Pasca 2010 Ciputra mengubah konsep Kota Mandiri Citra Indah Jonggol yaitu lebih difokuskan membangun perumahan untuk kalangan entry level yang akan menjadi hunian para karyawan industri disekitar Jonggol seperti Cibubur, Gunung Putri, Cileungsi, Gunung Putri, Cikarang hingga Bekasi.
Ciputra menargetkan pada tahun 2030 luas Kota Mandiri Citra Indah Jonggol sudah mencapai 2.400 hektare dan akan terkoneksi dengan Kota Mandiri lain, yaitu Bukit Jonggol Asri (Sentul Nirwana). Nantinya akan dibangun cluster hingga Desa Pabuaran, Jonggol sebagai batas dengan Kota Mandiri Bukit Jonggol Asri.
Kota Mandiri Citra Indah Jonggol bagi Ciputra adalah anak kesayangan. Sejak membebaskan lahan di Jonggol bersama Bambang Trihatmodjo pada tahun 1990-an, ia mengaku telah jatuh hati dengan keindahan alam daerah Jonggol yang ia sebut sebagai "potongan kecil dari surga". Bahkan ia berwasiat agar dimakamkan bersama keluarga dan sahabatnya didalam Kota Mandiri Citra Indah Jonggol. Benar saja setelah wafat pihak keluarga menunaikan wasiat dari Ciputra untuk dimakamkan di Jonggol.
Pendidikan
Pada usianya yang ke-75, ia memilih untuk mengembangkan bidang pendidikan. Kemudian didirikanlah sekolah dan Universitas Ciputra. Sekolah ini menitikberatkan pada kewirausahaan. Dengan sekolah ini, Ciputra bertujuan untuk menyiapkan para lulusannya menjadi pengusaha.[2]
Ciputra saat ini dikenal sebagai sosok penyebar entrepreneurship / kewirausahaan di Indonesia. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menanamkan pentingnya kewirausahaan untuk membuat bangsa Indonesia maju.[7]
Kiprah Ciputra diapresiasi oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan memberikan dua rekor kepada Ciputra, yakni sebagai wirausahawan peraih penghargaan terbanyak di berbagai bidang dan penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan kepada dosen terbanyak. Ciputra melalui Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) telah memberikan pelatihan entrepreneurship kepada setidaknya 1.600 dosen. Ciputra juga dinobatkan sebagai Entrepreneur of The Year 2007 versi Ernst & Young.[8]