Caplak atau dikenali dengan nama lainnya di Sumatra, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya sebagai sengkenit, cengkenit, kutu babi, tempiras, atau pirah adalah nama umum bagi hewan kecil berkaki delapan anggota superfamili Ixodoidea, ordo ixodida yang bersama-sama dengan tungau dimasukkan ke dalam anak kelas Acarina. Caplak dikenal sebagai parasit luaran (eksoparasit) yang hidup dari darah hewan vertebrata dan manusia yang ditumpanginya. Karena kebiasaannya ini, caplak menjadi vektor bagi beberapa penyakit seperti Penyakit Lyme, Demam Q, Demam caplak Colorado, tularemia, tick-borne relapsing fever, babesiosis, Ehrlichiosis, Tick-borne meningoencephalitis, dan anaplasmosis pada penyakit kuning sapi dan anjing.[1]. Caplak muda bertungkai enam, tetapi setelah dewasa memiliki empat pasang tungkai.
Caplak merupakan serangga pemakan darah obligat. Setiap ingin berganti kulit atau berkembang ke fase berikutnya, caplak membutuhkan darah. Hal ini diperkirakan terjadi sejak zaman dinosaurus, dan kebutuhan akan darah itulah yang menyebabkan caplak berevolusi menjadi pemakan darah.[2]
Habitat
Caplak dalam hal habitat dapat dibagi menjadi 2, yaitu yang bergantung atau dekat pada inang sejak lahir (nidikolus) dan yang tidak (non-nidikolus). Famili Argasidae dan kebanyakan spesies dari genus Prostriata merupakan caplak yang bergantung pada inang sejak lahir. Karena sangat dekat, spesies-spesies dari famili dan genus ini memiliki beberapa adaptasi yang membantunya. Adaptasi-adaptasi itu adalah kemampuan bertahan tanpa inang selama bertahun-tahun, fototropisme negatif, tigmotropisme, dan toleransi yang rendah terhadap suhu maupun kelembapan.[2]
Famili Metastriata merupakan salah satu yang tidak terlalu bergantung pada inang sejak lahir. Walaupun tidak terlalu bergantung, tetapi tetap hidup dalam jangkauan yang bisa memangsa inang. Ada yang hidup dalam habitat berbeda dengan inangnya (tetap bisa menjangkau inang) dan adapula yang memiliki satu preferensi habitat seperti hutan.[2]